Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Porsi dari perla

Ikatan konsultan indonesia (ikindo) mengadakan dia log dengan dirjen perla, haryono nimpuno, tentang ke mampuan konsultan nasional, jasa konsultasi konsul-tan asing masih lebih baik.

7 April 2008 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KARCIS Rp 5000 untuk makan bersama siang itu pasti menyenangkan bagi mereka yang tergabung dalam Ikatan Konsultan Indonesia (IKINDO). Tamu kehormatan mereka adalah Dirjen Perla Haryono Nimpuno yang ditemani oleh dua pembantu utamanya -- udjono dan Ruskandi. Dialog mereka yang berlangsung minggu lalu di Hotel Horison, sementara mata lepas memandang ke Teluk Jakarta jelas berthema: Pakailah Jasa Konsultan Indonesia! Itu memang sejalan dengan kebijaksanaan pemerintah, terbukti dengan sudah diadakannya Tim Pembina Pengembangan Konsultasi Indonesia oleh Menpan J.B. Sumarlin. Tapi adalah perusahaan asing yang masih menikmati porsi terbesar dari penugasan pemerintah. Kebetulan pemerintah, dengan berbagai macam proyek Repelita, merupakan klien terbesar dalam bisnis konsultasi Indonesia. Terutama bila menyangkut pembiayaan dollar dan non-rupiah lainnya, proyek itu selalu terkena persyaratan konsultasi dari negara asing yang memberi pinjaman ataupun grant (bantuan cuma-cuma) yang, tentu saja memberi prioritas pada perusahaan dari negerinya. Bila enyangkut pembiayaan rupiah tok, prioritas konsultasi bisalah pergi ke perusahaan Indonesia. Tapi secara berangsur kini mungkin kesempatan telrbuka bagi partisipasi perusahaan Indonesia untuk proyek dollar, a.l. karena adanya sifat untied aid, yaitu bebas membelanjakan bantuan dari beberapa negara kreditor. Jelas kemungkinan itu sedang diusahakan pemerintah dengan World Bank dan Asian Development Bank. Multi-Komplex Jika kesempatan itu akhirnya diperoleh, akan menjadi persoalan pula apakah ada kemampuan perusahaan Indonesia menjual jasa setaraf dengan perusahaan asing. Khusus di bidang Ditjen Perla rupanya kesempatan itu sudah banyak terbuka, dan sikap Haryono Nimpuno jelas cenderung memilih perusahaan Indonesia. Tapi, kata Dirjen Perla, masih banyak terdapat kelemahan pada perusahaan nasional. "Perlu dicari wayout (jalan keluar) untuk mengatasi kelemahan kita." Dia dan stafnya menunjukkan kelemahan terutama dalam hal: penyusunan laporan, analisa ekonomi-keuangan dan transportasi, penelitian teknis yang perlu menggunakan laboratorium. Dianjurkannya supaya dibina kerjasama riset dengan lembaga pendidikan seperti ITB. Selain itu, dimintanya kesadaran banwa adalah tidak mungkin bagi perusahaan bekerja sendiri, hingga perlu secara bersam membina suatu konsorsium untuk rnerangani proyek yang multi-komplex. Apa itu? Studi transportasi, survei khusus lautan, penelitian tanah di lautan, soal pengendapan, tentang kerja pengerukan, studi lokasi dan tata-muka pelabuhan, rencana-induk pelabuhan, konstruksi, disain, supervisi, soal program pantai semua itu adalah sedikit contoh proyek bidang Perla yang- meminta jasa konsultasi. Tidak gampang.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus