Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebelum menyaksikan deklarasi peningkatan transaksi rupiah PT Adaro Indonesia di kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Rabu pekan lalu, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengajak bos Adaro Group, Garibaldi “Boy” Thohir, bicara di luar perkara deklarasi. Sri Mulyani menanyakan ulang komitmen Adaro ikut membiayai proyek-proyek sosial menggunakan dana amal mereka. “Bu Menteri sudah bicara lagi dengan Boy,” kata Direktur Pengelolaan Dukungan Pemerintah dan Pembiayaan Infrastruktur Kementerian Keuangan Freddy Saragih, yang turut dalam pertemuan tersebut, Rabu pekan lalu.
Lewat yayasan yang dikelola perusahaan, Adaro telah menggulirkan program pemberdayaan sekolah pendidikan anak usia dini di Kalimantan Selatan. Di provinsi itulah Adaro mengeruk batu bara hitam. “Bu Menteri bilang, ’Kalau seperti itu, yang terkena dampak cuma satu itu’,” ujar Freddy. Padahal Adaro telah menghimpun dana sekitar Rp 1 triliun untuk filantropi.
Menurut Freddy, Sri Mulyani menginginkan dana itu—juga dana filantropi perusahaan serta individu lain—bisa dimanfaatkan lebih luas untuk program dan tanggung jawab sosial perusahaan. Kementerian Keuangan mengincar dana tersebut bisa dikelola PT Sarana Multi Infrastruktur, badan usaha milik Kementerian Keuangan. Tujuannya: mendanai proyek-proyek yang menunjang tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs) dalam platform SDGs Indonesia One.
Melalui Head of Corporate Communication PT Adaro Energy Tbk, Febriati Nadira, Boy menyatakan Adaro berkomitmen ikut serta dalam SDGs Indonesia One. Perusahaan menyiapkan dana sekitar US$ 1 juta atau Rp 15 miliar dengan kurs Rp 15 ribu. “Detail program dan pendanaannya akan didiskusikan lebih lanjut,” ucap Febriati, Kamis pekan lalu, mengutip pernyataan Boy.
Komitmen Adaro itu adalah buntut dari pembicaraan Boy dengan pemerintah sejak Agustus lalu. Diskusi itu berlanjut pada September hingga Rabu pekan lalu, saat Boy dan Sri Mulyani bertemu.
Kementerian Keuangan sudah lama menyiapkan sebuah platform agar Sarana Multi Infrastruktur menjadi pengepul dana amal ini. Kementerian melihat dana amal sebagai solusi untuk memangkas kesenjangan antara anggaran dan biaya pembangunan. Kementerian percaya proyek-proyek sosial, seperti air dan energi bersih, yang selama ini kekurangan anggaran meski setelah dikerjasamakan dengan swasta, bisa berjalan dengan bantuan dana tersebut.
Platform bernama SDGs Indonesia One itu meluncur pada Jumat pekan lalu. Adapun penawaran terbuka daftar proyek sosial dalam SDGs Indonesia One akan berlangsung di salah satu forum Pertemuan Tahunan Dana Moneter Internasional-Bank Dunia di Bali, pekan ini.
Menggunakan platform ini, Sarana Multi Infrastruktur nantinya mencampur dana amal tersebut dengan dana pemerintah dan swasta. Dalam perkembangan keuangan dunia saat ini, campuran dana dari pelbagai sumber itu—seperti pinjaman komersial perbankan, anggaran pemerintah, investasi swasta, serta dana hibah, tanggung jawab sosial perusahaan, dan amal—dikenal dengan istilah blended finance.
Ide pemerintah menggenjot potensi blended- finance bermula pada Maret tahun lalu.
Menurut Freddy Saragih, awalnya tim Bank Dunia datang ke Jakarta membahas sejumlah proyek kerja sama pemerintah dan badan usaha pada Maret 2017, sebulan sebelum pelaksanaan Pertemuan Musim Semi Dana Moneter Internasional-Bank Dunia, 21-23 April 2017. Saat itu pemerintah menyodorkan kereta ringan (light rail transit/LRT) Medan sebagai proyek kerja sama pemerintah dengan badan usaha. Rupanya, setelah dihitung kiri-kanan, imbal hasil investasi LRT Medan tetap tidak masuk. “World Bank kemudian menawarkan model pembiayaan nonkonvensional blended finance ini,” tuturnya.
Kata kunci blended finance, Freddy menerangkan, proyek yang ditawarkan harus memenuhi keinginan donor. LRT Medan, misalnya, harus berkaitan langsung dengan 17 semangat tujuan pembangunan berkelanjutan. “Pemerintah Kota Medan sebagai pemilik proyek harus mampu menjamin dan meyakinkan bahwa LRT Medan akan menurunkan tingkat polusi kota,” katanya. Kalau jaminan itu ada, sejumlah dermawan siap membiayai proyek tersebut.
Tugas menyiapkan proyek agar memiliki nilai amal dan layak jual inilah yang menjadi bagian PT Sarana Multi Infrastruktur. Dua hari sebelum peluncuran SDGs Indonesia One, Direktur Utama Sarana Multi Infrastruktur Emma Sri Martini masih menyimpan rapat daftar proyek yang siap menjadi ladang amal donor.
Jumlah proyek dalam SDGs Indonesia One muncul dari Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan. “Ada 31 proyek yang akan diumumkan di Bali,” ujar Luhut saat memimpin konferensi pers persiapan peluncuran dan penawaran publik SDGs Indonesia One di kantornya di Jakarta, Rabu pekan lalu.
Emma hanya menyebutkan sektor-sektor proyek yang tercakup di SDGs Indonesia One antara lain energi terbarukan, LRT dan transportasi urban ramah lingkungan, penyediaan air bersih, serta penghidupan dan pariwisata lingkungan. Selain itu, ada beberapa proyek yang sedang berjalan. “Total nilai proyeknya US$ 4 miliar yang siap disantap pasar hingga 2019,” tutur Emma.
Tidak hanya mendekati Adaro sebagai donor potensial untuk proyek-proyek sosial, Kementerian Keuangan juga menjajaki- sejumlah perusahaan lokal. Salah satunya Grup Astra. Filantrop lain, seperti bos Mayapada Group, Tahir, tak luput dari pantauan. “Mudah-mudahan semua domestik yang bagus ikut berkomitmen dalam SDGs Indonesia One ini,” kata Emma.
Sebaliknya, ujar Freddy Saragih, pemerintah juga didekati sejumlah dermawan global. Menurut Freddy, Sri Mulyani antara lain telah bertemu dengan Melinda dan Bill Gates. Melinda dan Bill adalah pendiri -Gates Foundation, yayasan terbesar di Amerika Serikat dengan aset kelolaan amal mencapai US$ 50 miliar atau sekitar Rp 758 triliun. Pertemuan mereka, Freddy melanjutkan, berlangsung dalam pertemuan persiapan Pertemuan Tahunan Dana Moneter Internasional-Bank Dunia 2018, di -Washington, DC, Amerika Serikat, April lalu. “Sudah banyak ketemu one on one dengan dermawan lain.”
Bagi Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Pandjaitan, blended finance menjanjikan satu era baru model pendanaan. Blended finance dipercaya memutus ketergantungan proyek pada kucuran Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, yang saban tahun serba terbatas.
Luhut ingin memanfaatkan momentum pertemuan IMF dan Bank Dunia di Bali pada pekan ini sebagai panggung internasional SDGs Indonesia One. “Nanti di Bali hadir 300 tokoh persilatan dunia dalam bidang pendanaan,” tuturnya. Indonesia telah menyiapkan satu forum khusus mengenai hal itu, yakni 2018 Tri Hita Karana Forum on Sustainable Development Blended Finance and Innovation for Better Business, Better World.
Namun tidak mudah menjual proyek yang masuk kategori ladang amal. Proyek mesti tidak bersifat komersial. Selain itu, Freddy Saragih menambahkan, investor harus dibuat percaya betul bahwa penggunaan dana hibah mereka tidak melenceng. Karena itu, setiap proyek yang masuk SDGs Indonesia One menggunakan skema kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU). “Dengan KPBU, partisipasi mereka dijamin dengan perjanjian tertulis,” ucap Freddy.
Emma Sri Martini yakin mampu menarik kepercayaan para dermawan. Menurut dia, Sarana Multi Infrastruktur siap menjalankan proses standar untuk menjamin kepercayaan itu. “Investor juga pasti melakukan due diligence,” ucapnya.
Emma mengatakan reputasi Sarana Multi Infrastruktur adalah jaminan bagi para dermawan, walau beberapa proyek dalam SDGs Indonesia One adalah proyek infrastruktur, seperti LRT, yang tidak langsung berkaitan dengan 17 tujuan pembangunan berkelanjutan. “SDGs itu melibatkan semua sektor.”
KHAIRUL ANAM
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo