Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
RE100 meminta Presiden Jokowi mengegolkan power wheeling dalam RUU EBET.
Jika pengembangan listrik energi baru lambat, investor asing akan pindah ke Vietnam.
Perusahaan swasta kian gencar mengembangkan pembangkit energi baru dan energi terbarukan.
SEPUCUK surat dilayangkan RE100 kepada Presiden Joko Widodo pada Jumat, 6 September 2024. Melalui surat itu, RE100 mendesak pemerintah menggenjot transisi energi. Salah satu caranya adalah mengegolkan skema power wheeling atau penggunaan jaringan bersama khusus energi terbarukan. “Untuk mendorong investasi bisnis dalam transisi energi di Indonesia,” demikian petikan surat yang diteken Direktur Utama Climate Group, yang mewakili RE100, Helen Clarkson.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
RE100 adalah lembaga hasil inisiatif 430 perusahaan internasional yang berkomitmen menggunakan listrik dari sumber energi terbarukan paling lambat pada 2050. Saat ini ada 121 perusahaan anggota RE100 yang beroperasi di Indonesia. Di antaranya Nike, Microsoft, Panasonic, Google, Apple, dan Unilever. Angka konsumsi listrik anggota RE100 di Indonesia mencapai 2,1 terawatt-jam (tWh), setara dengan 0,74 persen dari total penjualan listrik PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN pada 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Melalui surat yang juga ditembuskan kepada presiden terpilih Prabowo Subianto itu, RE100 meminta pemerintah meningkatkan target energi terbarukan dalam pembaruan rencana kebijakan energi nasional serta kebijakan lain. Lembaga yang berkantor di London, Inggris, ini menyatakan cara tersebut bisa mempercepat pencapaian nol emisi karbon atau net zero emission sekaligus memungkinkan Indonesia mendapatkan manfaat ekonomi dan sosial dari transisi energi.
Kepada Tempo pada Rabu, 11 September 2024, Kepala RE100 Climate Group Ollie Wilson mengatakan anggota kelompoknya bakal menambah investasi di Indonesia hingga miliaran dolar Amerika Serikat. Namun, dia menambahkan, investasi tersebut mesti ditunjang dengan pasokan energi terbarukan. “Jika tidak, perusahaan-perusahaan internasional dan rantai pasokan mereka akan pindah ke negara lain, seperti Vietnam, yang memiliki peran lebih besar untuk energi terbarukan dalam perekonomian dan bauran energinya,” ucapnya.
Agar investasi mengalir, RE100 menekankan tiga hal: penetapan target bauran energi terbarukan minimal 34 persen pada 2030, percepatan proyek energi terbarukan masuk ke jaringan listrik PLN, dan adanya dorongan mekanisme yang memfasilitasi pengadaan langsung antara korporasi dan produsen listrik, termasuk dengan skema power wheeling khusus energi baru dan terbarukan.
Power wheeling adalah skema pemanfaatan bersama jaringan transmisi listrik oleh pemilik pembangkit listrik dan PLN. Dalam draf Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Energi Terbarukan atau RUU EBET, ada klausul yang menyebutkan produsen listrik swasta energi baru dan energi terbarukan dapat menyalurkan listrik dari satu wilayah usaha ke wilayah usaha lain dengan menyewakan jaringan transmisi milik PLN kepada konsumen tertentu. Saat ini produsen listrik swasta hanya bisa menjual listrik kepada PLN. Penyaluran listrik dari pembangkit ke konsumen hanya bisa dilakukan oleh PLN.
Masuknya power wheeling ke Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Energi Terbarukan lantas dipersoalkan PLN, akademikus, dan sebagian anggota Dewan Perwakilan Rakyat. Mereka menganggap skema ini meliberalkan sistem kelistrikan karena PLN tak lagi menjadi pembeli dan penjual tunggal tenaga listrik. Tapi, menurut Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Eniya Listiani Dewi, konsep power wheeling ini masih terbatas. “Liberalisasi dan penjualan retail tidak boleh,” ujarnya.
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Eniya Listiani Dewi saat menghadiri forum Indonesia Sustainable Energy Week (ISEW) 2024 di Jakarta, Selasa 10 September 2024. TEMPO/Tony Hartawan
Menurut Eniya, saat ini ada 65 wilayah usaha non-PLN yang memiliki potensi energi terbarukan cukup besar. Setelah regulasi baru terbit, dia berharap penyediaan listrik dari energi terbarukan, terutama oleh pihak swasta, akan makin banyak. Apalagi, dia melanjutkan, kebutuhan dana untuk membangun pembangkit listrik dan jaringan transmisi listrik cukup besar, yaitu Rp 1.600 triliun. “Dari mana dananya kalau tidak dikoordinasikan dengan swasta? Yang pasti, transmisi dipegang oleh negara,” ujar Eniya, yang juga membenarkan kabar bahwa pemerintah telah menerima masukan RE100.
Surat dari RE100 ibarat cambuk yang bakal memacu pengembangan energi baru dan energi terbarukan. Apalagi ada "tekanan" berupa ancaman larinya para investor ke negara lain jika pemerintah tak segera menyediakan energi bersih yang mencukupi kebutuhan mereka.
Di sisi lain, saat ini cukup banyak perusahaan yang melirik pengembangan energi baru dan terbarukan. PT Pertamina (Persero), misalnya, terus menggenjot pengembangan energi panas bumi. Anak usaha Pertamina, PT Pertamina Geothermal Energy atau PGE, mengelola potensi energi hingga 672,5 megawatt.
Direktur Utama PGE Julfi Hadi menargetkan peningkatan kapasitas terpasang menjadi 1 gigawatt dalam dua tahun ke depan. Menurut dia, PGE memiliki potensi cadangan panas bumi hingga 3 gigawatt di 10 wilayah kerja yang dikelola secara mandiri. “Kami memiliki kapasitas dan potensi cadangan yang besar untuk dikembangkan,” katanya seperti dilansir Kantor Berita Antara pada Kamis, 5 September 2024.
PT Adaro Energy Indonesia Tbk juga mengembangkan proyek-proyek energi hijau. Kepala Komunikasi Korporat Adaro Energy Indonesia Febriati Nadira mengatakan perseroan berpartisipasi dalam tender berbagai pembangkit listrik terbarukan. Sejak 2018, Adaro telah membangun pembangkit listrik tenaga surya atap dengan kapasitas 130 kilowatt-peak (kWp) di Kelanis, Kalimantan Tengah, untuk memenuhi kebutuhan listrik di area tambang Adaro. Adaro juga mengembangkan PLTS terapung dengan kapasitas 468 kWp.
Proyek energi terbarukan lain milik Adaro adalah Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Mentarang Induk berkapasitas 1.375 MW. PLTA itu rencananya beroperasi pada 2030 dan menyediakan energi untuk kawasan industri hijau di Kalimantan Utara. “Proyek ini akan makin menegaskan komitmen kami terhadap energi hijau,” tutur Febriati.
Ihwal dinamika kebijakan power wheeling yang menuai pro-kontra, Febriati mengatakan perusahaan akan mematuhi kebijakan yang dipilih pemerintah. Kendati demikian, ia melihat skema berbagi jaringan sejatinya sudah diterapkan di banyak negara. “Namun tentunya pemerintah akan menyesuaikan yang terbaik untuk kondisi Indonesia.”
Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform Fabby Tumiwa mengatakan saat ini pilihan penggunaan energi terbarukan sangat terbatas. Sebab, dia menjelaskan, pengembangan energi baru dan energi terbarukan selalu harus menunggu PLN, kebijakan energi nasional, juga rencana usaha penyediaan tenaga listrik. Penyebab lain lambatnya penyediaan energi baru adalah kondisi PLN yang mengalami kelebihan produksi listrik.
Selain itu, ladang energi terbarukan kerap jauh dari kawasan industri yang membutuhkannya. Karena itu, Fabby melihat skema power wheeling energi terbarukan dapat menjadi peluang bagi pengembangan energi terbarukan. “Power wheeling membuka kesempatan untuk kita memanfaatkan potensi energi baru dan energi terbarukan yang stranded atau menunggu dibeli PLN,” ujarnya.
Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies Bhima Yudhistira melihat skema power wheeling dengan pembatasan tertentu dari pemerintah tidak bakal merugikan PLN. Di sisi lain, hal ini membuka peluang bagi pelaku usaha dan komunitas skala kecil-menengah untuk memakai transmisi PLN. Bhima berujar, jual-beli listrik dengan transmisi PLN akan menambah insentif bagi komunitas guna mengembangkan ketahanan energi. “Itu bisa menjadi jalan tengah yang positif, dibanding tanpa ada power wheeling sama sekali pada Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Energi Terbarukan.”
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Ghoida Rahmah berkontribusi dalam penulisan artikel ini. Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Cambuk Pemodal Memacu Transisi"