Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Wajah Edward Supiko, 23 tahun, terlihat tegang. Mahasiswa Universitas Indonusa Esa Unggul ini baru dicokok gerombolan polisi di Jalan Panjang, Jakarta Barat. Persoalannya sungguh berat. Edward dituduh "tertangkap tangan" membawa segepok ganja. Tanpa banyak cingcong, polisi menggelandang Edward ke Markas Polsek Kebon Jeruk, yang tak jauh dari lokasi penangkapan.
Kisah penangkapan Edward masih berlanjut. Setibanya di kantor polisi, yang memampangkan semboyan "Kami Siap Melayani Anda", Edward diinterogasi. Dengan bentakan dan makian, polisi memaksa Edward agar mengaku sebagai pengedar ganja. Karena menyanggah, polisi melucuti semua pakaian Edward. Akhirnya, Edward yang sedang ketakutan setengah mati itu cuma bercelana pendek.
Polisi baru saja menangkap pengedar barang haram? Bukan. Adegan itu hanyalah cuplikan aksi bo'ong-bo'ongan di acara Mbikin Orang Panik (MOP)?reality show yang ditayangkan RCTI pada 25 Mei 2004. Edward, yang masih ketakutan dan bercelana pendek, akhirnya tahu bahwa ia hanya dikerjain oleh kru acara MOP dan polisi.
Persoalan pun meruyak. Polda Metro Jaya menganggap polisi yang terlibat reality show MOP itu melanggar kode etik. Sidang Komisi Etik yang digelar minggu lalu memastikan para polisi yang ikut mengerjai Edward bersalah. Bahkan Iptu Soenarjo, Kepala Unit Patroli Polsek Kebon Jeruk, yang terlibat secara langsung dalam syuting, dijatuhi sanksi pemecatan. Dua atasan Soenarjo, Kapolsek dan Wakil Kapolsek Kebon Jeruk, direkomendasikan untuk dimutasikan. "Mau mejeng di televisi kok merusak citra korps," ujar Irjen Polisi Makbul Padmanagara, Kapolda Metro Jaya.
Pihak RCTI pun tak kalah kalut. Meski tengah menggiatkan pelbagai tayangan reality show, stasiun televisi swasta pertama itu buru-buru mengambil langkah penyelamatan. "Kami akan menghentikan semua tayangan reality show," ujar Arief Suditomo, Manajer Perencanaan Program RCTI. Selain menayangkan Mbikin Orang Panik, RCTI masih memiliki beberapa reality show: Komedi Paling Jahil, Ngacir, Katakan Cinta, Selebriti Nginep, dan Ketemu Camer.
Langkah RCTI sejatinya bukanlah keputusan mudah. Maklum, selain program infotainment, acara reality show tengah menjadi acara andalan hampir semua stasiun televisi. Sejak sukses yang diraih Spontan di SCTV delapan tahun silam, stasiun lain berlomba-lomba menayangkan program reality show. Pelbagai acara?seperti Harap-Harap Cemas (SCTV), Emosi (Trans TV), Ketok Pintu (TV7), Katakan Cinta (RCTI), Kecian Deh Lu (ANTV), dan Berani Dong (Indosiar)?termasuk acara andalan yang rutin menghampiri jutaan pemirsa televisi.
Membeludaknya program reality show juga dipicu oleh persoalan ekonomi. Ongkos produksi reality show terbilang murah. Maklum, tak seperti pembuatan sinetron, acara semacam ini tak menghamburkan banyak duit untuk para selebriti. Acara Mbikin Orang Panik yang dibuat oleh Rumah Produksi Avicom, misalnya, hanya menghabiskan sekitar Rp 15 juta per episode. (Bandingkan dengan ongkos produksi sebuah sinetron. Raam Punjabi, pemilik Rumah Produksi Multivision, mengaku ongkos produksi sinetronnya rata-rata mencapai Rp 150 juta per episode).
Sayangnya, pelbagai acara reality show seperti menyimpan bom waktu. Soalnya, banyak acara reality show yang menggunakan teknik pengambilan gambar sembunyi-sembunyi. Padahal, teknik tersebut sungguh berpotensi menuai gugatan dan persoalan serius. Ade Armando, anggota Komisi Penyiaran Indonesia, menganggap teknik mengambil adegan secara sembunyi-sembunyi telah menerabas etika. "Privasi dan hak asasi obyek jadi korban," ujar Ade Armando. Tak mengherankan, dosen Jurusan Komunikasi Universitas Indonesia ini menyarankan agar rumah produksi tak lagi membuat reality show seperti itu.
Memang, meski banyak reality show yang merekam adegan nakal dengan kamera tersembunyi, tak semuanya menuai masalah. Acara Spontan, yang dipandu oleh tokoh Komeng yang lucu, misalnya, masih rajin menghampiri pemirsa televisi. Kunci sukses reality show yang muncul pertama kali di SCTV ini adalah pemilihan tema yang lucu. Spontan tak pernah membuat adegan "keterlaluan"?seperti penangkapan target korban oleh aparat polisi sungguhan. Jadi, agar tetap awet dan selamat, ujar Komeng, "Jangan terlalu serius, dan tetap: hu-huiii!"
Setiyardi
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo