Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Realisasi RUPTL kurang dari 50 persen selama 11 tahun terakhir.
PLN menghadapi tantangan dari sisi konsumsi listrik yang tak bertumbuh.
Perlu strategi agar tidak membebani keuangan negara dan mencegah kekurangan pasokan.
JAKARTA — Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyoroti realisasi rencana usaha penyediaan tenaga listrik atau RUPTL yang masih jauh dari target. Selama periode 2011 hingga Agustus 2022, rata-rata persentase pemenuhan proyek dalam dokumen hanya 46,13 persen.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Rendahnya kemajuan proyek RUPTL itu, menurut BPK, mengkhawatirkan karena dapat memicu kekurangan pasokan pada sebagian besar sistem ketenagalistrikan nasional. Melansir dari Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I 2023, BPK mencatat mayoritas sistem tenaga listrik berada dalam kondisi siaga dan defisit jika melihat kemajuan pembangunan pembangkit serta proyeksi kesiapan operasi unit pembangkit sejauh ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Salah satu yang menjadi perhatian badan ini adalah 15 proyek dengan kapasitas 336,8 megawatt yang konstruksinya terhenti. Selain itu terdapat 12 proyek dengan kapasitas 177 megawatt yang tidak dilanjutkan.
Menurut Executive Vice President of Renewable Energy PT PLN (Persero) Zainal Arifin, pemicu utama keterlambatan realisasi RUPTL adalah kelebihan pasokan alias oversupply listrik. Hingga Juni lalu, perusahaan mencatat selisih cadangan daya terhadap beban puncak pada sistem kelistrikan Jawa-Bali sebesar 44 persen. Sistem lain yang juga mengalami kelebihan pasokan, antara lain, adalah Sumatera sebesar 24 persen, Kalimantan 57 persen, Lombok 37 persen, Nias 8 persen, dan Ternate 58 persen.
Akibat kondisi tersebut, target penambahan kapasitas pembangkit dari energi baru dan terbarukan (EBT) tak tercapai. Zainal menjelaskan, ada keterlambatan realisasi proyek pembangkit EBT hingga 1,5 tahun dari rencana. "Sekarang sudah disesuaikan targetnya dan pengadaan sedang kami akselerasi," tuturnya kepada Tempo, kemarin.
Petugas mengecek meteran listrik di Bendungan Hilir, Jakarta, 9 Oktober 2023. TEMPO/Tony Hartawan
Zainal optimistis kondisi tersebut tak lama lagi selesai. Dia memproyeksikan dalam 2-3 tahun ke depan sistem Jawa-Bali tak lagi kelebihan pasokan. Dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi Energi DPR pada 15 November lalu, Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo pun menyatakan masalah ini bisa selesai pada 2025-2026, lebih cepat dari perkiraan awal 2029-2030, karena permintaan yang bakal naik.
Karena itu PLN punya ambisi baru. Dalam revisi RUPTL 2021-2030, PLN bersama pemerintah sepakat mengalokasikan 75 persen tambahan kapasitas pembangkit dari energi baru dan terbarukan. Kapasitasnya setara dengan 31,6 gigawatt.
Dimintai konfirmasi ihwal strategi untuk merealisasi target perusahaan dalam RUPTL, Executive Vice President Corporate Communication & CSR PLN Gregorius Adi tak menjawab secara rinci. "PLN akan terus merealisasi pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan yang ada dalam RUTPL," ujarnya.
Tempo berupaya menghubungi Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo. Tapi dia tak merespons hingga berita ini ditulis. Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Jisman P. Hutajulu pun tidak memberikan jawaban.
Perlu Tambah Permintaan
Kepala Pusat Kajian Pangan, Energi, dan Pembangunan Berkelanjutan Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Abra Talattov menuturkan kunci untuk mewujudkan seluruh target RUPTL terletak pada strategi penambahan konsumsi listrik. PLN butuh dukungan pemerintah untuk mewujudkannya.
Dia mencatat konsumsi listrik di Indonesia hanya 1,1 kWh per kapita pada 2022. Sementara itu, di level Asia Tenggara, rata-rata konsumsinya bisa 3,6 kWh per kapita. Angka itu juga sangat rendah dibanding konsumsi di negara-negara G20 yang rata-rata 5,6 kWh per kapita.
Untuk mengatasinya, pertumbuhan ekonomi perlu melesat. Ekonomi Indonesia hanya bertahan di level 5 persen. Indef bahkan memperkirakan ekonomi hanya tumbuh 4,8 persen tahun depan karena pengaruh tahun politik. "Perlambatan ini jadi tantangan dalam merealisasi RUPTL," ujarnya.
Salah satu pekerjaan rumah pemerintah adalah menggairahkan kembali industri. "Pertumbuhan industri manufaktur sangat penting untuk meningkatkan permintaan listrik," kata Abra. Sayangnya, pertumbuhan industri ini terus melemah.
Petugas PLN memasang meteran listrik Smart meter AMI (Advance Metering Infrastructure) di rumah pelanggan PLN di Grogol Petamburan, Jakarta, 20 Juli 2023. TEMPO/Tony Hartawan
Abra mengingatkan bahwa penambahan kapasitas tanpa mempertimbangkan permintaan akan menjadi bom waktu negara. Korelasinya terletak pada tingginya biaya produksi listrik. Jika bukan masyarakat yang menanggung, negara harus mengucurkan dana. Tahun lalu saja pemerintah sudah menggelontorkan subsidi dan kompensasi listrik hingga Rp 100 triliun.
Belajar dari catatan BPK ini, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform Fabby Tumiwa menilai pemerintah dan PLN perlu menyusun rencana yang lebih realistis. Khususnya dengan mempertimbangkan permintaan listrik. Eksekusi yang sesuai dengan RUPTL juga penting. "Rencana untuk lelang belum optimal, perlu dilakukan secara reguler dan transparan," ujarnya.
Khusus untuk proyek pembangkit energi terbarukan, Fabby menilai PLN setidaknya harus mengadakan lelang pembangkit listrik berkapasitas 4-5 gigawatt per tahun mulai 2024 untuk mencapai target 2030. "Kalau ini tidak dilakukan setelah overcapacity diatasi pada 2026, kita akan menghadapi risiko kekurangan pasokan listrik".
VINDRY FLORENTIN
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo