Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan atau PPATK menyatakan kenaikan indeks persepsi publik terhadap kinerja pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang sangat berpengaruh terhadap iklim investasi di Indonesia. Kepala PPATK Kiagus Ahmad Badaruddin mengatakan pidana pencucian uang sangat berkaitan dengan integritas sistem keuangan di Indonesia.
“Apabila tindak pidana pencucian uang tinggi, orang akan tahu kalau sistem keuangan di Indonesia sangat rentan,” katanya saat ditemui setelah menghadiri peluncuran Indeks Persepsi Publik Anti-Pencucian Uang dan Pemberantasan Pendanaan Terorisme (IPP APUPPT) 2017 di kantor pusat PPATK, Jakarta Pusat, Selasa, 19 Desember.
Baca: PPATK Temukan Indikasi Pencucian Uang Melalui Mata Uang Digital
Kiagus mengatakan sistem keuangan yang rentan akan menurunkan minat investasi di Indonesia karena persaingan akan semakin sulit. Ia mencontohkan, jika satu bisnis dilakukan dari hasil korupsi atau pengemplangan pajak, produk yang dihasilkan bisa saja lebih murah dari harga pasar. “Ini bahkan bisa menyebabkan pasar hancur,” ujarnya.
Sebelumnya, hari ini, PPATK resmi meluncurkan IPP APUPPT Indonesia 2017. Khusus untuk tindak pidana pencucian uang, PPATK mencatat persepsi publik terhadap efektivitas kinerja pencegahan dan pemberantasan pencucian uang terus mengalami kenaikan.
"Indeks persepsi publik naik dari 5,52 poin tahun 2016 menjadi 5,57 poin pada 2017 ini," kata Ali Said, anggota Tim Ahli Survei IPP APUPPT 2017 dari Direktorat Analisis dan Pengembangan Statistik, Badan Pusat Statistik, di gedung PPATK, Jakarta, Selasa, 19 Desember 2017. Indeks persepsi publik terhadap pencucian uang kali ini naik tipis di kisaran sekitar 0,9 persen.
Indeks persepsi publik ini didapat dari hasil survei yang telah dilakukan PPATK bersama sejumlah tim ahli, akademisi, dan PT Surveyor Indonesia. Staf PT Surveyor Indonesia, Yudi Riskandar, mengatakan pemilihan sampel survei ini menggunakan kerangka probabilistic sampling dengan pendekatan complex random sampling. Kerangka sampel, kata dia, terdiri atas 11.040 rumah tangga, yang tersebar di 1.104 desa/kelurahan di 172 kabupaten/kota.
Namun, dalam kenaikan persepsi publik dalam IPP APUPPT 2017 kali ini, Kiagus belum bisa memastikan berapa persentase pengaruhnya terhadap peningkatan investasi di Indonesia. “Kami belum lihat sejauh itu,” ujarnya. Namun kenaikan itu, menurut dia, menandakan sistem keuangan di Indonesia dinilai sudah semakin membaik.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini