Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Pikir-pikir Holding Wisata

Bergabungnya perusahaan penerbangan carter dan kargo dinilai membingungkan.

11 November 2020 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Pesawat maskapai Garuda Indonesia di Terminal 3 Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, 28 Februari 2020. TEMPO / Hilman Fathurrahman W

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JAKARTA – Manajemen PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk menyatakan masih butuh waktu untuk menyesuaikan diri dengan rencana penggabungan korporasi pelat merah sektor penerbangan dan pariwisata. Direktur Garuda Indonesia Irfan Setiaputra mengatakan banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan sebelum Garuda melebur ke dalam kelompok usaha (holding) yang dirancang oleh Kementerian Badan Usaha Milik Negara tersebut.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Menghitung ke angka 100 kan dimulai dari satu dulu, perlu waktu,” ujarnya kepada Tempo, kemarin.

Irfan memastikan rencana pembentukan holding tetap berjalan sesuai dengan arahan pemerintah. Dia optimistis skema penggabungan usaha bakal menggenjot keuntungan perusahaan. Penggabungan usaha dengan BUMN sektor pelancongan pun diyakini bisa menumbuhkan bisnis emiten berkode perdagangan GIAA tersebut.

Merujuk pada paparan rencana pembentukan holding dan diskusi karyawan yang disosialisasikan secara internal oleh Kementerian BUMN sejak Oktober lalu, skema kelompok usaha tersebut akan melibatkan enam BUMN dan anak usahanya.

Keenamnya adalah PT Angkasa Pura I (Persero), PT Angkasa Pura II (Persero), PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk, PT Inna Hotels & Resorts, PT Sarinah (Persero), PT Pengembangan Pariwisata Indonesia atau ITDC, serta PT Taman Wisata Candi (Persero). Adapun PT Survai Udara Penas ditunjuk sebagai induk usaha.

Paparan itu mengungkapkan dua fase pembentukan holding penerbangan dan wisata. Fase pertama adalah pemberian inbreng alias setoran modal dari enam perusahaan kepada Penas yang akan dilakukan pada kuartal IV tahun ini. Fase kedua berupa restrukturisasi portofolio yang berlangsung hingga 2022. Di fase kedua itu, pemerintah membagi keanggotaan dalam empat kluster.

Empat kluster itu adalah kluster bandara yang diisi oleh Angkasa Pura I dan II; kluster penerbangan yang digarap Garuda Indonesia dan Pelita Air Service; kluster manajemen perjalanan yang beranggotakan lima korporasi, termasuk ITDC; serta kluster jasa aviasi dan logistik.

Presiden Direktur PT Angkasa Pura II, Muhammad Awaluddin, optimistis bisnis perusahaannya bisa cepat pulih dari dampak pandemi setelah penggabungan tersebut. Sejumlah peningkatan yang bisa dikejar, dia mencontohkan, adalah peningkatan standar pelayanan dan operasional, jangkauan ekspansi, pengembangan konektivitas nasional dan global, serta kapasitas sumber daya manusia. “Arena Angkasa Pura makin luas, tak hanya soal pengoperasian bandara,” ucap Awaluddin.

Sekretaris Perusahaan PT Angkasa Pura I, Handy Heryudhitiawan, sebelumnya memastikan perseroan menyambut pengembangan jangkauan holding dari sebelumnya hanya penerbangan menjadi ditambah dengan sektor pariwisata. "Memberi nilai tambah. Kami mengelola tiga dari lima bandara di destinasi pariwisata super-prioritas."

Direktur Utama Sarinah, Fetty Kwartati, mengatakan perusahaannya merencanakan pengoperasian toko bebas bea jika sudah tergabung dalam holding. “Sarinah dapat berperan sebagai manajemen retail dan operator toko bebas bea,” katanya. Toko retail bebas bea itu akan ditempatkan di Bandara Internasional Ngurah Rai, Bali; Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Banten; serta gerai Sarinah di DKI Jakarta.

Konsultan sekaligus pengamat penerbangan dari CommunicAVIA, Gerry Soejatman, meminta pemerintah memperjelas tujuan penggabungan sektor penerbangan dan wisata. Tipe bisnis yang berlainan, kata dia, bisa membuat kerja holding tak terarah. “Unsur aviasi yang diperlukan industri wisata hanya maskapai, dan cukup Garuda. Pelita yang carter dan kargo, kok, masuk? Membingungkan,” kata Gerry, kemarin.

Adapun bandara, menurut Gerry, merupakan prasarana umum yang digunakan oleh banyak sektor dan tak perlu difokuskan guna melayani wisata. Dia justru menyarankan pengembangan Garuda sebagai induk holding. “Dengan anak usaha berupa maskapai, hotel, dan usaha wisata lain, bisa menjadi lebih efektif.”

FRANSISCA CHRISTY ROSANA | YOHANES PASKALIS


Pikir-pikir Holding Wisata

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus