Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Perusahaan ride hailing inDrive mengakui saat ini masih berdiskusi dengan pemerintah soal status pekerja bagi pengemudi ojek online (ojol) yang belakangan kembali menuai polemik. Para pengemudi ojol dari berbagai platfrom belakangan ramai menggelar aksi untuk mempersoalkan status mitra yang selama ini berlangsung dengan platform dianggap merugikan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Presiden inDrive Mark Loughran mengatakan status pengemudi ojol di platformnya saat ini juga masih berstatus mitra. “Statusnya masih mitra. Kami terus melakukan audiensi untuk menerapkan aturan yang berdampak positif bagi aplikator maupun driver,” kata Mark kepada awak media di kawasan Jakarta Pusat, Rabu, 27 Februari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Meski berstatus mitra, Mark mengklaim, para pengemudi ojol di inDrive hanya terkena potongan komisi yang kecil. Dia mengatakan inDrive tak ingin memberatkan para pengemudi, tapi ingin terlibat dalam mendorong kesejahteraan mereka. Karena itu, inDrive diklaim berbeda dengan platform lain.
“Mitra kami masih menikmati kompensasi yang lebih,” kata Mark.
Selain itu, Mark juga menanggapi adanya dorongan dari para pengemudi ojol yang meminta tunjangan hari raya (THR) dibayarkan oleh platform. Menurut Mark, soal THR ini perusahannya juga masih berdiskusi dengan pemerintah terkait skema yang akan ditawarkan masing-masing platform. Ia pun membuka peluang untuk memberikan bonus bagi pengemudi inDrive mengganti THR.
“Kami terus berdiskusi dengan pemerintah. Tahun lalu inDrive menawarkan bonus,” kata Mark.
Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI) mendesak Kementerian Ketenagakerjaan untuk menegakkan kepastian hukum atas hak pengemudi ojol, taksi online (taksol) dan kurir mendapatkan Tunjangan Hari Raya (THR). SPAI menyatakan akan mengawal desakan ini agar platform membayar THR sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan.
“Kebijakan populis ini terus kami kawal untuk memastikan terpenuhinya hak kami mendapatkan THR,” kata Ketua SPAI Lily Pujiati dalam keterangan tertulis, dikutip Selasa, 25 Februari 2025.
ily mengatakan selama 10 tahun terakhir, perusahaan platform hanya mengakui status pengemudi mitra, sehingga mengabaikan Undang-Undang Ketenagakerjaan. Sikap platfrom ini dianggap preseden dan berdampak buruk pada iklim investasi di Indonesia karena melanggar hak asasi pengemudi untuk mendapatkan pekerjaan manusiawi dan pendapatan layak.
“Aturan ini untuk menolak Undang-Undang Ketenagakerjaan yang mewajibkan platform untuk mengakui pengemudi ojol sebagai pekerja dan memenuhi hak-hak pekerja,” kata dia.
Selain itu, Lily mengatakan, kemitraan juga menciptakan persaingan usaha yang tidak sehat karena perusahaan platform mendapat keistimewaan dengan melepaskan tanggung jawabnya dalam memenuhi hak pekerja seperti membayar THR, upah minimum, upah lembur, cuti haid dan melahirkan yang dibayar.
Dia menilai hubungan kemitraan dengan model kerja fleksibilitas telah membuat industri platform bertumbuh dan berkembang di atas kerentanan kerja dan pendapatan yang tidak menentu bagi pengemudi ojol.
“Fleksibilitas kerja selalu didengungkan oleh platform seperti Gojek, Grab, Maxim, Shopee Food, Lalamove, InDrive, Deliveree, Borzo dan lainnya. Fleksibilitas ini justru semakin membebankan pengemudi secara finansial di tengah ketidakpastian ekonomi saat ini,” kata Lily.
Menurut Lily, fleksibilitas ini menciptakan upah (tarif) murah dan potongan platform di atas ketentuan 20 persen yang merugikan pengemudi. Fleksibilitas juga menciptakan perbudakan modern karena jam kerja yang panjang dan memaksa pengemudi bekerja di atas standar 8 jam kerja yang berisiko tinggi pada kecelakaan kerja di jalan raya.
PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk, pemilik platform digital penyedia layanan transportasi online Gojek, menanggapi permintaan dari pemerintah dan pengemudi online agar memberi THR kepada para pengemudi ojol. GoTo menyatakan pengemudi bukanlah karyawan perusahaan mereka.
Chief of Public Policy & Government Relations GoTo Group Ade Mulya mengatakan para pengemudi online hingga saat ini berstatus sebagai mitra perusahaan. "Para driver merupakan mitra mandiri yang memiliki fleksibilitas dalam mengatur waktu dan jam kerja mereka, bukan karyawan tetap," kata Ade melalui keterangan tertulis pada Selasa, 18 Februari 2025.
Meski begitu, Ade menyatakan GoTo bersedia memberikan bonus hari raya. Dia tidak menyebutkan bentuk bantuan tersebut. Ade merujuk bantuan itu dengan nama Tali Asih Hari Raya. Saat ini, kata Ade, perusahaannya sedang membahas pemberian bantuan tersebut di Lebaran 2025 untuk pengemudi Gojek.
Dia menyampaikan GoTo berkomitmen membantu sesuai dengan kapasitas dan kemampuan perusahaan. "Tahun ini, sebagai bentuk kepedulian dan itikad baik perusahaan, Gojek tengah berkoordinasi intensif dengan Kementerian Ketenagakerjaan untuk membahas Tali Asih Hari Raya," ucap dia.
Ade mengklaim GoTo terus berupaya meningkatkan kesejahteraan mitra meski mereka bukan karyawan perusahaan. "Salah satu wujud nyata komitmen kami adalah pemberian saham gratis kepada mitra driver saat Initial Public Offering (IPO) GoTo pada tahun 2022," ujar Ade.
Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker) Immanuel Ebenezer atau Noel sebelumnya menyatakan dukungan untuk tuntutan THR dari serikat pengemudi online. "Tuntutan ini menurut kami sebagai negara itu adalah tuntutan yang logis dan wajar," kata Noel saat menyambangi aksi para pengemudi online di Kantor Kementerian Ketenagakerjaan, Jakarta pada Senin, 17 Februari 2025.
Pilihan Editor: Status Ojek Online: Mitra atau Pekerja Perusahaan Aplikasi?