Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Terbang dari Solo, Ketua Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat (Pinsar) Jawa Tengah Parjuni ingin betul menghadiri rapat koordinasi mengenai per-unggasan nasional yang diadakan di Hotel Morrissey, Jakarta Pusat, Rabu, 14 Agustus lalu. Forum diskusi yang diinisiasi Kementerian Koordinator Perekonomian itu membahas penataan industri perunggasan nasional. Asosiasi peternak dan pembibitan unggas, perusahaan makanan ternak, juga pengusaha rumah potong hewan turut diundang mengikuti diskusi.
Parjuni menggunakan kesempatan itu untuk memaparkan kondisi industri peternakan ayam yang lesu belakangan ini. Akhir Juni lalu, anggota Pinsar Jawa Tengah menjual murah ayam-ayamnya seharga Rp 25 ribu dari biasanya Rp 40 ribu per ekor dengan berat rata-rata 2 kilogram. Sepanjang semester I 2019, harga ayam hidup berada di bawah harga pokok produksi yang ditetapkan pemerintah sebesar Rp 18 ribu per kilogram.
Harga pokok produksi ayam di Jawa Tengah, kata Parjuni, maksimal hanya Rp 15 ribu per kilogram. “Rugi besar kalau nanti impor dibuka,” tuturnya saat ditemui seusai pertemuan, Rabu, 14 Agustus lalu. “Bila harga pakan ternak dibiarkan tetap tinggi, ya peternak bisa kolaps semua.”
Terkaparnya harga ayam di tingkat peternak disebabkan oleh berlimpahnya produksi ayam hidup di pasar. Bukan hanya peternak rakyat yang bisa membudidayakan ayam petelur dan pedaging, industri atau perusahaan integrator yang semula hanya memproduksi pakan ternak atau daging olahan pun berhak melakukan hal serupa. Akibatnya, stok ayam broiler di pasar mencapai 3,1 miliar sepanjang 2018. Tahun ini, potensi kelebihan pasokan produksi masih berlanjut, yaitu 3,5 miliar broiler atau setara dengan 3,6 juta ton daging ayam.
Di tengah kelebihan produksi, Parjuni menambahkan, peternak mandiri juga tertekan lantaran harga beli pakan jagung melambung hingga Rp 6.000 per kilogram. Padahal komponen harga pakan mempengaruhi 70 persen harga produksi peternak ayam. Tingginya harga bibit ayam (day old chick) juga membuat harga produksi ayam ras dalam negeri tak efisien.
Belum selesai masalah itu, Parjuni dan kawan-kawan kini mendengar bahwa pemerintah akan membuka keran impor daging ayam beku dari Brasil. Harga ayam beku impor itu diperkirakan lebih murah daripada ayam ras lokal. Selain berlabel produsen ayam kelas dunia, Brasil terkenal mampu mengekspor jagung dengan harga murah. “Harga pakan jagung di sana maksimal Rp 3.500, masih jauh di bawah harga jagung kita,” ucap Parjuni.
Suasana penjualan daging ayam di Pasar Feira Livre, Sao Paulo, Brasil, Agustus 2017./ REUTERS/Nacho Doce
Seusai rapat koordinasi di Kementerian Koordinator Perekonomian, Rabu, 7 Agustus lalu, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengatakan pemerintah akan membuka keran impor ayam beku dari Brasil sebagai konsekuensi kekalahan Indonesia menghadapi gugatan Negeri Samba itu di Badan Penyelesaian Sengketa Organisasi Perdagangan Dunia (DBS WTO). “Kalau tidak, mereka memiliki hak melakukan retaliasi dengan berbagai produk yang sama atau produk lain, dan 19 negara lain akan ikut serta,” ujar Enggar.
Sengketa bermula pada 16 Oktober 2014. Saat itu Brasil mengajukan permohonan konsultasi kepada Badan Penyelesaian Sengketa WTO lantaran tak dapat mengekspor produk ayamnya ke Indonesia sejak 2009. Kementerian Perdagangan memang tidak menerbitkan surat persetujuan impor kepada para importir lokal karena Kementerian Pertanian tidak mengatur impor produk daging ayam dan turunannya dalam lampiran peraturan Menteri Pertanian tentang pemasukan karkas, daging, jeroan, dan/atau olahannya. Selain itu, daging ayam Brasil tak bisa masuk ke Indonesia karena tak memenuhi syarat sertifikasi kesehatan dan kehalalan.
Dalam sengketa bernomor DS484 itu, Brasil mempermasalahkan tujuh aturan di Indonesia yang dianggap membatasi ekspornya. Di antaranya soal daftar positif dalam aturan impor produk hewan, persyaratan label halal, dan keterlambatan penerbitan sertifikat kesehatan yang diminta Brasil.
Setelah serangkaian sidang, Badan Penyelesaian Sengketa mengabulkan sebagian gugatan Brasil pada 17 Oktober 2017. Indonesia dianggap sengaja membatasi impor produk dengan adanya persyaratan daftar positif sehingga impor di luar daftar itu tidak diperbolehkan.
Indonesia juga dinilai mendiskriminasi Brasil dengan menetapkan persyaratan impor ayam hanya boleh untuk hotel, restoran, dan katering. Persyaratan tentang larangan perubahan data produk yang diimpor dan penundaan penerbitan sertifikat kesehatan juga dianggap bertentangan dengan aturan WTO. “Putusan sidang menyebutkan pembatasan dagang hanya bisa dengan tarif atau sesuatu yang berkaitan dengan penyakit dan kesehatan,” kata Kepala Biro Advokasi Perdagangan Kementerian Perdagangan Sondang Anggraini saat ditemui di kantornya, Jumat, 23 Agustus lalu.
Pemerintah tidak mengajukan permohonan banding atas putusan itu. Indonesia wajib mengubah peraturan untuk mengakomodasi rekomendasi WTO. Setelah putusan keluar, pemerintah Brasil kembali gencar memasarkan produknya ke Indonesia. Wakil Sekretaris Jenderal Perhimpunan Peternakan Unggas Nusantara (PPUN) Alvino Antonio mengatakan tim Kedutaan Besar Brasil di Jakarta sempat mengundang perwakilan asosiasi peternak ayam rakyat dalam sebuah pertemuan di kantor Kedutaan, 21 November 2017.
Dalam pertemuan itu, perwakilan Pinsar,- Gabungan Organisasi Peternak Ayam Nasional, dan PPUN disambut empat anggota tim Kedutaan. “Mereka mengundang kami karena sedang mencari distributor ayam. Kalau mau, kami buat permintaan impor, lalu mereka kirim,” tutur Alvino.
Saat itu Ketua Umum Pinsar Singgih Janu-ratmoko justru menawari balik Brasil berinvestasi membangun pabrik pakan ayam di Indonesia. Dengan begitu, kata Singgih, Brasil dan peternak lokal bisa sama-sama meraup keuntungan. “Kalau mau buat pabrik di sini, kita bantu. Tapi kan dia pasti tidak mau karena harus patuh pada aturan di sini.”
Sepanjang 2017-2018, pemerintah kedua negara kembali bernegosiasi. Pada awal 2018, Kementerian Pertanian menyatakan telah bertemu dengan Kementerian Pertanian Brasil untuk mengadakan kerja sama bilateral. Semula Kementerian Pertanian setuju mengizinkan impor daging sapi Brasil untuk mengganti masuknya daging ayam.
Namun, belakangan, impor daging tak bisa dijadikan alat barter untuk membatasi- impor daging ayam beku. “Karena Brasil juga merasa proses impor daging sapi terlalu lama. Dia tetap ingin ayamnya masuk,” ucap seorang pejabat kementerian yang mengetahui proses negosiasi ini.
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Perunggasan Indonesia Anton Supit mengatakan Indonesia memang tidak bisa terus-menerus membatasi masuknya ayam Brasil ke pasar domestik. Menurut Anton, pemerintah seharusnya membantu peternak mandiri dan integrator menciptakan industri yang efisien. Misalnya dengan pengaturan impor jagung untuk menekan harga pakan ayam dan transparansi dalam impor ayam indukan buat perusahaan besar yang produktif.
SEBUAH pengumuman dari Badan Penyelesaian Sengketa WTO, 13 Juni lalu, membuat pemerintah kembali sibuk. Mengutip situs resmi WTO, per tanggal itu, “Brasil meminta dibentuk panel kepatuhan.” Pembentukan panel ini, menurut Sondang Anggraini, adalah usul Brasil lantaran negara itu merasa revisi peraturan yang dibuat pemerintah Indonesia belum mengakomodasi semua rekomendasi putusan WTO. “Padahal kami sudah menyesuaikan peraturan Menteri Perdagangan dan peraturan Menteri Pertanian berkali-kali. Sekarang kami tuntaskan lagi,” kata Sondang.
Selain itu, Brasil menganggap penerbitan sertifikat kesehatan yang diminta sejak 2009 tak kunjung rampung. Penerbitan masih dalam tahap kajian awal dari total tiga tahap yang mesti diselesaikan. Direktur Kesehatan Masyarakat Veteriner Kementerian Pertanian Syamsul Ma’arif mengatakan timnya telah melakukan desk review pada 17 Juni lalu sebelum masuk ke tahap penelitian langsung di peternakan Brasil. “Ada beberapa dokumen yang kurang. Hingga saat ini belum dikirim pihak Brasil,” ujar Syamsul saat dihubungi.
Kementerian Pertanian masih berupaya menyelesaikan revisi Peraturan Menteri Pertanian Nomor 23 Tahun 2018. Peraturan itu dianggap Brasil masih memuat batasan atas daging dan produk turunan ayam yang dapat diimpor. “Bagi kami, positive list tetap ada. Hanya, kami memisahkan mana produk untuk konsumsi manusia dan mana produk untuk pakan ternak,” tutur Sondang.
Sondang memastikan impor ayam Brasil belum diizinkan sampai Kementerian Pertanian menerbitkan revisi peraturan terbaru dan mengeluarkan rekomendasi izin impor. Untuk mendapatkan rekomendasi izin itu, eksportir harus memenuhi syarat sertifikasi kesehatan dan kehalalan dulu. Ia berharap Brasil tak melakukan tindakan balas-an dagang dengan membatasi ekspor kelapa sawit Indonesia. Kendati demikian, pemerintah telah menghitung risiko kerugian akibat retaliasi bisa mencapai puluhan ribu dolar.
Ketua Umum Pinsar Singgih Januratmoko yakin ayam beku Brasil tak akan membanjiri pasar ayam lokal. Sebab, selama ini masyarakat lebih gemar membeli ayam segar atau hidup ketimbang ayam beku. Masalahnya, jika ayam beku Brasil bersaing dengan produksi ayam industri, peternak rakyat akan kembali tertekan. “Mau tidak mau industri pasti akan gelontorin ayam hidup ke pasar becek, oversupply semua.”
Adapun Parjuni masih harap-harap cemas menanti kepastian masuknya ayam Brasil. Tanpa intervensi impor saja, Parjuni sudah rugi miliaran rupiah tahun ini. “Tahun ini tidak dapat duit. Untuk mengembalikan harga pokok satu bulan saja perlu waktu sampai enam bulan,” ucapnya.
Neraca Daging Ayam Ras Indonesia 2019
Produksi Daging Ayam Ras
PUTRI ADITYOWATI, RETNO SULISTYOWATI
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo