Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Tekor Mengintai Kas Negara

Jatuhnya harga minyak menjadi musibah sekaligus berkah untuk belanja fiskal. Pemerintah akan mengajukan perubahan lifting minyak dan harga patokan pada APBN Perubahan 2016.

25 Januari 2016 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

AMIEN Sunaryadi ketar-ketir memantau fluktuasi harga minyak dunia. Di mata Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) ini, ambruknya harga emas hitam bisa membuat kontraktor kontrak kerja sama minyak dan gas bumi enggan berproduksi. Imbasnya, target produksi 830 barel per hari bisa meleset pada tahun ini. "Penurunan ini petaka bagi industri di hulu minyak dan gas," katanya Rabu pekan lalu.

Kekhawatiran Amien bukan tanpa alasan. Pada perdagangan pekan lalu, harga minyak di pasar Amerika Serikat menyentuh angka US$ 27 per barel. Ini harga terendah sejak 12 tahun terakhir. Tren penurunan harga terjadi sejak dua tahun lalu. Pada pertengahan 2014, harga minyak masih di atas US$ 100 per barel. Namun, sejak itu, harga minyak meluncur bebas hingga US$ 37 per barel. Laju penurunannya tak terbendung hingga akhir tahun lalu.

Rendahnya harga minyak berimbas pada penerimaan negara. Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Askolani mengatakan penerimaan negara dari sektor migas ikut merosot. Penurunan harga minyak mentah dunia membuat kas negara mengempis. Sebab, setoran pajak penghasilan (PPh) dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sektor migas anjlok.

Tahun lalu, misalnya, asumsi harga minyak mentah Indonesia (ICP) dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan 2015 dipatok US$ 60 per barel. Ternyata harga minyak mentah dunia sepanjang tahun itu US$ 49 per barel. Hasilnya, realisasi PNBP minyak dan gas bumi hanya berkisar Rp 78,4 triliun—di bawah target Rp 81,4 triliun.

Data Kementerian Keuangan menyebutkan penurunan ICP sebesar 1 dolar Amerika menyebabkan setoran pajak penghasilan anjlok sebesar Rp 3,5-3,9 triliun. Turunnya US$ 1 harga minyak di Indonesia juga memicu berkurangnya PNBP migas sebesar Rp 2,7-3,1 triliun.

Saat ini pemerintah mematok asumsi harga minyak pada APBN 2016 sekitar US$ 50 per barel. Bila harga minyak dunia terus-menerus di bawah US$ 30 per barel, proyeksi penerimaan akan merosot. Namun Askolani menegaskan bahwa asumsi dalam nota keuangan tidak bisa dijadikan patokan untuk menghitung pendapatan negara yang hilang. Alasannya: fluktuasi pendapatan negara tidak semata-mata dipengaruhi harga minyak mentah, tapi juga variabel lain, di antaranya nilai tukar rupiah terhadap dolar dan lifting minyak.

Ia juga belum menghitung perbandingan antara penghematan subsidi energi dan tekornya penerimaan dari sektor migas akibat anjloknya harga minyak mentah dunia. "Variabelnya sangat kompleks," ujarnya.

Menteri Keuangan Bambang Permadi Soemantri Brodjonegoro mulai pasang kuda-kuda menghadapi anjloknya harga emas hitam. Menurut dia, pemerintah memprioritaskan revisi asumsi harga dan lifting minyak dalam APBN Perubahan 2016.

Namun pemerintah belum menyiapkan strategi khusus untuk mencari pengganti penerimaan negara yang hilang akibat penurunan PPh dan PNBP migas. Menurut Bambang, kontribusi sektor migas terhadap total pendapatan negara memang kian menyusut. Pemerintah juga mulai mengandalkan sektor nonmigas sebagai sumber utama kas negara. "Satu-satunya cara adalah dengan menggenjot penerimaan pajak," kata Bambang.

Berbeda dengan di hulu, pemerintah bisa melakukan penghematan di hilir. Pada APBN 2016, pemerintah mematok anggaran subsidi bahan bakar minyak dan listrik sebesar Rp 20,3 triliun dan Rp 50 triliun. Subsidi energi ini mengacu pada harga minyak mentah sebesar US$ 50 per barel. Dengan level harga di pasar seperti sekarang, Kepala SKK Migas Amien Sunaryadi menilai pemerintah bisa melakukan penghematan.

Akbar Tri Kurniawan, Gustidha Budiartie

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus