Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah ritel, termasuk 300 gerai Alfamart, tutup tahun ini karena tidak untung. "Kalau untung, pasti kita buka terus," kata Coorporate Affairs Director PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk--perusahaan jaringan minimarket Alfamart, Solihin.
Kondisi ini akan makin berat setelah pemerintah menaikkan upah minimum provinsi atau UMP sebesar 6,5 persen, yang mulai berlaku Januari 2025.
Solihin, yang juga Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Retail Indonesia (Aprindo) mengatakan, kenaikan upah minimum provinsi itu dinilai cukup besar sehingga memberatkan pengusaha retail.
Menyikapi kenaikan UMP yang membuat posisi kalangan pengusaha tidak bisa menolak, Solihin mengatakan, jalan terakhir yang akan dilakukan peretail adalah efisiensi. "Semua peretail akan mengarah pada efisiensi," ujarnya usai pelantikan Pengurus DPP Aprindo 2024-2028 di Hotel Soll Marina, Tangerang, Sabtu 14 Desember 2024.
Namun, Solihin menegaskan, efisiensi tidak hanya berupa PHK karyawan.
Keluhan itu ditanggapi Wakil Menteri Perindustrian, Faisol Riza, dengan menyatakan pemerintah sedang mengkaji pemberian insentif untuk sektor ritel agar daya saing industri tersebut meningkat.
Rencana insentif itu diberikan mengingat potensi pengembangan sektor ritel masih cukup besar, serta merupakan industri yang memiliki dampak luas terhadap masyarakat.
"Kami percaya bahwa ini masih bisa tumbuh besar. Makannya, kami juga sedang mengkaji apakah bisa diberikan insentif tambahan kepada sektor-sektor seperti ini supaya bisa lebih tumbuh di tahun depan atau beberapa tahun ke depan lagi," kata dia, Selasa, 17 Desember 2024.
Ia mengatakan dalam proses tindak lanjut kajian pemberian insentif tersebut pihaknya berkoordinasi dengan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, serta Kementerian Keuangan.
"Kami harus mengajak Kementerian Perekonomian dan Kementerian Keuangan untuk membahas lebih serius karena Kementerian Perekonomian punya beban tinggi dan Kementerian Keuangan hari ini juga harus kerja keras untuk mengumpulkan banyak sumber pemasukan baru," kata dia seperti dikutip Antara.
Wamenperin mengatakan sektor ritel di tanah air saat ini sedang terganggu pertumbuhannya karena hambatan rantai pasok global.
Sebelumnya, sektor ritel di tanah air dinilai tengah mengalami penurunan. Seperti halnya yang terjadi pada PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk atau Alfamart yang melaporkan menutup 400 gerai sepanjang tahun 2024.
Berdasarkan indeks penjualan riil (IPR) yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia pada Februari 2024, IPR tercatat meningkat mencapai 214,1 atau tumbuh 6,4 persen secara tahunan atau year on year (YoY).
Kinerja penjualan ritel atau eceran tersebut didorong oleh pertumbuhan sektor makanan, minuman, dan tembakau yang meningkat secara tahunan yakni sebesar 9,1 persen.
Peningkatan kontribusi ketiga sektor itu didominasi oleh pembelian yang dilakukan oleh kelas menengah dan generasi milenial. Penerapan PPN 12 persen mulai tahun depan untuk barang dan jasa tertentu, diperkirakan akan mengerem pembelian masyarakat.
Ritel Disarankan Main di Online
Peneliti Pusat Ekonomi Makro dan Keuangan BRIN, Ragimun, menyarankan pelaku usaha di sektor ritel lebih mengoptimalkan penjualan secara online untuk meningkatkan daya saing sektor tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ragimun saat dihubungi di Jakarta, Selasa, menyatakan optimalisasi penjualan tersebut mesti dilakukan mengingat saat ini sudah terjadi perubahan perilaku masyarakat yang lebih gemar belanja secara online.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Sepertinya trennya sudah berubah, kecuali dia masif untuk mengikuti tren dengan by online juga," katanya.
Perubahan perilaku tersebut dikarenakan alternatif produk yang ditawarkan secara daring biasanya lebih murah.
"Ada beberapa pilihan belanja alternatif seperti pembelian di online yang lebih murah," ujar dia.
Sektor ritel yang saat ini dinilai mengalami penurunan tidak sepenuhnya dipengaruhi oleh daya beli masyarakat yang lemah, melainkan ada faktor pendukung lain, seperti sewa gedung yang mahal, lokasi gerai kurang strategis, serta kecenderungan pengalihan modal ke sektor yang lebih menguntungkan.
Di beberapa daerah ada sentimen masyarakat untuk membeli barang kebutuhan pokok di warung-warung biasa, serta penolakan pendirian minimarket.
Joniansyah berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan Editor Kontroversi Meikarta: dari Kisruh Kepemilikan sampai Akan Right Issue Rp1,48 Triliun