Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Tawaran restrukturisasi Jiwasraya berbuah penolakan dari kelompok nasabah.
Dipicu skema penyelesaian polis JS Saving Plan yang dianggap merugikan.
Gugatan dari kelompok nasabah di luar negeri telah bergulir.
PERTEMUAN terakhir secara virtual itu berlangsung sekitar dua jam. Ahad sore, 20 Desember lalu, sekitar 50 orang mengikutinya. Mereka adalah para nasabah PT Asuransi Jiwasraya (Persero) yang tergabung dalam Forum Korban Jiwasraya. Rapat digelar untuk menentukan langkah lanjutan setelah para pemegang polis JS Saving Plan tersebut menyatakan penolakan terhadap skema restrukturisasi yang disiapkan oleh Jiwasraya. “Kami putuskan membuat surat gugatan dan sudah dilaksanakan,” ujar Machril, seorang nasabah yang tergabung dalam Forum Korban Jiwasraya itu, Kamis, 24 Desember lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Rencana gugatan itu sebenarnya telah terlontar ketika perwakilan forum menggelar jumpa pers, Senin, 14 Desember lalu. Temu media ini digelar untuk menanggapi pengumuman terbaru dari Jiwasraya tentang dimulainya program restrukturisasi. Disampaikan oleh Direktur Utama Jiwasraya Hexana Tri Sasongko, perseroan meminta agar para nasabah segera mengikuti program ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Para nasabah kecewa lantaran tak dilibatkan dalam pembahasan rencana penyelesaian klaim asuransi mereka yang lama tertunggak. Yang membikin mereka tambah geram adalah tawaran skema restrukturisasinya. “Semua opsi restrukturisasi yang ditawarkan sangat memberatkan nasabah,” ujar perwakilan Forum Korban Jiwasraya, Roganda Manulang.
Rabu, 23 Desember lalu, Roganda dan kawan-kawan resmi melayangkan surat penolakan mereka kepada manajemen Jiwasraya dan Otoritas Jasa Keuangan. Dalam warkat itu Forum Korban Jiwasraya meminta agar OJK menjadi mediator pembahasan skema restrukturisasi yang melibatkan nasabah, perseroan, dan pemerintah sebagai pemegang saham.
Puluhan nasabah yang tergabung dalam Forum Korban Jiwasraya menggelar aksi damai di kantor pusat Jiwasraya, Jakarta, 11 September lalu. Foto: Detikcom/Agung Pambudhy
Yang tak mereka ikuti, restrukturisasi polis sebenarnya hanya satu bagian dalam rencana penyehatan keuangan Jiwasraya yang pembahasannya digeber beberapa bulan terakhir. Pada 14 September lalu, misalnya, pemerintah telah menggelar rapat koordinasi terbatas antara Kementerian Koordinator Perekonomian; Kementerian Koordinator Maritim dan Investasi; Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan; Kejaksaan Agung; dan Kepolisian RI.
Rapat yang juga dihadiri Kementerian Badan Usaha Milik Negara, Kementerian Keuangan, dan OJK itu telah menyetujui langkah penyelamatan polis dan penyehatan Jiwasraya. Dalam surat bernomor S-449/NB.2/2020 tertanggal 22 Oktober 2020, OJK juga menyatakan tak keberatan atas rencana penyehatan keuangan Jiwasraya.
•••
RESTRUKTURISASI polis merupakan langkah awal rencana penyehatan keuangan Jiwasraya yang diputuskan akan berupa pengalihan portofolio perseroan ke IFG Life. Ini adalah lini bisnis asuransi baru di bawah bendera Indonesia Financial Group (IFG), nama baru PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (Persero) yang sebelumnya ditetapkan sebagai holding company perusahaan negara sektor perasuransian dan penjaminan.
Kelak, IFG Life hanya akan mengambil alih pengelolaan polis Jiwasraya yang telah ikut dalam program restrukturisasi. Penyelesaian polis ini sebagian bakal disokong duit negara.
Gambaran restrukturisasi itu mulai gamblang pada Senin, 30 November lalu. Kala itu, dalam rapat kerja dengan Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat, Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjaatmadja menyebutkan ada empat skema yang bisa dipilih oleh nasabah. Semua polis rencananya akan dihentikan pada 31 Desember sebagai dasar pelaksanaan restrukturisasi yang akan dilakukan via IFG Life.
Dokumen rencana restrukturisasi menunjukkan empat skema yang dimaksud itu sebenarnya menyasar nasabah retail perorangan. Ada skema lain yang disiapkan khusus bagi pemegang polis JS Saving Plan dan nasabah korporasi.
JS Saving Plan merupakan produk yang digulirkan Jiwasraya sejak 2013. Polis ini berbeda dengan produk asuransi pada umumnya. Singkatnya, ini adalah produk tabungan-investasi berbungkus asuransi. Manajemen Jiwasraya ketika itu menjanjikan pengembalian dana berikut bunga tinggi untuk menarik duit sebanyak-banyaknya dari masyarakat.
Belakangan, Badan Pemeriksa Keuangan menilai produk ini cacat, tak memenuhi ketentuan sebagai produk asuransi. Pengelolaan dana investasi dari produk ini pula yang melatarbelakangi kasus gagal bayar dan korupsi Jiwasraya. Jumlah nasabahnya tak sedikit. Nilai tunggakan klaim JS Saving Plan per 31 Mei 2020 mencapai Rp 16,5 triliun dari 17.451 nasabah. Angka ini jauh lebih besar ketimbang utang klaim nasabah polis tradisional yang hanya Rp 1,5 triliun.
Kepada pemegang polis JS Saving Plan, perseroan menawarkan tiga alternatif penyelesaian. Opsi pertama berupa pembayaran nilai tunai secara penuh atau 100 persen yang akan dicicil selama 15 tahun tanpa bunga. Nasabah pun mendapatkan asuransi kecelakaan dengan manfaat yang mengacu kepada saldo awal polis.
Opsi kedua berupa pembayaran klaim dengan tempo cicilan yang lebih cepat, yakni lima tahun, juga tanpa bunga. Namun pembayaran dilakukan sebesar kurang-lebih 71 persen atau terdapat haircut sekitar 29 persen dari nilai tunai. Adapun opsi ketiga berupa cicilan klaim selama lima tahun, dengan pembayaran di muka sebesar 10 persen oleh IFG Life.
Tim Percepatan Restrukturisasi Polis Jiwasraya menegaskan skema-skema restrukturisasi polis, termasuk yang ditawarkan kepada nasabah JS Saving Plan, ditetapkan dengan pertimbangan kondisi keuangan perseroan dua tahun terakhir. Restrukturisasi juga diharapkan tak membebani IFG Life yang akan melanjutkan pengelolaan portofolio Jiwasraya.
Anggota Tim Perumus Solusi Jangka Pendek Program Restrukturisasi Polis Jiwasraya, Farid Azhar Nasution, mengatakan semua skema itu merupakan opsi dengan kerugian paling minim bagi nasabah. Itu sebabnya restrukturisasi polis diutamakan ketimbang rencana likuidasi yang semula sempat masuk dalam alternatif penyelesaian masalah Jiwasraya. Likuidasi, kata dia, berisiko tinggi lantaran kapasitas aset Jiwasraya jauh lebih rendah ketimbang liabilitasnya.
Dalam paparannya, per November 2020, nilai aset Jiwasraya hanya Rp 15,8 triliun. Angka ini terus menurun dibanding pada dua tahun lalu yang masih di kisaran Rp 23 triliun. Adapun liabilitas perseroan kini telah mencapai Rp 54,4 triliun, sehingga ekuitasnya negatif Rp 38,6 triliun. “Kalau likuidasi saat ini nasabah tidak akan dapat lebih dari 20 persen, itu pun waktunya tidak sebentar,” ucap Farid, Rabu, 23 Desember lalu. Menurut dia, skema restrukturisasi polis akan memberikan klaim yang maksimal kepada nasabah.
Ketua Tim Solusi Jangka Menengah Restrukturisasi Polis Jiwasraya Angger P. Yuwono mengakui skema yang mereka tawarkan tak akan membahagiakan semua pemegang polis, seperti nasabah Saving Plan yang menolak. “Restrukturisasi itu akan memenangkan manfaat asuransi. Artinya tidak 100 persen diselamatkan, tapi paling tidak lebih baik daripada perusahaan dilikuidasi,” tutur Angger, yang juga Direktur Teknik Jiwasraya.
•••
PERLAWANAN lebih dulu datang dari Negeri Ginseng. Ratusan nasabah tengah menajajaki proses pengajuan gugatan kepada PT Bank KEB Hana Indonesia. KEB Hana merupakan satu dari delapan bank yang menjadi mitra agen penjualan JS Saving Plan.
Salah satu nasabah berkewarganegaraan Korea Selatan, Lee Kang-hyun mengungkapkan rencana gugatan itu. Para nasabah menilai KEB Hana bersalah lantaran menjual produk yang tak sehat. “Kami sudah menunjuk pengacara dan terus melengkapi dokumen yang diperlukan,” ujarnya, Selasa, 15 Desember lalu.
Seorang pejabat Jiwasraya mengungkapkan rencana gugatan terhadap KEB Hana cukup bikin risau Kementerian BUMN. Pasalnya, jika gugatan itu dikabulkan oleh pengadilan, persoalan bisa merembet ke bank penyalur lain. “Seperti BTN, BRI juga,” katanya. Seperti KEB Hana, PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk dan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk merupakan agen penjual JS Saving Plan.
Bank KEB Hana melalui pernyataan resminya pada Selasa, 22 Desember lalu, menegaskan perusahaan asuransi merupakan pihak yang harus bertanggung jawab untuk setiap produk asuransi yang diperjualbelikan. Begitu pula pada produk-produk bancassurance yang dipasarkan lewat bank, menurut mereka bukan menjadi tanggung jawab bank. “Bisnis model yang dilakukan oleh Bank Hana terkait dengan pemasaran produk JS Proteksi Plan merupakan model bisnis referensi,” demikian pernyataan Bank KEB Hana. “Begitu juga dengan sertifikat polis asuransi secara tegas disebutkan dalam aturan tersebut bahwa risiko asuransi menjadi tanggung jawab perusahaan asuransi itu sendiri, dalam hal ini Jiwasraya.”
Deputi Komisioner Hubungan Masyarakat dan Logistik OJK Anto Prabowo senada dengan pernyataan KEB Hana. Dalam konteks pemasaran produk, menurut Anto, keterlibatan bank merupakan bagian tanggung jawab perusahaan asuransi.
Adapun soal rencana penyehatan keuangan Jiwasraya, menurut dia, telah diajukan kepada OJK untuk disetujui dengan berbagai skema yang diyakini oleh pemilik atau pengurus dapat dilakukan dari aspek kemampuan pemenuhan ketentuan ketika perusahaan dalam masa penyehatan. Anto menyarankan ada komunikasi yang baik kepada pemegang polis. “Penyelesaian permasalahan ini tanggung jawab pemilik atau pengurus,” ucap Anto, Kamis, 17 Desember lalu.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo