Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi membuka kesempatan selebar-lebarnya bagi swasta untuk terlibat membangun sejumlah proyek kereta nasional. Ini terjadi karena kereta merupakan proyek padat modal sehingga membutuhkan dana besar yang tidak sanggup dibiayai sendiri oleh pemerintah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Selama ini kita terlena karena hanya menggunakan dana pemerintah," kata Budi saat ditemui dalam acara Masyarakat Perkeretaapian Indonesia di Jakarta Selatan, Sabtu, 21 Juli 2018. "Secara bertahap dan pasti kami akan libatkan swasta, sehingga bisa menciptakan kompetisi dalam hal layanan."
Sebelumnya, keterlibatan swasta telah dimulai dalam pembangunan Light Rail Transit (LRT) atau kereta ringan Jakarta Bogor Depok Bekasi. Dalam proyek ini, pemerintah menbiayai dengan Penyertaan Modal Negara (PMN) sebesar Rp. 1,4 triliun kepada PT. Adhi Karya dan Rp. 7,6 triliun kepada PT. KAI (Persero).
Sisanya, sebanyak 12 perbankan milik negara, swasta dan asing menyetujui kontrak pinjaman sindikasi pembiayaan senilai Rp19,25 triliun. Keduabelas perbankan itu terbagi dua konsorsium yakni Joint Mandated Lead Arranger and Bookrunner (JMLAB) yang terdiri dari Bank Mandiri, BRI, BNI, BCA, CIMB Niaga dan Sarana Multi Infrastruktur serta bank kreditur yaitu Bank DKI, Bank of Tokyo-Mitsubishi UFJ (BTMU), KEB Hana Bank, Shinhan Bank Indonesia, Bank Sumut dan Bank Mega.
Demi meyakinkan swasta, Budi menyampaikan bahwa dirinya sangat tertarik dan akan konsisten menggarap proyek kereta di seluruh Indonesia. Sebab, kereta akan menjadi solusi atas transportasi massal di masa mendatang. "Saat ini, 35 persen anggaran Kementerian Perhubungan ditujukan untuk perkeretaapian, ini yang terbesar," kata Budi.
Tak hanya untuk membiayai, Budi nantinya juga akan membuka kesempatan bagi swasta untuk menjadi operator pengelola kereta. Sebagai contoh, proyek LRT Jabodebek adalah salah satu yang akan diserahkan ke swasta jika sudah mulai berjalan dan mendulang keuntungan.
Dengan skema ini, swasta diharapkan bisa membangun kereta yang ada di kota-kota besar. Sebab, nilai keekonomian proyek di kota besar tentu jauh lebih besar. "Jadi pemerintah fokus ke kereta di daerah-daerah terluar saja," ujarnya.