Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Kesenjangan masyarakat untuk mendapatkan akses perbankan masih lebar.
Sejumlah negara menggunakan regulasi bank digital untuk efisiensi dan memperluas jangkauan layanan perbankan..
Sejumlah BUMN menyiapkan sinergi berupa pembetukan holding dan penggabungan bisnis.
DWI Istriari akhirnya bisa kembali membuka lapak jajanan pasar Agustus tahun lalu. Kala itu, dia baru menerima bantuan Presiden senilai Rp 2,4 juta yang disalurkan melalui PT Permodalan Nasional Madani (Persero) atau PNM.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebelumnya, usaha yang ia jalankan sejak 2013 itu sempat terhenti sejak awal pandemi Covid-19. Modal yang tak seberapa perlahan habis karena tak ada lagi uang yang bisa diputar. Pesanan untuk acara kelurahan ataupun pertemuan seret. “Nyaris enggak ada pesanan sama sekali,” kata Dwi saat dihubungi pada Jumat, 22 Januari lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tiga tahun terakhir, Dwi mengandalkan pinjaman modal dari program PNM Membina Ekonomi Keluarga Sejahtera (Mekaar) untuk memutar roda usaha kecil miliknya itu. Program ini berupa layanan permodalan berbasis kelompok untuk perempuan dari keluarga prasejahtera yang melakoni usaha ultramikro. Bantuan modal diberikan baik bagi yang ingin memulai usaha maupun mengembangkan bisnis.
Sehari-hari, Dwi menjajakan kue, juga puding serta baceman tahu dan tempe, buatannya di depan rumahnya di Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Jajanan itu juga biasa dibeli orang untuk dijual lagi di tempat lain. Sebelum pagebluk, Dwi bisa mengantongi keuntungan Rp 100-150 ribu setiap hari.
Dwi mengenal PNM Mekaar dari tetangganya, persis ketika perempuan 38 tahun itu membutuhkan tambahan modal. Saat itu ia meminjam Rp 2 juta yang dapat diangsur Rp 50 ribu setiap minggu dalam setahun. Kini nilai pinjaman modal yang dimohon Dwi sebesar Rp 4 juta yang akan diangsur Rp 100 ribu selama 50 kali dalam setahun.
Menurut Dwi, pinjaman modal itu telah membantu usahanya. Bagian terpentingnya adalah dia tak perlu menyerahkan agunan untuk mengaksesnya. “Sempat kepikiran pinjam ke bank, tapi usaha masih kecil dan enggak punya apa-apa untuk jadi jaminan,” tuturnya.
Dwi adalah potret jutaan pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah yang diperkirakan belum terakses pembiayaan formal. Dalam hitungan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, jumlahnya mencapai 23 juta orang, lebih dari sepertiga total pelaku UMKM yang terdata hingga 2018.
Mereka bukan hanya pegiat UMKM yang tinggal di pelosok. Banyak juga pelaku usaha mikro yang tinggal di perkotaan tidak dapat mengakses kredit perbankan lantaran tak memenuhi berbagai persyaratan, dari administrasi hingga penilaian risiko. Istilahnya, mereka dianggap tidak bankable.
Saking banyaknya pelaku usaha yang kesulitan mengakses pendanaan, pemerintah menggulirkan berbagai program bantuan. Untuk mendorong penyaluran kredit usaha rakyat oleh perbankan, misalnya, pemerintah menyiapkan subsidi bunga hingga imbal jasa penjaminan. Sepanjang 2015-2020, total alokasi anggaran untuk dukungan subsidi bunga ini mencapai Rp 47 triliun.
Program pembiayaan usaha ultramikro juga bergulir sejak 2017 senilai total Rp 8 triliun lewat PT Pusat Investasi Pemerintah, yang bekerja sama dengan sejumlah lembaga keuangan nonbank penyalur dana. Sejak tahun lalu, PNM menjadi salah satu pelaksana program pembiayaan ini lewat PNM Mekaar.
Di sejumlah negara, regulasi bank digital diarahkan untuk menjawab persoalan besar ini. Otoritas Moneter Singapura (MSA), misalnya, membagi dua jenis lisensi bank digital, yakni digital full bank (DFB) dan digital wholesale bank (DWB). Bank digital yang mengantongi lisensi DFB bermain di segmen retail dan korporasi. Sedangkan DWB bertugas di segmen nonretail, terutama usaha kecil. Di Malaysia, meski hanya ada satu tipe lisensi, izin bank digital juga diberikan untuk menggarap masyarakat yang selama ini kurang atau sama sekali belum terlayani perbankan.
Di tengah belum jelasnya regulasi tentang bank digital di Indonesia, strategi lain justru datang dari perusahaan negara. Dikomandoi Kementerian Badan Usaha Milik Negara, dua rencana aksi korporasi besar di sektor jasa keuangan kini tengah disiapkan oleh sejumlah perusahaan pelat merah: pembentukan holding BUMN pembiayaan usaha ultramikro dan UMKM serta penggabungan bank syariah milik negara. Dua rencana bisnis ini punya orientasi sama, yaitu menyediakan akses permodalan yang lebih efisien dan murah bagi segmen pasar menengah ke bawah.
Pembentukan holding BUMN pembiayaan usaha kecil dan menengah bakal melibatkan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, PT Permodalan Nasional Madani, dan PT Pegadaian (Persero). Wacana ini sebenarnya sempat dilontarkan Menteri BUMN Erick Thohir pada Februari 2020. Belakangan, pada Desember tahun lalu, Erick kembali menyatakan rencana itu akan direalisasikan tahun ini.
Sinergi itu pada dasarnya bertujuan mengefisienkan biaya dana di antara calon anggota holding. Menteri Erick mencontohkan, biaya yang harus ditanggung PNM agar punya cukup dana untuk menyalurkan modal bisa mencapai 9 persen, tiga kali lipat biaya BRI yang hanya 3 persen.
Menurut Erick, dengan biaya dana lebih murah, bunga yang dikenakan kepada penerima pembiayaan modal diharapkan bisa ditekan. Dengan tujuan yang sama, sinergi ini dianggap penting agar ekspansi usaha juga murah, lalu berkembang ke kerja sama platform satu data yang bisa menjangkau data UMKM nasional. “Lalu ada pengusaha naik kelas, jangan itu-itu saja. Ini yang hendak kami coba perbaiki,” ucap Erick di kantornya, Kamis, 21 Januari lalu. Dia berharap BRI kelak bisa menjadi ibu bagi pelaku UMKM dan ultramikro.
Penggabungan bank syariah milik negara membidik target serupa. Melibatkan PT Bank Syariah Mandiri, PT Bank BRI Syariah Tbk, dan PT BNI Syariah, rencana ini akan diresmikan pada 1 Februari mendatang. Ketua Project Management Office Integrasi dan Peningkatan Nilai Bank Syariah BUMN Hery Gunardi mengungkapkan, saat ini pihaknya tengah menunggu izin dari Otoritas Jasa Keuangan serta Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia untuk nama baru perseroan, yaitu Bank Syariah Indonesia.
Hingga Desember 2020, Bank Mandiri Syariah mencatatkan aset Rp 126,91 triliun, naik 13,02 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Demikian halnya dengan BNI Syariah, yang mencatatkan kenaikan aset sekitar 23,2 persen pada triwulan III 2020 menjadi Rp 54 triliun. Adapun pertumbuhan aset BRI Syariah secara tahunan melonjak 56,55 persen per Oktober 2020.
Menurut Hery, penggabungan bank syariah memang bertujuan memajukan ekosistem ekonomi dan keuangan syariah sekaligus menjadi langkah strategis pembangunan industri halal di Indonesia. Hery, yang juga Direktur Utama Bank Syariah Mandiri, menilai penggabungan ini juga akan memberi kesempatan perusahaannya untuk lebih kompetitif.
Di sisi lain, Hery pun optimistis bank syariah baru ini bakal makin bisa melayani semua segmen nasabah, dari UMKM hingga korporasi. “Penggabungan ini akan menghadirkan layanan dan solusi keuangan syariah yang lengkap, satu atap, untuk berbagai segmen dan kebutuhan nasabah,” ujar Hery, Jumat, 22 Januari lalu.
AISHA SHAIDRA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo