Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta -Rencana pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka mengubah subsidi energi menjadi bantuan langsung tunai (BLT) disebut perlu mengikutsertakan calon kelas menengah. Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira Adhinegara menilai hal ini penting agar tidak terjadi pelemahan daya beli.
Bhima mengatakan rencana tersebut berpotensi menghemat impor bahan bakar minyak (BBM) sekaligus memangkas anggaran subsidi BBM secara signifikan. Lebih lanjut, rencana itu juga dikatakan bisa mendorong masyarakat menggunakan transportasi umum dan mempercepat transisi energi. “Tapi perlu diperhatikan fakta, penerima BLT dan pengguna BBM subsidi tidak semua kategori miskin,” kata dia kepada Tempo lewat pesan singkat pada Kamis, 3 Oktober 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bhima melanjutkan, jika mekanismenya mau diubah, maka BLT perlu menyasar masyarakat rentan miskin dan aspiring middle class (calon kelas menengah).
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah kelas menengah dan menuju kelas menengah mencakup 66,35 persen dari total penduduk Indonesia, dengan proporsi konsumsi pengeluaran mencapai 81,49 persen dari total konsumsi masyarakat. Porsi kelas menengah mulai mengalami penurunan sejak pandemi COVID-19 pada 2019, dari 57,33 juta (21,45 persen) pada 2019 menjadi 47,85 juta (17,13 persen) pada 2024. Sementara, jumlah calon kelas menengah meningkat dari 128,85 juta (48,20 persen) menjadi 137,50 juta (49,22 persen).
Mengutip dari situs web Kementerian Sosial, bantuan langsung tunai atau BLT disalurkan guna meringankan beban serta melindungi daya beli masyarakat prasejahtera atas tekanan berbagai kenaikan harga secara global. Sasaran penerima BLT adalah 20,65 juta jiwa Keluarga Penerima Manfaat (KPM) Program Sembako atau bantuan pangan non tunai (BPNT) dan Program Keluarga Harapan (PKH).
Bhima menjelaskan, jika mekanisme pengubahan subsidi BBM menjadi BLT hanya menyasar kelas miskin, maka kelas menengah rentan berisiko turut jatuh miskin. “Khawatir jika coverage BLT sebagai kompensasi subsidi BBM terbatas, maka akan terjadi pelemahan daya beli yang cukup signifikan. Konsumsi rumah tangga bisa tumbuh dibawah 4 persen year-on-year tahun depan,” katanya.
Sebelumnya, wacana pengubahan subsidi BBM menjadi BLT dilontarkan oleh Ketua Dewan Pakar Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, Burhanuddin Abdullah, saat hadir di acara UOB Indonesia Economic Outlook 2025 pada Rabu, 25 September 2024.
“Kami ingin memperbaiki data, sehingga subsidi dapat diberikan dalam bentuk bantuan tunai secara langsung kepada keluarga-keluarga yang layak menerimanya. Itulah yang akan kami lakukan,” kata Burhanuddin dalam acara yang ditayangkan di YouTube itu.
Eks Gubernur Bank Indonesia itu menyampaikan skema subsidi energi di Indonesia selama ini tidak tepat sasaran. Selain itu, ia mengklaim telah menghitung potensi penghematan anggaran sekitar Rp150-200 triliun jika skema subsidi diubah menjadi BLT.
Dengan penghematan itu, menurut dia, dana yang tersisa bisa digunakan untuk hal-hal yang lebih produktif dan bisa mendorong pertumbuhan ekonomi. Tempo telah menghubungi Burhanuddin untuk bertanya lebih lanjut tentang rincian rencana ini. Namun, ia tidak merespons hingga waktu berita ini ditayangkan.
Antara dan Hammam Izzudin berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pilihan editor: OJK Catat Piutang Pembiayaan Paylater Naik 89,2 Persen