Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ekonomi

RI Alami Deflasi Lima Bulan Beruntun, Ekonom Indef: Jadi Tantangan Awal Perekonomian Era Prabowo

Ekonom senior Indef mengatakan Ekonomi RI yang mengalami deflasi beruntun secara bulanan menjadi tantangan perekonomian yang berat bagi pemerintahan baru

1 Oktober 2024 | 19.17 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom sekaligus pendiri Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Didik Rachbini mengatakan deflasi yang terjadi secara berturut-turut bakal menjadi tantangan di awal kepemimpinan presiden terpilih, Prabowo Subianto. Adanya transisi pemerintahan membuat proses pemulihan ekonomi bakal menjadi lebih lambat dan berat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Rektor Universitas Paramadina itu mengatakan deflasi beruntun bisa berdampak serius pada perekonomian, terutama jika berlarut-larut. “Deflasi bisa menjadi tantangan serius, karena pemerintahan baru akan dihadapkan pada situasi ekonomi yang rentan,” kata dia saat dihubungi, Senin, 1 Oktober 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan perekonomian Indonesia kembali mengalami deflasi 0,12 persen secara bulanan pada September 2024. Dalam pemaparan Berita Resmi Statistik disebutkan deflasi telah terjadi lima bulan beruntun sejak Mei. Secara historis, deflasi kali ini merupakan yang terdalam dibanding bulan yang sama dalam lima tahun terakhir.

Didik Rachbini mengatakan deflasi ini sebagai pertanda penurunan aktivitas ekonomi. Deflasi berkelanjutan menurunkan insentif bagi konsumen untuk membelanjakan uangnya, karena mereka berharap harga akan terus turun. Ini menyebabkan permintaan barang dan jasa menurun dan pada akhirnya mengurangi produksi dan investasi. Dalam skenario ini, perusahaan akan mengurangi tenaga kerja, yang dapat menyebabkan peningkatan pengangguran dan memperdalam resesi.

Selanjutnya, Didik Rachbini menambahkan, deflasi dipengaruhi tekanan pada utang terutama pada perusahaan highly leverage firms atau perusahaan yang menggunakan sebagian besar dana pinjaman untuk membiayai aset-asetnya.

"Dalam situasi deflasi, nilai uang meningkat, sehingga nilai riil utang menjadi lebih tinggi. “Ini bisa menekan pemerintah, perusahaan, dan rumah tangga yang memiliki utang dalam jumlah besar,” kata Didik Rachbini.

Kebijakan fiskal dan moneter yang tepat, menurut dia, harus segera diterapkan untuk mengatasi penurunan aktivitas ekonomi. Karena adanya transisi pemerintahan bisa memperlambat proses pemulihan menuju pertumbuhan tinggi ekonomi.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus