Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA - Ekonom dari Center of Reform on Economics Indonesia, Piter Abdullah Redjalam, mengatakan upaya Bank Indonesia mengurangi ketergantungan terhadap dolar dalam transaksi perdagangan internasional tak cukup efisien memperkuat kurs rupiah. Strategi yang dia maksudkan adalah pertukaran mata uang atau bilateral currency swap serta transaksi dengan mata uang lokal antarnegara (local currency settlement/LCS).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Pergerakan rupiah tak hanya dipengaruhi supply demand valuta asing untuk ekspor-impor, tapi terutama dari pergerakan modal asing," kata dia kepada Tempo, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Piter memberi contoh pergerakan modal asing tahun lalu, saat bank sentral Amerika Serikat menaikkan suku bunga acuan Fed’s Fund Rate (FFR) beberapa kali. Saat itu, kata dia, rupiah melemah signifikan. Padahal saat itu Indonesia sudah memiliki perjanjian bilateral swap dengan beberapa negara.
Meski demikian, Piter mengatakan pembatasan pemakaian dolar AS dalam transaksi dagang perlu dioptimalkan untuk mengantisipasi lonjakan kebutuhan valuta asing dalam membiayai ekspor-impor. "Skema ini juga lebih mudah untuk dikontrol dibandingkan dengan upaya perbaikan struktur modal asing yang gampang-gampang susah," katanya.
Kepala Departemen Pengembangan Pasar Keuangan Bank Indonesia, Yoga Affandi, mengatakan LCS telah terwujud dengan Bank Negara Malaysia dan Bank of Thailand sejak Januari 2018. Hingga pekan kedua Desember 2018, total transaksi LCS menggunakan baht Thailand (THB) dan ringgit Malaysia (MYR) masing-masing mencapai US$ 1,5 miliar dan US$ 495 juta. "Untuk efektivitasnya, tentu akan kami kaji dan melihat berbagai hal untuk meningkatkan volumenya," ujarnya, kepada Tempo.
Kerja sama LCS dilakukan berdasarkan pertimbangan jalinan hubungan perdagangan yang era-tantara Indonesia dengan Thailand dan Malaysia. Adapun kedua negara tersebut masuk daftar sepuluh besar mitra dagang utama Indonesia. Bank Indonesia pun telah menerbitkan peraturan penyelesaian transaksi perdagangan bilateral menggunakan mata uang lokal, yang tertuang dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 19/11/PBI/2017.
Yoga menuturkan bahwa upaya tersebut diharapkan akan membantu mengurangi ketergantungan perdagangan yang selama ini sangat mengandalkan dolar AS. Dengan demikian, pasar mata uang regional dapat berkembang dan memperkuat akses pelaku usaha dalam membayar kewajibannya menggunakan mata uang lokal. Dia mengatakan ke depan tak tertutup kemungkinan bank sentral juga akan memperluas kerja sama tersebut dengan negara lain. "Kami sedang mengkaji hal itu."
Untuk kebijakan bilateral swap, Deputi Gubernur Bank Indonesia, Dody Budi Waluyo, mengklaim hal itu telah berjalan efektif dengan sejumlah negara. Hal itu di antaranya untuk memfasilitasi perdagangan dan investasi antarpelaku ekonomi kedua negara, menggunakan mata uang lokal masing-masing. "Ke depan, kerja sama semacam ini akan diperkuat dan diperluas," katanya. GHOIDA RAHMAH
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo