Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu mengatakan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap enam pekerja PT Portal Media Nusantara atau Pinusi.com merupakan bentuk diskriminasi yang dilakukan manajemen perusahaan media tersebut. Ninik menyebut manajemen Pinusi.com telah membedakan status di antara pekerja, seperti tidak diberikan kontrak kerja, gaji layak, hingga PHK ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Dan hak pekerjanya adalah mendapatkan reward sebagaimana seharusnya. Dalam hal ini Pinusi.com sudah melakukan diskriminasi terhadap para pekerjanya," kata Ninik dalam diskusi publik bertajuk 'Waspada Media Tak Bertanggungjawab' di Jakarta, seperti dikutip dalam keterangan tertulis pada Jumat, 10 Januari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pada 3 Juni 2024, enam pekerja Pinusi.com telah mulai masuk kerja. Langkah itu berdasarkan draf kontrak yang dikirimkan manajemen Pinusi.com pada 2 Juni atau sehari sebelum para karyawan itu bekerja. Para pekerja ini tadinya mendapat kontrak kerja bersifat Perjanjian Kerja Bersama Berdasarkan Waktu Tertentu (PKWT) untuk masa kerja selama tiga bulan, terhitung sejak 3 Juni hingga 2 September 2024. Namun, sejak 1 Juli 2024, enam pekerja diputus hubungan kerjanya secara sepihak tanpa alasan.
Karena itu, Ninik mengatakan Dewan Pers akan mendukung setiap upaya pekerja Pinusi.com dalam mendapatkan hak-hak mereka. Salah satunya, kata Ninik, Dewan Pers akan menyurati manajemen Pinusi.com.
“Sekaligus kami di dalam surat itu mempertanyakan soal status para pekerja yang di dalam tata kelola perusahaan ternyata melakukan diskriminasi," kata dia.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Umum Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) Wahyu Dhyatmika mengatakan keberadaan serikat pekerja di setiap perusahaan media perlu untuk dibangun. Dia menyebut serikat pekerja di perusahaan media akan memberikan ruang bagi para karyawan untuk menyelesaikan masalah ketenagakerjaan secara internal.
"Saya menyatakan bersolidaritas dengan apa yang dialami kawan-kawan eks pekerja Pinusi. Semoga berhasil memperoleh haknya dengan dukungan AJI dan LBH Pers," kata Wahyu.
Sementara itu, Wahyu mengatakan asosiasinya juga telah mengatur untuk para anggota yang terdiri dari perusahaan media untuk mendukung serikat dan kelayakan upah pekerja. Selain itu, anggota AMSI juga mengadopsi Journalism Trust Initiative (JTI) yang merupakan sebuah standar media yang dibuat Reporters Without Borders. Saat ini setidaknya ada 30 anggota AMSI yang sedang berproses mendapatkan sertifikasi JTI.
"Kalau muncul kasus kayak Pinusi.com, maka mereka bisa kehilangan sertifikasi itu dan kehilangan akses pendanaan funding dan melunturnya kredibilitas mereka di dunia internasional. Sebab, keberadaan sertifikasi ini mengikuti sistem RSF dan diaudit lembaga independen," kata dia.
Menurut dia, kasus ketenagakerjaan seperti di Pinusi.com ini juga berpotensi melunturkan kepercayaan publik kepada media tersebut. Dia menyebut perusahaan media harus memprioritaskan perlindungan dan kesejahteraan pekerjanya, senyampang menyiarkan berita untuk kepentingan publik.
"Bagaimana media kita membawa kepentingan publik dan mengklaim memberitakan berdasarkan kepentingan publik kalau tidak bisa melindungi pekerja media," kata dia.