BISNIS dengan mengambil keuntungan dari turun naiknya kurs mata uang internasional sudah lama dilakukan orang. Tapi bila usaha itu dilakukan oleh sebuah perusahaan, rasanya, baru pertama kali terjadi. Dan usaha itu dilakukan PT Habitat yang berkantor di Jalan Gajah Mada, Jakarta. Habitat bukan penjual valuta asing, tapi perusahaan itu berfungsi sebagai pialang bagi mereka yang mau berspekulasi dengan kurs dolar terhadap empat mata uang asing lainnya: yen Jepang), DM, poundsterling, dan SWP (Swiss-Franc). Caranya sederhana. PT ini menyewa tempat, membeli komputer, yang bisa memonitor perkembangan kurs internasional (tele-rate) dari Reuters, A/P Dow Jones - yang sudah disaring kantor berita Antara dan kemudian menggaji sejumlah karyawan guna melayani para langganan yang mau berspekulasi tadi. Si pelanggan cukup mendaftar pada mereka. Lalu menyetorkan uang jaminan US$ 1.000. Setelah menandatangani aplikasi, mereka boleh langsung bermain: menebak, membeli, dan kemudian menjual dolar (pada rate tertentu) sesuai dengan pilihan mereka atau yang dipilihkan penasihat mereka yang terdiri atas karyawan Habitat. Perusahaan ini memang menyiapkan diri menjadi semacam biro iasa bagi nasabah (para pelanggan tadi) yang ingin mendapatkan keuntungan dari adanya selisih kurs. Sebagai pialang, mereka menghubungkan nasabahnya yang mengadakan transaksi pembelian atau penjualan dolar AS dengan pelbagai bank di luar negeri. Menurut Willy Bey Cholili, Direktur Operasi PT Habitat, salah satu di antaranya adalah dengan Citibank Singapura. Transaksi sengaja dipilih dengan empat mata uang dari negara industri, kata Willy lagi, "Agar transaksi bisa terus lancar." Semua aturan permainan disesuaikan dengan syarat pasar uang internasional. Misalnva, setiap kontrak/satu lot pembelian atau penjualan buat nasabah yang sudah menyetor uang jaminan US$ 1.000 dolar ditetapkan bernilai US$ 50.000. Artinya, setiap nasabah yang mengadakan transaksi berhak atas keuntungan sebanyak 50 kali lipat dari setiap satu lot kontrak. Contoh: Seorang nasabah pada 1 Mei 1987 membuka kontrak pembelian satu lot dolar (dibeli dengan DM). Kurs yang dipilihnya: US$ 1 sama dengan 1,658 DM. Maka, bila besoknya ia jual dan kurs ternyata berubah menjadi 1,659 DM, berarti nasabah tadi memperoleh keuntungan 50 kali lipat selisih kurs (1,659--1,658) X 50.000 X 1 DM = 50 DM. Atau jika kembali dikonversikan ke dalam dolar dengan kurs 1:1.659 menjadi sekitar US$ 31,8. Ini kalau spekulasinya bisa menjadi kenyataan. Tapi kalau sebaliknya, ia tentu bakal rugi. Kelihatannya mudah. Bayangkan, dari satu kali transaksi saja bisa didapat keuntungan sebesar itu. Tapi jangan cepat gembira. Sebab, ada pelbagai syarat - bisa disebut di aneka macam syarat itulah PT Habitat meraup laba - yang harus dipenuhi para nasabah. Salah satu di antaranya, setiap kali terjadi transaksi, seorang nasabah harus membayar komisi US$ 40 kepada Habitat. Jadi, sebenarnya, jika dihitung nasabah tadi masih akan tekor US$ 8,2 (US$ 40 - US$ 31,8). Ini kalau transaksi dilakukan tak lebih sehari setelah menetapkan pembelian. Jika lebih dari satu hari, dia harus membayar komisi US$ 60. Ditambah - nah ini dia yang terberat - beban bunga. Dengan kata lain, jika mau untung, seorang nasabah harus bisa memperkirakan perbedaan selisih kurs yang cukup besar. Misalnya, untuk kontrak pembelian dolar atas DM tadi, minimal dengan selisih 3 point. Memang, prinsip permainan tebaktebakan kurs ini, kalau Anda masih ingat, mirip dengan kegiatan perdagangan penyerahan kemudian (future trading) yang dihebohkan pada 1977 lalu. Tak ada dolar yang dibeli atau dijual. Seperti juga tak ada emas atau kacang-kacangan yang diterima atau diserahkan ketika dari mulai pengusaha hingga artis film sibuk permainan future trading tempo hari. Toh, PT Habitat atau singkatan nama PT Harapan Bintang Tatwa, pengelola kegiatan itu, beroperasi dengan legal. Mereka mendapat izin dari Menteri Perdagangan lewat Kanwil Departemen Perdagangan DKI, dengan Surat Izin Usaha Perdagangan Nomor 836, tanggal 8 November 1985. Sudah agak lama, memang. Dicukongi beberapa pria, di antaranya Lie Sang Ting, PT Habitat sejak beroperasi awal tahun lalu telah berhasil menjaring sekitar 30 pelanggan. Dari mereka perusahaan ini, menurut Willy, bisa meraup pendapatan sekitar US$ 28.000 per bulan. "Tinggal mencari sedikit lagi kami bakal bisa mencapai titik impas," kata bekas staf Bapindo kelahiran Palembang ini, sambil senyum. Dilengkapi dengan puluhan nomor telepon, kantor perusahaan ini kini kelihatan meyakinkan dengan lebih dari 30 karyawan di dalamnya. Sebagian besar disebut penasihat nasabah yang digaji Habitat, bukan oleh nasabah. Mereka inilah - yang jika perlu bisa diminta memberikan analisa perkiraan atas perkembangan keadaan internasional pada nasabah - sebelum memutuskan kontrak pembelian atau penjualan. Mereka juga bisa mewakili sepenuhnya para nasabah, dan hanya berhubungan pada waktu diperlukan lewat telpon. Para nasabah, terutama yang sibuk, tak jarang mempercayakan sepenuhnya pengelolaan deposit mereka pada para penasihat itu. Mula-mula, seperti juga pada future trading, tak terdengar keluhan. Mungkin karena para nasabah diuntungkan para penasihat itu. Tapi belakangan ini permainan itu jadi ramai dipergunjingkan. Gara-garanya: sejumlah pelanggan ramairamai mengadukan PT Habitat ke Polda Metro Jaya. Mereka merasa tertipu. Besar kerugian menurut mereka mencapai Rp 250 juta. PT Habitat, tentu saja, membantah. "Kalau kami melakukan penipuan, kami sudah lama diganyang pemerintah," ujar Willy pada Syatrya Utama dari TEMPO. Walhasil, kegiatan, yang sebelumnya belangsung diam-diam ini pun masuk koran. Namun, karena punya izin usaha yang sah, Habitat tampaknya tak gentar menghadapi bekas nasabahnya. Bahkan jika perlu ke pengadilan. Dan bisakah kasus ini sampai ke meja hijau agaknya masih teka-teki. Yang terang, sampai Kamis pekan lalu, PT Habitat masih tetap buka praktek. Memang tak seramai sebelumnya. "Nasabah kami sekarang tinggal 11 orang saja," kata Willy.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini