Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Putar Akal Setelah Minyak Terjungkal

Melorotnya harga emas hitam membuat perusahaan minyak berhemat. Pengetatan anggaran hingga mengurangi karyawan menjadi strategi bertahan.

25 Januari 2016 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MING Kuok Lim tak ragu ketika memutuskan pindah ke Kemang Village Residence, awal Januari lalu. Penasihat komunikasi dan informasi badan khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa yang menangani pendidikan, keilmuan, dan kebudayaan, UNESCO, ini ditawari harga sewa yang lebih murah. Dalam sebuah pertemuan dengan agen pemasaran pada akhir Desember 2015, harga sewa apartemen eksklusif di kawasan Jakarta Selatan itu dibanderol US$ 2.000 per bulan atau sekitar Rp 27,8 juta.

Awal tahun lalu, harga sewa sebuah apartemen di kawasan residensial milik PT Lippo Karawaci itu masih mahal. "Saya tidak tahu harga semula, tapi rasanya ada penurunan," kata Lim melalui layanan pesan WhatsApp, Kamis pekan lalu. Dari hasil penelusuran Tempo, harga sewa apartemen dengan tiga kamar di kompleks tersebut biasanya mencapai US$ 4.800 per bulan (sekitar Rp 67 juta).

Lim mengatakan turunnya harga sewa hunian di area tersebut karena permintaan apartemen sedang merosot. Salah satu penyebabnya, menurut para agen pemasaran yang ditemui Lim, para pekerja ekspatriat perusahaan minyak tak melanjutkan kontrak. "Begitu kata para agen," ujarnya.

Asosiasi Real Estate Broker Indonesia (Arebi) membenarkan hal tersebut. Menurut Ketua DPD Arebi DKI Jakarta Lukas Bong, sejumlah residensial di wilayah Jakarta Selatan sedang sepi. Sebab, para pekerja asing yang biasa menyewa banyak yang kembali ke negaranya. "Apartemen-apartemen di Jakarta Selatan banyak ditempati ekspatriat perusahaan minyak," ucap Lukas, Kamis pekan lalu.

Itu sebabnya, kata Lukas, ketika sejumlah perusahaan minyak melakukan penghematan, banyak penyewa yang berasal dari Eropa dan Amerika tak melanjutkan masa tinggalnya di Indonesia. "Mereka tidak memperpanjang sewa karena ada layoff," ujar Lukas.

Perusahaan minyak memang sedang mengencangkan ikat pinggang. Mereka harus bersiasat agar bisnis tetap ekonomis. Apalagi sejak harga minyak terpuruk dalam dua tahun terakhir. Pada Selasa pekan lalu, harga emas hitam anjlok di bawah US$ 28 per barel.

Menurut Direktur Utama PT Energy Mineral Langgeng, Kikin Abdul Hakim, yang terjadi saat ini merupakan efek "pesta pora" setelah harga minyak sempat melambung tinggi. Tatkala harga minyak mencapai US$ 140 per barel, semua perusahaan menggali dan menyedot minyak. Semua biaya ikut terkerek seiring dengan naiknya keuntungan-termasuk fasilitas, bonus, tantiem, dan tunjangan lain bagi para pekerja. "Semua perusahaan sekarang berusaha kembali ke biaya minimum dengan beragam cara," katanya.

Chevron Indonesia salah satu yang dikabarkan akan mengurangi tenaga kerja. Program efisiensi yang disiapkan perusahaan multinasional asal Negeri Abang Sam ini meliputi pensiun dini dengan skema golden shakehand bagi 25 persen karyawannya. Chevron kini memiliki 6.300 karyawan dan 30 ribu karyawan mitra kerja di Tanah Air.

Seorang pekerja bercerita, rencana pemangkasan jumlah karyawan sudah disosialisasi sejak akhir tahun lalu. Salah satunya woro-woro manajemen setiap pekan soal tawaran pensiun dini. "Intinya manajemen membuka pendaftaran secara sukarela bagi pekerja yang mau mengajukan pensiun dini," ujar pekerja tersebut.

Manajemen Chevron tak membantah ataupun membenarkan program efisiensi tersebut. Vice President Policy Government and Public Affairs Chevron Yanto Sianipar mengatakan perusahaan sedang melakukan upaya perbaikan, efisiensi, dan efektivitas kegiatan secara terus-menerus. "Ada upaya peningkatan efisiensi di seluruh bidang operasi dan bisnis sehingga operasi terus memberikan manfaat dan nilai bagi para pemangku kepentingan, termasuk masyarakat dan pemerintah Indonesia," kata Yanto melalui surat elektronik.

Ihwal rencana pemutusan hubungan kerja, Yanto menyebutkan, Chevron berhasil mengidentifikasi model bisnis dan operasional yang lebih fleksibel dan kompetitif dalam menghadapi situasi bisnis saat ini. Model bisnis tersebut akan diselaraskan dengan struktur dan ukuran organisasi Chevron. "Kami yakin inisiatif tersebut dapat memastikan operasi Chevron di Indonesia terus memberikan nilai tambah bagi semua pemangku kepentingan," ujar Yanto dalam suratnya.

Jawaban lebih gamblang datang dari Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas). Menurut Kepala SKK Migas Amien Sunaryadi, Chevron tengah melakukan efisiensi dan transformasi. Salah satunya dengan mengurangi tenaga kerja. "Pembahasannya sudah lama. Sejak Agustus atau September sudah mulai ada pembicaraan," katanya.

Amien memaklumi kondisi yang dialami Chevron. Sebab, menurut dia, penurunan harga minyak membuat bisnis hulu migas menjadi pihak yang paling dirugikan saat ini. "Dari SKK Migas maunya juga tidak ada layoff. Tapi, dengan kondisi begini, memang sulit bertahan," ujarnya.

Selama ini Chevron Indonesia menjadi salah satu tulang punggung tercapainya target lifting minyak sebesar 827.500 barel per hari. Perusahaan minyak yang sudah 80 tahun di Indonesia ini menargetkan produksi hingga 247.900 barel per hari atau 30 persen dari target lifting minyak nasional dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2016.

Gelombang pengurangan pegawai sebagai upaya efisiensi sudah dijalani perusahaan minyak di luar negeri. Perusahaan minyak dan gas asal Inggris, BP Plc, misalnya, mengumumkan akan memangkas 4.000 karyawan yang beroperasi di seluruh dunia. Dilansir BBC pada Senin dua pekan lalu, manajemen BP mengatakan kebijakan itu ditempuh agar perusahaan tetap memiliki daya saing dan meraih untung di tengah kondisi pasar minyak seperti sekarang.

ExxonMobil juga telah memangkas belanja sejak tahun lalu. Salah satunya mengurangi pengeboran. Perusahaan migas asal Belanda, Royal Dutch Shell, telah mengumumkan rencana pemangkasan 7.500 karyawan. Perusahaan jasa minyak, Halliburton dan Schlumberger, bahkan telah mengumumkan pemutusan hubungan kerja sebagian karyawannya.

Seorang pekerja asal Indonesia yang sempat bertugas di sebuah perusahaan minyak di Amerika bercerita, sosialisasi tentang pengurangan pegawai di luar negeri biasanya sudah diumumkan beberapa bulan sebelumnya. Tahap sosialisasi memberikan kesempatan bagi karyawan yang mendaftar secara sukarela untuk mengambil pensiun dini dengan paket-paket pesangon khusus. Tapi, jika sampai batas waktu yang diberikan tak ada yang mendaftar, perusahaan akan memanggil karyawan dan bisa memutus kontrak sewaktu-waktu.

Tidak semua perusahaan memangkas jumlah karyawan. Beberapa perusahaan minyak mengaku tetap bisa berhemat. PT Pertamina Hulu Energi (PHE), misalnya, bakal memangkas belanja modal tahun ini. "Kami diminta Pertamina menekan biaya minimal 30 persen," kata Direktur Utama PHE Gunung Sardjono Hadi, Kamis dua pekan lalu. "Saat ini sedang kami review."

Dalam rencana kerja dan anggaran perusahaan (RKAP), PHE menargetkan belanja modal sebesar US$ 686 juta. Karena masih menggunakan asumsi harga minyak mentah US$ 50 per barel, upaya penghematan akan ditempuh dengan menunda proyek yang tidak berdampak langsung pada produksi. Perusahaan juga akan melakukan renegosiasi sejumlah kontrak pengadaan barang dan jasa agar mendapat harga yang lebih murah. Terkait dengan aktivitas pengeboran, perusahaan bakal mengurangi eksploitasi sumur hingga 38 unit.

Meski butuh penghematan yang cukup besar, PT Pertamina (Persero) memastikan tak ada pemutusan hubungan kerja. "Tidak ada rencana ke sana (PHK) hingga saat ini. Kami masih mengupayakan efisiensi biaya, operasional, dan finansial," ucap Vice President Corporate Communication Wianda A. Pusponegoro, Kamis pekan lalu.

Efisiensi dengan pengetatan anggaran juga dilakukan oleh PT Total E&P Indonesie. Head Department Media Relations Total E&P Kristanto Hartadi mengatakan pengetatan dilakukan sejak 2014. "Maka, ketika harga minyak terus merosot, kami lebih siap dan fleksibel membuat berbagai penyesuaian," ujarnya. Berdasarkan RKAP 2016, Total E&P berencana mencurahkan investasi hingga US$ 1,1 miliar.

Perusahaan penyedia jasa kegiatan operasi minyak yang juga terkena dampak penurunan harga minyak punya cara berhemat. PT Elnusa (Tbk), misalnya, meningkatkan produktivitas dan efisiensi dalam menjalankan proyek. Hasilnya, menurut Vice President of Corporate Secretary Elnusa, Fajriyah Usman, sejumlah kontrak seismik dengan PT Pertamina masih berjalan dengan baik.

SKK Migas punya solusi lain untuk mendukung efisiensi program dan anggaran perusahaan minyak. Amien Sunaryadi mengatakan, salah satunya yang sedang didorong saat ini adalah program pengadaan bersama di antara beberapa perusahaan minyak. "Joint procurement ini bisa mendorong penghematan cukup signifikan," katanya.

Ayu Prima Sandi, Gustidha Budiartie, Robby Irfani


Bisnis Suram Emas Hitam

PENURUNAN harga minyak mentah dalam dua tahun terakhir membuat banyak negara ketar-ketir. Dalam waktu singkat, harga minyak yang menyentuh US$ 40 per barel pada akhir tahun lalu kini kian terpuruk di bawah US$ 30. Kondisi ini membuat negara penghasil minyak waswas karena rata-rata ongkos produksi US$ 30 per barel. Bisnis emas hitam memasuki masa suram.
US$ 109,45* ----------------- US$ 28 (18 Januari 2016)
Anjlok 74 persen
*) Harga rata-rata tertinggi tahunan minyak mentah OPEC, 2012

***

Ongkos Produksi Negara Penghasil Minyak (US$ per Barel)
Inggris| 52,5
Brasil| 48,8
Kanada| 41
Amerika Serikat| 36,2
Norwegia |36,1
Angola | 35,4
Kolombia |35,3
Nigeria | 31,6
Cina| 29,9
Meksiko | 29,1
Kazakstan| 27,8
Libya | 23,8
Aljazair | 23,8
Rusia | 17,2
Iran | 12,6
Uni Emirat Arab | 12,3
Irak | 10,7
Arab Saudi |9,9
Kuwait | 8,5

Harga Minyak Mentah OPEC (US$ per Barel)
2016| 27,06
2015 | 49,49
2014 | 96,29
2013 | 105,87
2012 | 109,45
2011 | 107,46
2010 | 77,45
2009 | 61,06
2008 | 94,45
2007 | 69,08
2006 | 61,08
2005 | 50,64
2004 | 36,05

Harga Minyak Mentah Indonesia (US$ per Barel)
2015 | 49,2
2014 | 96,51
2013 | 105,84
2012 | 112,73
2011 | 111,55
2010 | 79,4
2009 | 61,58
2008 | 96,13
2007 | 72,3
2006 | 64,27
2005 | 53,43
2004 | 37,2

Produksi Minyak Mentah Indonesia (Ribu Barel)

TahunVolume
2015777,5
2014794
2013728
2012763
2011794
2010824
2009827
2008854
2007836
2006883
2005935
2004966

PPh Migas (Rp Triliun)
LKPP 2010: 58,872
LKPP 2011: 73,095
LKPP 2012: 83,460
APBN-P 2013: 74,278
APBN-P 2014: 87,445
APBN-P 2015: 49,72

Jumlah Wilayah Kerja Migas* (Status 18 Januari 2016)
Wilayah kerja produksi: 67
Wilayah kerja pengembangan : 17
Wilayah kerja eksplorasi konvensional + HNK: 228
Total wilayah kerja: 312
*) 1 WK = 1 PSC

Naskah: Ayu Prima Sandi | Sumber: Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, SKK Migas, diolah badan pusat statistik, PDAT/Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus