DEREGULASI itu bagaikan pedang bermata dua. Bisa menguntungkan, bisa juga melumpuhkan. Kalau alternatif kedua yang akan terjadi, pengusaha segera pasang kuda-kuda. Itulah kiat agar selamat. Kalau perlu, pengusaha bahkan mencoba agar deregulasi dibatalkan sama sekali. Contoh paling mutakhir adalah deregulasi kapal penangkap ikan bekas. Isu ini menggelinding, ketika Sudwikatmono -- selaku Ketua Gabungan Perusahaan Perikanan Indonesia -- mengusulkan agar Pemerintah membolehkan impor kapal bekas. Alasannya, saat ini lautan Indonesia membutuhkan 5.000 kapal penangkap ikan. Jika dibandingkan jumlah yang ada sekarang (2.800 unit), masih kurang 2.200 kapal. Mungkin, itu pula yang menyebabkan usul tersebut disetujui Menteri Pertanian Wardoyo. Dan kabarnya, beliau meneruskan usul itu kepada Menristek Habibie, selaku ketua Badan Pengembangan Industri Strategis yang membawahkan industri perkapalan. Belum lagi disetujui, muncul protes dari kalangan industri perkapalan yang tergabung dalam Ikatan Perusahaan Industri Kapal Nasional Indonesia (Iperindo). Mereka keberatan jika Pemerintah membuka kran impor kapal bekas. Jika dilakukan juga, akan banyak galangan kapal yang gulung tikar. Keterangan ini diperkuat oleh Irawan Satyadipura, Dirut PT Dok dan Perkapalan Kodja Bahari. Katanya, 173 galangan kapal yang ada di Indonesia dalam setahun mampu membuat kapal baru dengan kapasitas 130.000 DWT (bobot mati). Saat ini, kapasitas itu baru terpakai separuhnya. Berarti, masih banyak galangan kecil yang tidak kebagian order. Begitu pula kapasitas reparasi kapal (3 juta ton setahun) yang baru terpakai 2,5 juta ton. "Jadi, kenapa mesti impor?" katanya mendebat. Irawan mengingatkan bahwa harga yang dipasang oleh galangan lokal tak kalah murah jika dibandingkan kapal impor. Juga kualitasnya. "Dibandingkan buatan Singapura, misalnya, produksi kita lebih bagus," kata Irawan sedikit berpromosi. Upaya Iperindo untuk membendung impor kapal bekas, belakangan mendapat dukungan dari Menteri Habibie. Pekan lalu di Bogor, Habibie menyatakan bahwa Pemerintah tak akan membuka keran impor kapal bekas. Alasannya, selain akan merugikan galangan kapal nasional (yang sudah menampung ratusan ribu tenaga kerja), menggunakan kapal bekas tidaklah efisien. Harganya lebih murah, "Tapi biaya operasinya besar sekali," tandas Habibie. Ternyata, banyak pengusaha industri perikanan yang sependapat dengan Habibie. Beberapa pengusaha yang tak mau disebutkan namanya mengakui bahwa Indonesia memang mampu membuat kapal penangkap ikan dengan harga bersaing. Namun, itu bukan berarti jumlah kapal yang ada sudah mencukupi. Hingga saat ini, potensi lautan Indonesia baru dimanfaatkan sebesar 12%. Sedangkan kekayaan laut di zona ekonomi eksklusif (100% diperuntukkan bagi kepentingan ekspor), baru dimanfaatkan 30%. "Jadi, persoalannya terletak pada kebutuhan menambah armada dengan segera," kata salah seorang pengusaha itu. Untuk itu tak harus mengimpor kapal bekas, seperti yang disarankan Sudwikatmono. "Pengusaha kita bisa melakukan kerja sama dengan pengusaha-pengusaha asing," kata sumber yang tak mau disebut namanya itu. Bekerja sama dengan pengusaha Rumania, misalnya. Ketika berkunjung ke Indonesia beberapa bulan lalu, Wakil Perdana Menteri Rumania pernah menawarkan hal itu. Budi Kusumah dan Wahyu Muryadi
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini