Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Dari kulkas sampai celana dalam

Ditjen pajak melarang garage sale, penjualan barang bekas oleh orang asing yang akan meninggalkan indonesia. penjualan harus melalui kantor lelang negara. (eb)

7 April 2008 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

CERITANYA bermula ketika Januar Imam, kepala Kantor Lelang Negara (KLN) Jakarta suatu hari omong-omong dengan seorang kenalannya dari Kedubes Belanda. Sang kenalan, di tengah suatu pesta koktil, bicara tentang satu hal yang rupanya belum pernah didengar oleh kepala KLN itu: garage sale, yakni penjualan barang bekas yang sejak lama dilakukan orang asing -- umumnya dari Barat -- sebelum mereka meninggalkan Indonesia. Januar pun melakukan pengecekan. Kesimpulannya: garage sale ternyata memenuhi semua unsur untuk disebut lelang. Ada usaha menarik peminat, ada unsur persaingan di antara peminat, dan harga yang dipasang juga masih bisa ditawar. Maka akhir Oktober lalu, lewat iklan ukuran seperempat halaman di beberapa koran, Ditjen Pajak memperingatkan agar garage sale tak lagi dilakukan. Dengan kata lain, penjualan macam itu harus lewat kantor lelang. Adakah pengumuman Ditjen Pajak itu akan dipatuhi oleh orang asing, seteah sejak dulu dengan aman mereka melakukan garage sale? Sarnpai pekan lalu ternyata masi ada 'lelang' barang bekas itu. Sebuah rumah orang Amerika di Kebayoran Baru, yang rupanya biasa digunakan sebagai tempat menjual barang bekas itu, ramai dikunjungi orang. Mobil banyak diparkir di pelataran. Para ibu bersama anaknya yang baru pulang sekolah, atau diantar sang suami, tampaknya merasa betah di situ. Apa saja yang tak mereka tawar dan beli. Mulai dari kulkas, mesin cuci otomatis, proyektor film, barang pecah-belah, tape recorder, mainan anak-anak sampai pun sepatu bekas. Pungli Pemandangan seperti itu juga terdapat di kediaman seorang Jerman Barat di Jl. Jambu, Jakarta. Mereka umumnya masih santai menjual barang-barang bekas yang digemari orang-orang Indonesia itu. "Kami tak mengetahui ada pengumuman seperti itu," kata orang asing yang di Kebayoran itu. Apa bayar pajak? "Memang ada petugas pajak yang mencatat harga barang-barang kami dan kami harus membayar 155 dari harga penjualan," jawabnya kesal. Tapi setelah dicek, tesnyata-tak ada petugas pajak yang ditugaskan memungut dari situ. Pungli, rupanya. Menurut peraturan, pembeli barang lelang diwajibkan membayar bea 9% dan uang 'miskin' 0,1%. Penjualnya hanya dikenakan bea 3% dari harga penjualan. KLN sendiri sudah mengirim surat ke Sekjen Deplu, minta agar pengumuman dari Ditjen Pajak itu disebar-luaskan. Tapi Januar tak tahu apakah itu sudah sampai pada warga asing di Indonesia. "Ini kan masih masa transisi," katanya. Tapi ada juga seorang asing yang, menurut Januar, datang sendiri ke kantornya dan mengaku telah membuat pelanggaran. Maka kepala KLN itu menilpun pihak Kejaksaan. Kompromi akhirnya tercapai. Orang asing itu diminta memperinci sendiri berapa besar penjualannya. Pajak pun ia bayar. Cuma Rp 11 ribu. Lho, kok sedikit amat? "Habis, penjualnya mengaku yang terjual hanya bajubaju bekas," kata Januar. Satu stel jas buatan Jerman yang masih baik, biasanya dihargai antara Rp 8.000 sampai Rp 10 ribu. Tapi kalau minta dikurangi Rp 2.000 barang dilepas. Sepatu wanita bertumit tinggi mintanya Rp 500. Mesin tik Olivetti standar Rp 35.000. Dan sebuah buku saku ternyata harganya sama dengan sepotong celana dalam wanita - bekas tentu saja Rp 500. Seorang wanita Jerman di Jl. Jambu bahkan memasang harga Rp 300 untuk sepasang sandal wanita yang tampak kumal. Tak semua orang rupanya tertarik untuk main beli pakaian bekas itu. Seorang wanita Indonesia yang membantu meladeni suatu garage sale di Jl. Prapanca Buntu, Kebayoran Baru berkomentar: "Saya saja yang nggak punya risih untuk membeli baju bekas. Apalagi celana dalam."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus