Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KENAIKAN bunga dolar Amerika Serikat oleh Federal Reserve (Fed) Amerika pada 16 Maret lalu biasanya melemahkan mata uang dan indeks harga saham negara berkembang. Namun kali ini ternyata sebaliknya yang terjadi. Rupiah, yang tadinya berada di level 13.347 per dolar Amerika, hari itu justru menguat ke angka 13.314 pada empat hari sesudahnya, walau kemudian menciut balik ke tingkat 13.331 pada Rabu pekan lalu.
Indeks harga saham gabungan di bursa kita pun menguat sehari kemudian ke tingkat 5.540, dari sebelumnya di posisi 5.518. Tapi ternyata ini pun hanya sementara, karena Rabu pekan lalu indeks melemah lagi ke level 5.507. Mengapa tren ini terjadi?
Bagi para pemain pasar, pernyataan Janet Yellen, Ketua Dewan Fed, bahwa kenaikan suku bunga dolar Amerika selanjutnya akan dilakukan secara bertahap dengan memberi sinyal lebih awal terasa cukup menyejukkan. Para juragan dan pemutar uang menanggapinya secara positif. Sifat sementara tren ini juga dipengaruhi oleh meningkatnya ketidakpastian menyangkut realisasi kebijakan ekonomi Presiden Amerika Donald Trump.
Beberapa kebijakan Trump mengundang sentimen pro dan kontra. Keinginannya menyederhanakan sistem perpajakan dan penurunan tarif pajak serta rencana pembelanjaan negara untuk memperbaiki dan mengembangkan infrastruktur yang sudah lama tertunda dipandang positif. Niat itu saja sudah sempat membuat indeks harga saham di bursa Amerika dan beberapa bursa di Asia meningkat tajam.
Namun akhir-akhir ini sentimen pasar sepertinya berbalik. Mulai timbul keraguan pada kemungkinan terlaksananya kebijakan Trump itu, mengingat kesulitannya mendapat persetujuan parlemen atas rancangan anggaran yang ia ajukan. Beberapa pihak mempertanyakan rencana yang secara drastis mengalihkan dana dari pembelanjaan beberapa program sosial di dalam negeri, termasuk bantuan ke luar negeri, kepada program pertahanan dan keamanan. Tapi yang lebih dikhawatirkan adalah seberapa jauh pemerintah Trump akan melaksanakan kebijakan proteksi perdagangan luar negerinya, yang jika dilakukan dapat membatasi arus perdagangan global dan menghambat pertumbuhan ekonomi dunia--yang baru mulai pulih.
Lantas apa relevansi semua ini buat kita? Mungkin yang pertama adalah inflasi. Dengan pemulihan ekonomi dunia, tingkat inflasi perlahan-lahan sudah meningkat. Harga komoditas sudah terlihat naik, yang membantu ekspor mineral kita. Tapi, sebaliknya, biaya impor minyak akan naik. Ditambah ada rencana tarif listrik ikut naik, tentu ini semua akan mendorong inflasi. Memang harga minyak dan listrik dapat ditekan dengan subsidi, tapi anggaran pemerintah sudah cekak dan subsidi tidak dinilai positif oleh lembaga peringkat global, seperti S&P.
Masalah kedua adalah anggaran pemerintah 2017, ketika target penerimaan pajak tahun ini akan sulit tercapai. Program tax amnesty berakhir akhir Maret ini dan pertumbuhan penerimaan terlihat masih lesu. Akibatnya, pembelanjaan negara rutin ataupun untuk pembangunan infrastruktur akan terbatas.
Terakhir adalah pertumbuhan ekonomi, yang pada awal pemerintahannya Presiden Joko Widodo menargetkan bisa mencapai 7 persen. Dengan tingkat bunga rupiah yang makin sulit diturunkan untuk mendorong konsumsi serta batasan belanja negara dan pertumbuhan ekspor, harapan kini bertumpu pada peningkatan investasi. Artinya, perlu pembukaan pintu yang lebih lebar bagi investor swasta lokal ataupun asing, yang pada masa menjelang atau selama pemilihan umum akan sulit dilakukan. Mungkin kita harus lebih realistis dan berusaha mempertahankan pertumbuhan 5 persen, setidaknya untuk tahun ini.
Manggi Habir - Kontributor TEMPO
Kurs | |
Pekan sebelumnya | 13.347 |
Rp per US$ | 13.329 |
Penutupan sesi pertama 24 Maret 2017 |
IHSG | |
Pekan sebelumnya | 5.540 |
5.557 | |
Penutupan sesi pertama 24 Maret 2017 |
Inflasi | |
Bulan sebelumnya | 3,49% |
3,83% | |
Februari 2017 YoY |
BI 7-Day Repo Rate | |
4,75% | |
16 Maret 2017 |
Cadangan Devisa | |
31 Januari 2017 | US$ miliar 116,890 |
Miliar US$ | 116,863 |
28 Februari 2017 |
Pertumbuhan PDB | |
2016 | 5,02% |
5,1% | |
Target 2017 |
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo