Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Produsen Alat Pelindung Diri Mengejar Sertifikasi

Uji laboratorium sesuai dengan standar tidak tersedia di Indonesia.

30 April 2020 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Pabrik tekstil yang beralih memproduksi Alat Pelindung Diri (APD) di PT Kasih Karunia Sejati, Malang, Jawa Timur, 6 April lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JAKARTA – Pelaku industri tekstil dan produk tekstil (TPT) mengejar sertifikasi tingkat perlindungan untuk diversifikasi alat pelindung diri (APD). Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jemmy Kartiwa mengatakan sejumlah perusahaan sudah mengirimkan sampel ke beberapa  negara, salah satunya Amerika Serikat. "Ini memerlukan waktu yang cukup panjang karena harus melalui uji laboratorium yang panjang," ujar Jemmy kepada Tempo.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Industri sudah berkoordinasi dengan Kementerian Luar Negeri untuk menghubungi Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) di New York. Jemmy berharap KJRI bisa memberi peluang agar uji laboratorium bisa dilakukan lebih cepat. "Tapi, karena keterbatasannya, aturan yang harus dilalui prosesnya berhari-hari," tuturnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sekretaris Jenderal Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSYFI) Redma Gita Wirawasta mengatakan sejumlah perusahaan di bawah asosiasinya juga telah mengirim sampel ke Taiwan, Hong Kong, hingga Eropa. Namun dia tak yakin proses pengujian bisa dilakukan dalam waktu singkat. "Sebab, semua negara sedang sibuk, termasuk lembaga sertifikasi atau uji. APD yang lokal ini sudah ketinggalan start karena lembaga ujinya tidak ada," kata dia.

Kepala Bidang Pengembangan Industri Asosiasi Produsen Alat Kesehatan Indonesia (Aspaki) Erwin Hermanto mengatakan semua alat kesehatan, termasuk APD, memang perlu didaftarkan di Kementerian Kesehatan. Setelah didaftarkan, produk tersebut akan mendapatkan nomor izin edar dengan kode AKD apabila produk dalam negeri atau AKL apabila produk luar negeri.

Menurut Erwin, pemohon juga harus melampirkan hasil uji dari laboratorium berakreditasi yang membuktikan bahwa produknya memenuhi ketentuan teknis. Adapun setiap anggota Aspaki juga didorong untuk menerapkan manajemen mutu yang berstandar, seperti cara pembuatan alat kesehatan yang baik dan benar (CPAKB) serta ISO13485.

"Permasalahannya memang belum ada laboratorium di Indonesia yang mempunyai sarana dan kemampuan untuk menguji sejumlah parameter yang ditentukan untuk menjamin keamanan dan mutu untuk pengguna," tutur Erwin.

Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil Kementerian Perindustrian Muhammad Khayam mengatakan pengujian di luar negeri diperlukan karena alat uji untuk penetrasi darah atau blood penetration tidak bisa dilakukan di laboratorium Indonesia. Industri sedang mengujikan sampel APD produksi dalam negeri ke laboratorium uji di New York. "Saat ini sedang dimonitor oleh KJRI di New York," tutur Khayam.

Meski begitu, Khayam mengatakan produksi APD dalam negeri sebagian besar sudah memenuhi level I berdasarkan ANSI/AAMI PB 70, bahkan ada yang level III. Meski demikian, Khayam berujar, peralatan maupun laboratorium pengujian untuk ketahanan penetrasi darah, virus, serta bakteri juga sangat terbatas. Balai Besar Tekstil (BBT) Bandung saat ini dapat melakukan pengujian penetrasi terhadap cairan AATCC 42 Impact Penetration dan AATCC 127 Hydrostatic Pressure.

"Hingga kemarin, industri yang telah lolos uji penetrasi terhadap cairan AATCC 42 (sesuai dengan syarat BNPB) dengan jumlah sampel yang lulus uji sebanyak 280 sampel dari 135 perusahaan," tutur Khayam.

Kepala Pusat Krisis Kementerian Kesehatan Budi Sylvana mengatakan semua produk APD memang diarahkan untuk standar medis atau medical grade agar tidak membahayakan tenaga medis. Selain itu, pemerintah telah memberikan edukasi agar produsen juga menggunakan bahan baku yang sesuai dengan standar medis.

Budi mengatakan kebutuhan APD hingga masa pandemi setidaknya sebanyak 5 juta set. Adapun yang sudah tersedia saat ini ada sekitar 1,6 juta set. Kementerian Kesehatan berencana mengakselerasi dalam waktu 2-3 pekan untuk menambah APD hingga 2 juta set. Dia menambahkan, saat ini ketersediaan APD masih mencukupi meskipun sejumlah industri masih mengejar sertifikasi laboratorium di luar negeri.

"Diperkirakan puncaknya sampai Juni dan mulai turun hingga Agustus. Dari Agustus hingga Desember baru melandai. Nah, kebutuhan APD itu masih ada. Ini justru tantangan bagi kami untuk produksi APD berstandar internasional," tutur Budi.

LARISSA HUDA

1

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus