Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA – Kementerian Perhubungan akan merealisasi proyek pembangunan 10 bandara baru yang dicanangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024. Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan, Novie Riyanto, memastikan pemilihan 10 lokasi lapangan terbang baru itu didasari hasil studi dan kemampuan anggaran. “Poin utamanya harus didasari kebutuhan masyarakat dan potensi hasil daerah yang bisa didistribusikan lewat jalur udara,” ucap dia kepada Tempo, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tanpa merinci kebutuhan pendanaan per proyek, Novie membenarkan deretan proyek baru itu bakal dikebut agar dapat mulai beroperasi pada periode 2022-2024. Setelah 10 bandara, pemerintah berencana membangun 11 bandara lainnya. Sepuluh bandara yang akan dikerjakan hingga empat tahun ke depan itu adalah Bandara Mandailing Natal dan Bandara Mentawai di Pulau Sumatera, Bandara Singkawang di Pulau Kalimantan, serta Bandara Ngloram di Pulau Jawa. Sulawesi dan Papua pun kebagian masing-masing tiga proyek bandara.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Novie optimistis proyek bandara ini bisa dikerjakan dalam jangka pendek, mengingat Bandara Internasional Yogyakarta di Kulon Progo, yang bisa menampung 20 juta penumpang per tahun, rampung dalam waktu 14 bulan. Tidak semua bandara baru diproyeksikan untuk pendaratan pesawat jet atau memiliki landas pacu melebihi 2.000 meter.
Dia mengatakan semua usul dijaring dari tingkat kebutuhan penduduk lokal. “Waktu pengerjaan lebih efisien bila perencanaannya matang,” ucap Novie. “Kontraktor dalam negeri sudah berpengalaman membangun (infrastruktur) cepat.”
Juru bicara Direktorat Jenderal Perhubungan Udara, Budi Prayitno, mengatakan Kementerian masih membahas kepastian skema pembiayaan setiap proyek bandara. Selain dari APBN, pemerintah tetap membuka opsi kolaborasi investasi bersama swasta. “Masih dibicarakan, bisa APBN, bisa kerja sama pengelolaan, bahkan kerja sama pemerintah dan badan usaha,” kata dia.
Pemerintah mencatat Bandara Singkawang dan Bandara Komodo di Nusa Tenggara Timur dibangun melalui skema kerja sama antara pemerintah dan badan usaha. Saat ini Bandara Singkawang dalam proses penjajakan pasar alias market sounding dengan nilai proyek Rp 4,3 triliun. Kepala Seksi Kerja Sama dan Pengembangan Pengusahaan Bandar Udara Kementerian Perhubungan, Arif Mustofa, mengatakan Bandara Singkawang dibangun dari dasar alias greenfield, sehingga terbuka pada masukan calon investor.
Bandara Singkawang diarahkan sebagai pengumpan (spoke) utama bandara besar di sekitarnya, seperti Bandara Supadio di Pontianak yang berjarak 153 kilometer. Tapi fasilitas bandara tersebut masih bisa digenjot karena total luas lahannya mencapai 151,54 hektare.
Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia bidang Perhubungan, Carmelita Hartoto, mengatakan investor masih menunda investasi selama masa pandemi. “Kondisi kini membuat swasta nasional masih wait and see demi menjaga cash flow,” kata dia.
Meski begitu, dia menyebutkan kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU) masih akan dilirik jika prospek pengembalian investasinya bagus. Mereka mengharapkan proyek yang menarik dari sisi jaminan investasi dan penyediaan infrastruktur dasar. “Juga soal pendanaan, agar swasta nasional mendapatkan kredit yang kompetitif,” kata Carmelita.
Anggota Ombudsman, Alvin Lie, mengatakan perencanaan bandara baru harus diarahkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat hingga 50 tahun ke depan. Dia meminta pemerintah tak ragu mengevaluasi setiap rencana proyek bila kebutuhan masyarakat berubah. “Wajar kalau renstra (rencana strategis) dievaluasi. Semua proyek itu, kan, bukan harga mati dan masih bisa disesuaikan lagi nanti,” tuturnya.
YOHANES PASKALIS
21
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo