Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Prabowo Subianto secara resmi meresmikan BPI Danantara di Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, pada hari ini. Acara tersebut turut dihadiri oleh Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Presiden ke-7 Joko Widodo atau Jokowi. Danantara berfungsi sebagai lembaga pengelola modal di berbagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN), termasuk bank-bank yang tergabung dalam Himpunan Bank Milik Negara (Himbara).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Peluncuran Danantara mendapat sorotan dari berbagai media internasional. Dalam laporan Reuters yang dikutip pada Selasa, 25 Februari 2025, disebutkan bahwa Danantara akan mengelola dana lebih dari US$900 miliar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dana tersebut akan diinvestasikan dalam proyek-proyek berkelanjutan yang memiliki dampak besar di berbagai sektor, termasuk energi terbarukan, manufaktur canggih, industri hilir, serta produksi pangan. “Semua proyek ini akan berkontribusi pada pencapaian target pertumbuhan ekonomi sebesar 8 persen,” ujar Prabowo, sebagaimana dikutip oleh Reuters.
Pembentukan Danantara dikatakan mengadopsi model sovereign wealth fund (SWF) Singapura, Temasek. Danantara Indonesia akan mengambil alih seluruh kepemilikan pemerintah dalam perusahaan-perusahaan negara, termasuk bank milik pemerintah seperti Bank Mandiri, Bank Rakyat Indonesia (BRI), dan Bank Negara Indonesia (BNI).
Channel News Asia (CNA) dalam laporannya mengungkapkan bahwa sebelum Danantara resmi diluncurkan, sejumlah pakar telah menyuarakan kekhawatiran mengenai transparansi, terutama karena belum jelas bagaimana dana kekayaan negara tersebut akan diaudit.
Para analis yang diwawancarai CNA menjelaskan bahwa Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) hanya dapat mengaudit Danantara jika mendapatkan persetujuan dari DPR, yang saat ini didominasi oleh Koalisi Indonesia Maju, pendukung pemerintahan Prabowo.
Situasi ini terjadi setelah DPR mengesahkan perubahan undang-undang terkait badan usaha milik negara pada 4 Februari.
"Sebelumnya, BPK memiliki kewenangan untuk mengaudit laporan keuangan BUMN melalui berbagai metode. Namun, dengan aturan baru, audit kini hanya bisa dilakukan melalui pemeriksaan khusus untuk mendeteksi adanya potensi kerugian negara," ujar Yassar Aulia, peneliti dari lembaga swadaya masyarakat Indonesia Corruption Watch (ICW), sebagaimana dikutip CNA.
Ia juga menambahkan bahwa audit terhadap Danantara hanya dapat dilakukan jika ada persetujuan atau permintaan dari DPR.
Asia News Network (ANN) juga menyampaikan kekhawatiran serupa. Dalam laporannya, disebutkan bahwa sejumlah analis memperingatkan bahwa Danantara berpotensi menghadapi tantangan dalam membangun kepercayaan investor, terutama terkait dengan struktur tata kelolanya.
Sebagai induk dari BUMN, Danantara dirancang menyerupai Temasek di Singapura. Menteri Investasi, Rosan Roeslani, ditunjuk sebagai CEO dan didampingi oleh Doni Oskaria serta Pandu Sjahrir.
Dengan aset yang dikelola mencapai $900 miliar, Danantara akan melapor langsung kepada presiden, sementara dewan pengawasnya diketuai oleh Menteri BUMN, Erick Thohir. UU baru yang mengalihkan hampir seluruh saham BUMN ke Danantara juga memberikan perlindungan hukum bagi eksekutifnya dari tuntutan jika mereka bertindak dengan itikad baik, yang memicu kekhawatiran akan potensi korupsi.
Sejumlah pakar membandingkan risiko yang melekat pada Danantara dengan skandal 1MDB di Malaysia. Meski demikian, Rosan menegaskan bahwa mekanisme pengawasan tetap berjalan melalui KPK dan BPK.
Sementara itu, China Daily melaporkan bahwa para analis menekankan pentingnya pengawasan ketat dalam operasional Danantara.
Josua Pardede, kepala ekonom Permata Bank yang berbasis di Jakarta, menilai bahwa Danantara memiliki potensi besar sebagai katalis pertumbuhan ekonomi Indonesia. Dengan mengoptimalkan aset BUMN dan menerapkan strategi investasi yang lebih terarah, badan ini dapat berkontribusi signifikan terhadap perekonomian.
"Dengan menempatkan transparansi dan pengawasan berlapis sebagai fokus utama, Danantara berpeluang menjadi perusahaan investasi kelas dunia yang kredibel dan berintegritas. Oleh karena itu, transparansi ketat, komunikasi yang efektif, serta pengawasan independen harus menjadi prioritas utama untuk mengurangi risiko moral hazard dan meningkatkan akuntabilitas," ujar Pardede, dikutip dari China Daily.
Pilihan Editor: Kenapa SBY Dukung Danantara?