Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua BPUPKI adalah Dr. K.R.T. Radjiman Wedyodiningrat. BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) adalah sebuah lembaga penting dalam perjuangan persiapan kemerdekaan Indonesia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Badan ini mempunyai tugas utama untuk mempersiapkan dasar-dasar negara dan struktur pemerintahan bagi Indonesia yang akan merdeka.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Badan yang juga bernama Dokuritsu Junbi Cosakai ini dibentuk Jepang pada 29 April 1945. Hari itu bertepatan dengan hari ulang tahun Kaisar Hirohito untuk menyelidiki usaha-usaha persiapan kemerdekaan.
Dr. K.R.T. Radjiman Wedyodiningrat menjadi Ketua BPUPKI bersama dua wakil ketua, yaitu Ichibangase Yosio (Jepang) dan R.P Soeroso.
Sebagai Ketua BPUPKI, Dr. K.R.T Radjiman Wedyodiningrat memimpin para anggotanya untuk mengkaji dan meneliti berbagai aspek penting yang berkaitan dengan politik, sistem pemerintahan, ekonomi, dan hal-hal lain yang diperlukan dalam persiapan kemerdekaan Indonesia.
Dari dua kali sidang resmi dan satu kali sidang tidak resmi yang digelar BPUPKI, lembaga tersebut pun berhasil merumuskan sejumlah hal penting. Mulai dari Piagam Jakarta (yang kini dikenal sebagai Pancasila) dan rancangan Undang-Undang Dasar (UUD), termasuk di dalamnya juga membahas mengenai pembukaan UUD.
Lantas seperti apa sosok Ketua BPUPKI Dr. K.R.T Radjiman Wedyodiningrat? Simak rangkuman informasi selengkapnya berikut ini.
Profil Dr K.R.T Radjiman Wedyodiningrat
Dr. K.R.T. Radjiman Wedyodiningrat adalah tokoh pergerakan nasional yang pernah menjabat sebagai Ketua BPUPKI. Dia lahir di Desa Melati, Kampung Glondongan, Kota Yogyakarta, pada 21 April 1879.
Melansir dari laman ikpni.or.id, Radjiman berhasil mengenyam pendidikan hingga ke sejumlah negara. Mulai dari Belanda, Perancis, Inggris, dan Amerika. Pada usia 20 tahun, ia pun berhasil memperoleh gelar dokter di Belanda.
Radjiman mengawali pendidikannya dengan menyelesaikan Europese Lagere School (ELS) pada tahun 1893. Ia kemudian diterima di Sekolah Dokter Jawa di Batavia dan pada tahun 1899 ia berhasil menyandang gelar Indisch Art.
Radjiman lalu memulai kariernya sebagai seorang dokter yang bertugas di rumah sakit CBZ di Batavia. Dari Batavia, ia bertugas mengabdi sebagai dokter di berbagai daerah lain. Seperti di Banyumas dan Purworejo pada 1899, di Semarang pada 1900, di Madiun pada 1901, dan di Sragen serta Lawang pada 1905.
Setelah bertugas sebagai dokter di Sragen dan Lawang, pada 1905 Radjiman mengajukan permohonan untuk berhenti dari pegawai pemerintah. Ia kemudian mengabdikan diri dan ilmunya di Keraton Surakarta sebagai dokter keraton.
Karena jasanya dalam pelayanan kesehatan di Keraton Surakarta, Pakubuwono X kemudian memberikan suatu gelar kehormatan Kanjeng Raden Tumenggung (KRT) dengan nama Wedyodiningrat.
Pada 1906, Radjiman melanjutkan pendidikannya ke Sekolah Dokter Tinggi di Amsterdam dan memperoleh gelar Arts (dokter) pada 1910. Setelah itu, ia kembali berkesempatan untuk studi ke luar negeri untuk memperoleh gelar Europees Art.
Kemudian Radjiman melanjutkan studinya di bidang Ilmu kebidanan di Berlin, Jerman. Pada 1919, ia pergi untuk memperdalam Ilmu Rontgenologi di Amsterdam, Belanda. Dia juga memperdalam ilmu Gudascopie Urinoir di Paris, Perancis pada 1931.
Mengutip dari laman Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU), Radjiman adalah salah satu pendiri organisasi Budi Utomo. Pada tahun 1945, ia terpilih sebagai Ketua BPUPKI. Saat itu dia bertugas untuk memimpin dan memilah pendapat-pendapat yang diajukan selama sidang BPUPKI.
Setelah proklamasi kemerdekaan, karir politik Dr. K.R.T Radjiman Wedyodiningrat terus berlanjut. Ia pernah diangkat menjadi anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA), anggota Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP), dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Radjiman Wedyodiningrat menghembuskan nafas terakhirnya pada 20 September 1952 di Desa Dirgo, Widodaren, Ngawi. Jenazahnya dimakamkan di Desa Mlati, Sleman, Yogyakarta berdekatan dengan makam dr. Wahidin Sudirohusodo.
Primanda Andi Akbar, Rindi Ariska, Rizki Dewi Ayu berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan Editor: Hasil sidang BPUPKI yang Pertama dan Kedua