Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Bisnis

Praktisi Perbankan Ungkap Syarat Jika Pengelolaan Dana Haji RI Ingin seperti LTH Malaysia

Anggota Badan Pelaksana BPKH Amri Yusuf mengatakan pengelolaan dana haji di Indonesia berbeda dengan LTH yang dimiliki Malaysia.

21 Februari 2023 | 05.00 WIB

Rapat Dengar Pendapat Panja Komisi VIII DPR RI mengenai Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji Tahun 1444 H/2023 M di Senayan, Jakarta, Kamis, 26 Januari 2023. Tempo/Amelia Rahima Sari.
Perbesar
Rapat Dengar Pendapat Panja Komisi VIII DPR RI mengenai Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji Tahun 1444 H/2023 M di Senayan, Jakarta, Kamis, 26 Januari 2023. Tempo/Amelia Rahima Sari.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Praktisi Perbankan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Peneliti Lembaga ESED Chandra Bagus Sulistyo menanggapi soal Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) yang perlu belajar dari Lembaga Tabung Haji (LTH) di Malaysia dalam pengelolaan dana haji. Karena aktivitas LTH dikabarkan menggunakan sistem seperti perbankan, berbeda dengan yang ada di Indonesia.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Jika ingin menggunakan sistem perbankan, kata Chandra, BPKH harus terlebih dahulu mengubah anggaran dasar dan anggaran rumah tangganya. Kemudian, diubah pula tugas dan fungsi BPKH.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Itu menurut saya enggak mudah karena perlu dapat persetujuan anggota dewan (DPR RI),” ujar dia kepada Tempo pada Senin, 20 Februari 2023.

Menurut dia, BPKH sekarang dengan sistem perbankan itu cukup berbeda, mulai dari regulasinya, otoritasnya, hingga tanggung jawabnya. “Itu, berbeda,” ucap Chandra. Namun, jika BPKH bisa menggunakan sistem perbankan, tentu bisa akan mendapatkan return yang tinggi dari investasi dana haji.

“Tentu saja bisa (dapat return tinggi), karena tadi fungsi dan tujuan, serta tugasnya sudah terbentuk sedemikian rupa,” tutur dia.

Sebelumnya, Anggota Badan Pelaksana BPKH Amri Yusuf mengatakan pengelolaan dana haji di Indonesia berbeda dengan LTH yang dimiliki Malaysia. Sehingga, investasi yang dilakukan BPKH dan LTH tidak bisa dibandingkan. “Memang ini tidak bisa dibandingkan secara apple to apple dengan kami karena ada beberapa aspek yang berbeda,” ujar dia.

Perbedaan pertama, LTH bisa masuk ke direct investment setelah 20 tahun berdiri. Lembaga tersebut berdiri pada tahun 1960-an, kemudian pada tahun 1980-an mulai masuk ke direct investment, seperti perkebunan dan industri yang saat itu didukung oleh pemerintah Malaysia untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja.

“Sementara, jika BPKH—yang baru berdiri pada 2017—diminta masuk ke direct investment, dibandingkan dengan LTH, Indonesia perlu belajar lagi,” ucap Amri.

Perbedaan kedua, menurut dia, kemungkinan LTH di Malaysia bekerja seperti perbankan. Jumlah jemaah haji tunggunya memang lebih kecil dari Indonesia, hanya 3,5 juta orang, tapi deposannya yang dananya dikelola LTH jumlahnya 9 juta orang.

Bahkan, Amri menjelaskan, dari usia anak-anak sampai yang sudah berhaji itu bisa menabung di LTH. Sedangkan BPKH tidak seperti itu. Karena hanya menerima tabungan jemaah yang ingin berangkat haji saja.

“Kalau di Malaysia itu boleh, jadi anak-anak boleh menabung nanti kalau misalnya dananya cukup dia bisa ikut mendaftar menjadi jemaah haji,” kata dia.

Perbedaan ketiga, di Malaysia, jika orang sudah berangkat haji, kemudian ingin berhaji kembali tidak akan mendapatkan subsidi. Jadi, Amri berujar, subsidi hanya diberikan sekali. Sementara di Indonesia, yang sudah haji masih bisa mendapatkan subsidi.

Sementara perbedaan keempat adalah di Malaysia, ada pembeda bagi masyarakat yang memiliki kemampuan ekonomi. Sehingga subsidinya bisa diberikan kepada orang yang tidak mampu. “Ini beberapa catatan tentang LTH. Kita ingin mencontoh jalan yang ditempuh oleh LTH tapi beberapa perbedaan itu perlu dipertimbangkan,” tutur Amri.

Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.

M. Khory Alfarizi

Alumnus Universitas Swadaya Gunung Jati, Cirebon, Jawa Barat. Bergabung di Tempo pada 2018 setelah mengikuti Kursus Jurnalis Intensif di Tempo Institute. Meliput berbagai isu, mulai dari teknologi, sains, olahraga, politik hingga ekonomi. Kini fokus pada isu hukum dan kriminalitas.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus