Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Pemerintah berencana mengucurkan PMN tahun 2024 senilai total Rp 41,8 triliun.
BUMN memiliki fungsi ganda, yaitu mencari keuntungan dan melaksanakan pembangunan.
BUMN yang kinerjanya buruk tidak layak mendapat PMN.
Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir mengusulkan penyertaan modal negara (PMN) tambahan 2024 senilai Rp 13,6 triliun untuk tujuh perusahaan milik negara. Sebelumnya, pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat menyetujui pemberian PMN 2024 sebesar Rp 28,16 triliun. Dengan demikian, pada 2024, pemerintah akan menyiapkan PMN senilai total Rp 41,8 triliun.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Erick, suntikan dana ini dibutuhkan untuk menuntaskan proyek-proyek penugasan dan meningkatkan kesehatan keuangan BUMN. "Kami akan terus mendorong penyehatan dan penugasan," ujarnya saat rapat kerja dengan Komisi VI DPR, Selasa, 19 Maret 2024. Dalam rapat itu, dia juga mengusulkan PMN 2025 senilai Rp 44,24 triliun untuk keberlanjutan program 16 BUMN.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca juga infografik:
Injeksi Modal untuk BUMN
Dikutip dari laman Direktorat Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan, PMN adalah pemberian dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau penetapan cadangan perusahaan atau sumber lain dengan tujuan sebagai modal yang akan dikelola BUMN.
Penyaluran PMN dilakukan dengan dua skema, yakni tunai dan nontunai. Sebagai contoh, dalam APBN 2024, penerima PMN nontunai adalah PT Dirgantara Indonesia (Persero) melalui PT Len Industri (Persero) sebagai holding. PMN nontunai diberikan dalam bentuk konversi utang pokok menjadi tambahan modal sebesar Rp 649,2 miliar.
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics Mohammad Faisal menyebutkan penyaluran PMN penting sebagai modal awal, khususnya bagi BUMN yang mendapat penugasan pembangunan. “Penyertaan modal penting bagi pembangunan tahap awal,” ujarnya kemarin.
Dia menjelaskan, BUMN memiliki fungsi ganda, yaitu mencari keuntungan dan melaksanakan pembangunan umum. Faisal menambahkan, banyak proyek penugasan dari pemerintah yang tidak bersifat komersial. Misalnya proyek pembangunan jalan tol Trans Sumatera yang kurang menguntungkan bagi swasta. “Di sinilah BUMN masuk tahap awal pembangunannya.”
Seleksi Ketat BUMN Penerima Modal
Meski demikian, ia menilai, pemerintah perlu menyeleksi secara lebih ketat perusahaan pelat merah yang hendak diberi suntikan modal. Pasalnya, masih ada BUMN yang kinerjanya tidak sehat, baik dari sisi manajemen keuangan, sumber daya manusia, maupun kelembagaan. Ia berujar, PMN seharusnya tidak diberikan kepada perusahaan semacam itu. “Nantinya PMN malah digunakan untuk menutupi ketidaksehatannya.”
Pemberian PMN yang kurang efektif juga akan membuat penggunaan anggaran negara menjadi kurang efisien. Misalnya, dana PMN lebih banyak digunakan untuk membeli barang modal ketimbang kebutuhan operasional. Beberapa BUMN, seperti perusahaan migas atau perusahaan yang sedang mengerjakan jalan tol Trans Sumatera, ucap dia, memiliki kinerja keuangan yang bagus dan perlu dukungan PMN.
Menteri BUMN Erick Thohir bersama Direktur Utama PT Hutama Karya (Persero) Budi Harto melihat data kemajuan pembangunan jalan tol Padang-Pekanbaru di Sicincin, Padang Pariaman, Sumatera Barat, 6 Maret 2024. ANTARA/Muhammad Arif Pribadi
Adapun analis senior Indonesia Strategic and Economic Action Institution, Ronny P. Sasmita, menyatakan banyak BUMN dengan kinerja yang tidak sehat, terutama BUMN sektor konstruksi yang mendapat penugasan proyek-proyek infrastruktur. Karena itu, tidak mengherankan jika beberapa BUMN memiliki utang yang menumpuk.
Beberapa BUMN karya memiliki kewajiban besar yang hampir menyamai jumlah asetnya. Laporan keuangan kuartal III 2023 PT Waskita Karya (Persero) Tbk memaparkan liabilitas perusahaan sebesar Rp 84,1 triliun dengan aset Rp 96,5 triliun. Pada periode yang sama, laporan perusahaan PT Wijaya Karya (Persero) Tbk menyajikan liabilitas Rp 55,6 triliun dengan aset Rp 66,6 triliun.
Ronny mengatakan efektivitas PMN di BUMN karya belum jelas karena beban utangnya sangat besar dan terus-menerus dibebani penugasan oleh pemerintah. Kondisi ini berpotensi membutuhkan PMN setiap beberapa tahun sekali. Sebaliknya, ia mengimbuhkan, Defend ID yang memiliki peran strategis masih layak menerima PMN. “Dengan syarat, transparansi dan efektivitas penggunaan anggarannya diperjelas,” ia mengungkapkan.
Petugas KAI melakukan perawatan lokomotif di Depo Lokomotif Daop 2, Bandung, Jawa Barat, 19 Maret 2024. ANTARA/Raisan Al Farisi
Dividen Bukan Satu-satunya Tolok Ukur
Erick Thohir juga mengatakan saat ini besaran dividen dari perusahaan pelat merah sudah lebih tinggi dari PMN yang diberikan pemerintah. “Perbandingan antara dividen dan PMN sekitar 55 persen (dividen) banding 45 persen (PMN),” katanya.
Ronny membenarkan jumlah setoran dividen BUMN secara keseluruhan memang lebih besar dari PMN. Namun, dia menimpali, kebanyakan dividen datang dari BUMN yang memang tidak bermasalah, seperti dari sektor perbankan. “Dengan kata lain, BUMN yang bermasalah, ya, tetap bermasalah.”
Berdasarkan data APBN Kinerja dan Fakta, dividen dari BUMN pada 2023 sebesar Rp 82,06 triliun atau tumbuh 102,13 persen dibanding pada 2022. Setoran dividen didominasi oleh BUMN perbankan sebesar Rp 40,84 triliun. Sedangkan setoran dividen BUMN non-perbankan sebesar Rp 41,22 triliun.
“Kenaikan dividen tersebut antara lain berasal dari kinerja keuangan PT Pertamina, PT Telekomunikasi Indonesia, PT Pupuk Indonesia, PT PLN, dan PT Pelabuhan Indonesia yang makin membaik pada tahun buku 2022,” demikian tertulis dalam laporan kinerja APBN.
Ronny menyatakan efektivitas PMN tidak hanya diukur dari besarnya setoran dividen secara keseluruhan, tapi juga harus dilihat dari kinerja setiap BUMN. Dia berpendapat, BUMN yang tidak mendatangkan keuntungan tapi menjalankan fungsi publik masih layak mendapat PMN. Adapun BUMN yang tidak menguntungkan dan tidak pula menjalankan fungsi publik tak layak menerima kucuran PMN.
***
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo