Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Perekonomian Indonesia memang tumbuh di luar perkiraan banyak kalangan. Sayang, geliat pertumbuhan ekonomi triwulan kedua yang melejit itu tidak dirasakan sebagian besar masyarakat. Gara-gara kenaikan harga bahan bakar dan kebutuhan pokok, kepercayaan konsumen jatuh ke titik terendah sepanjang sejarah. Pemerintah dianggap tidak becus mengendalikan harga. Kalangan pengusaha pesimistis akan situasi ekonomi. Perlambatan ekonomi bukan tak mungkin terjadi bila pemerintah tak sigap mengantisipasi. Apalagi tanda-tanda itu sudah ada di ujung mata.
Indeks kepercayaan konsumen
Tertekan, tapi Masih Ada Harapan
- Indeks Kepercayaan Konsumen pada Juni nyungsep ke level 65,3-titik terendah sepanjang sejarah. Hal ini dipicu kenaikan harga bahan bakar minyak bersubsidi dan harga kebutuhan pokok yang menggerus daya beli masyarakat. Akibatnya, tingkat kepercayaan konsumen anjlok. Namun, seperti biasa, imbas kenaikan harga bensin terhadap Indeks Kepercayaan Konsumen tidak berlangsung lama. Pada Juli, indeks naik 11,3 persen ke level 72,7.
- Kenaikan itu agak melegakan di tengah tekanan inflasi dan ancaman perlambatan ekonomi global. Sebab, bila indeks tetap rendah, lambat-laun konsumen akan mengurangi belanja. Turunnya konsumsi itu pada akhirnya akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, mengingat kontribusi belanja rumah tangga terhadap perekonomian lebih dari 60 persen.
- Naiknya indeks memberikan peluang pulihnya keyakinan konsumen terhadap perekonomian pada bulan-bulan yang akan datang. Kondisi ini terlihat dari kenaikan proporsi konsumen yang berencana membeli barang tahan lama (durable goods) dalam enam bulan ke depan, yang pada Juli naik 4,7 persen dari bulan sebelumnya.
- Meski membaik, indeks Juli masih lebih rendah daripada dua bulan lalu. Artinya, tren kenaikan indeks belum sekuat masa sebelumnya. Agar tren kenaikan bisa berlanjut, pemerintah harus bekerja keras mengendalikan harga bahan pangan, terutama saat puasa, Lebaran, dan akhir tahun.
- Survei juga menunjukkan bahwa tingkat kepercayaan masyarakat berpendapatan rendah (kurang dari Rp 700 ribu per bulan) di bawah masyarakat berpenghasilan tinggi. Masyarakat bergaji tinggi tidak terpengaruh melambungnya harga bahan pokok. Berbeda dengan masyarakat berpendapatan rendah, yang sebagian besar penghasilannya dibelanjakan untuk bahan makanan.
Indeks Kepercayaan Konsumen:
- Indeks Kepercayaan Konsumen menggambarkan keadaan mutakhir perekonomian masyarakat. Hasil survei ini biasanya keluar lebih awal daripada indikator lain yang juga digunakan dalam memprediksi pola belanja. Melalui Indeks Kepercayaan Konsumen, kita bisa melihat efek dari suatu kejadian atau kebijakan pemerintah terhadap pola belanja. Indeks yang meningkat berarti keadaan perekonomian masyarakat membaik, dan sebaliknya.
- Indeks Kepercayaan didasarkan pada survei terhadap 1.700 rumah tangga Indonesia dari enam wilayah (Sumatera Utara, Jawa Barat, Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan). Survei menggunakan metode wawancara tatap muka. Sampel dipilih dengan metodologi statistik tertentu sehingga mewakili populasi.
- Responden diminta menilai keadaan perekonomian (baik lokal maupun nasional), pendapatan rumah tangga, dan ketersediaan lapangan kerja. Dalam setiap pertanyaan, konsumen dapat menjawab "optimis" atau "pesimis". Jika indeks di bawah "100" berarti respons negatif (pesimistis) melebihi jumlah respons positif (optimistis), dan sebaliknya.
Indeks Kepercayaan KonsumenKepada Pemerintah
Luruh di Titik Terendah
- Gara-gara menaikkan harga bahan bakar minyak bersubsidi di akhir Mei, Indeks Kepercayaan Konsumen kepada Pemerintah ambruk ke posisi terendah sepanjang sejarah survei. Namun, pada Juli, Indeks Kepercayaan sedikit pulih, naik 2,8 persen ke level 84,0.
- Biang keladi terpuruknya indeks adalah rendahnya kepercayaan konsumen terhadap kemampuan pemerintah menjaga kestabilan harga. Pada Juli, komponen yang mengukur kemampuan pemerintah mengendalikan harga berada pada level 46,8. Padahal dua tahun lalu bertengger pada posisi 89,2. Komponen ini juga terpaut 41,7 persen ketimbang setahun lalu. Penurunan ini disebabkan kenaikan harga bahan pangan di triwulan pertama serta kenaikan harga-harga setelah naiknya harga bahan bakar minyak.
- Konsumen juga menilai, kinerja pemerintah buruk dalam memperbaiki keadaan ekonomi. Komponen ini turun ke titik 67,1 pada Juli lalu-level terendah sepanjang sejarah survei. Komponen ini anjlok 31,7 persen ketimbang Juli dua tahun lalu.
- Dari lima parameter, dua komponen masih bertahan di atas 100, yakni kepercayaan konsumen terhadap pemerintah dalam menyediakan infrastruktur dan kepercayaan konsumen terhadap kemampuan pemerintah menjaga keamanan. Dibanding Juli 2006, dua komponen itu memang turun 3,3 persen. Tapi ketimbang Juli tahun lalu, kemampuan pemerintah menyediakan infrastruktur naik 1,9 persen.
- Hasil survei menunjukkan, untuk mengangkat citra di mata konsumen, pemerintah harus memperbaiki kinerja dalam memperbaiki harga-terutama harga pangan.
Indeks Kepercayaan Konsumen kepada Pemerintah
- Survei ini bersamaan dengan survei kepercayaan konsumen.
- Responden diminta menilai kemampuan pemerintah pada lima hal: memperbaiki keadaan ekonomi, menjaga kestabilan harga, menyediakan infrastruktur, menjaga keamanan, dan menegakkan hukum.
- Hasil survei ditampilkan dalam bentuk indeks difusi dan disesuaikan ke tahun dasar perhitungan (rebased) dengan membuat indeks rata-rata pada 2003 sama dengan 100.
- Indeks di atas 100 berarti masyarakat menilai kinerja pemerintah lebih baik ketimbang kinerja rata-rata pada 2003. Demikian pula sebaliknya.
IKKP dan Komponennya | Indeks | Perubahan (%) | ||
---|---|---|---|---|
Juli 2008 | 2 tahun | 1 tahun | 1 bulan | |
Memperbaiki keadaan ekonomi | 67,1 | -37,4 | -31,7 | 0,2 |
Menjaga kestabilan harga | 46,8 | -47,5 | -41,7 | 1,2 |
Menyediakan infrastruktur | 103,7 | -3,3 | 1,9 | 3,2 |
Menjaga keamanan | 107,9 | -3,3 | -3,6 | 5,2 |
Penegakan hukum | 94,3 | -18,9 | -4,2 | 2,5 |
IKKP | 84,0 | -21,0 | -14,4 | 2,8 |
COINCIDENT DAN LEADING ECONOMIC INDEX
Ada Resiko Melambat
- Selama triwulan kedua, Coincident Economic Index cenderung datar. Pada April dan Mei, indeks berada pada level 108,3. Pada Juni, indeks sedikit naik menjadi 108,4. Tapi, bila dibandingkan dengan triwulan pertama (rata-rata 106,9), indeks naik cukup signifikan. Pencapaian itu lebih tinggi daripada kenaikan indeks dari triwulan keempat 2007 ke triwulan pertama 2008. Ini mengindikasikan bahwa aktivitas perekonomian triwulan kedua tumbuh lebih pesat daripada pertumbuhan di triwulan pertama.
- Sama dengan pola yang terjadi pada 2007, laju pertumbuhan ekonomi triwulan pertama 2008 sempat tertahan oleh musim paceklik yang ditandai kenaikan harga sejumlah bahan kebutuhan pokok. Akibatnya, daya beli masyarakat tertekan. Namun, memasuki April lalu, harga kebutuhan pokok mulai susut menyusul panen raya yang terjadi di sebagian besar wilayah Indonesia. Hasilnya, perekonomian kembali menggeliat.
- Sayangnya, kenaikan indeks pada April tidak berlanjut ke bulan berikutnya, seperti terjadi pada tahun lalu. Hal ini dipicu oleh meningkatnya tekanan inflasi di triwulan kedua akibat kenaikan harga bensin bersubsidi serta melambungnya harga minyak mentah dan komoditas lain di pasar dunia. Akibatnya, daya beli masyarakat kembali tergerus, sehingga sulit bagi ekonomi Indonesia tumbuh dengan laju yang lebih kencang. Meski begitu, pertumbuhan ekonomi pada triwulan kedua tetap lebih tinggi ketimbang triwulan atau tahun sebelumnya.
- Prospek ekonomi ke depan relatif baik. Namun, ada tanda-tanda pertumbuhan melambat. Hal ini diisyaratkan oleh tren jangka panjang pertumbuhan Leading Economic Index yang landai sejak Desember 2007. Jika tekanan inflasi tidak bisa diredam dan Bank Indonesia menaikkan suku bunga terlalu tinggi, perekonomian akan mengalami perlambatan. Tapi, bila inflasi bisa dikendalikan sehingga suku bunga bertahan di level yang rendah, prospek pertumbuhan ekonomi masih baik.
Coincident dan Leading Economic Index:
- Coincident Economic Index menggambarkan keadaan ekonomi saat ini. Disusun menggunakan lima data ekonomi: impor, penjualan mobil, konsumsi semen, suplai uang, dan penjualan eceran, karena secara statistik dapat menjelaskan pergerakan perekonomian saat ini. Gabungan informasi kelima data itu pun menggambarkan keadaan ekonomi secara keseluruhan.
- Penurunan Coincident Index menggambarkan aktivitas perekonomian yang turun, begitu pula sebaliknya. Coincident Index yang turun tiga kali berturut-turut menandakan ada masalah dalam perekonomian yang perlu diwaspadai. Jika turun terus-menerus dengan tajam, hal itu menandakan ekonomi sedang resesi.
- Leading Economic Index adalah indeks yang bergerak 6-12 bulan mendahului Coincident Index. Dengan kata lain, Leading Index menggambarkan arah pergerakan ekonomi 6-12 bulan mendatang. Leading Index disusun dengan menggunakan tujuh data ekonomi: izin mendirikan bangunan, kedatangan turis asing, persetujuan investasi asing, nilai tukar rupiah riil, indeks harga saham gabungan, ekspor, dan inflasi di sektor jasa.
- Tren Leading Index yang naik menunjukkan prospek ekonomi yang cerah, sedangkan tren menurun menunjukkan prospek ekonomi memburuk. Kombinasi Coincident dan Leading Index dapat digunakan untuk menentukan posisi ekonomi dalam siklus bisnisnya.
Komponen CEI dan LEI | Apr 08 | Mei 08 | Jun 08 |
Coincident Economic Index (CEI) | 108,3 | 108,3 | 108,4 |
Indeks penjualan mobil dalam negeri | 161,7 | 154,1 | 163,4 |
Indeks konsumsi semen | 159,9 | 165,9 | 159,6 |
Indeks nilai riil impor | 192,6 | 185,4 | 203,9 |
Indeks nilai riil jumlah uang beredar (M1) | 171,1 | 170,6 | 170,9 |
Indeks penjualan retail | 64,3 | 64,8 | 63,2 |
Leading Economic Index (LEI) | 112,1 | 112,7 | 111,2 |
Indeks izin mendirikan bangunan | 78,8 | 74,3 | 72,2 |
Indeks jumlah turis mancanegara | 113,6 | 121,0 | 118,2 |
Indeks persetujuan investasi asing | 270,1 | 275,8 | 281,0 |
Indeks nilai tukar efektif riil | 104,4 | 103,7 | 105,6 |
Indeks harga saham gabungan | 346,3 | 374,1 | 360,5 |
Indeks nilai riil ekspor | 196,9 | 221,8 | 210,1 |
Indeks harga konsumen sektor jasa | 2,56 | 2,53 | 2,41 |
Pebisnis Masih Khawatir
Setelah luruh pada survei sebelumnya, Indeks Sentimen Bisnis terkerek 2,8 persen pada survei Juli menjadi 108,9. Kenaikan ini didorong Indeks Ekspektasi (salah satu komponen Indeks Sentimen Bisnis) yang mengukur sentimen pelaku bisnis terhadap keadaan ekonomi dan bisnis dalam enam bulan ke depan. Indeks Ekspetasi melejit 8,6 persen menjadi 115,9. Sedangkan Indeks Situasi Sekarang-komponen Indeks Sentimen Bisnis lainnya-turun 3,2 persen menjadi 101,9. Artinya, pebisnis merasa khawatir terhadap iklim usaha saat ini.
Mereka juga khawatir terhadap keadaan ekonomi saat ini. Meski naik 8,6 persen dari bulan sebelumnya, indeks ini masih sangat jauh di bawah nilai 100, yakni hanya 55,4. Survei Juli menunjukkan bahwa hanya 6,4 persen chief executive officer menyatakan perekonomian Indonesia membaik, sedangkan lebih dari 50 persen berpendapat perekonomian kian terpuruk. Optimisme pengusaha terhadap keadaan bisnis dan perusahaan mereka juga turun. Para pemimpin perusahaan juga melaporkan bahwa laba usaha mereka saat ini menurun.
Sebagian besar chief executive officer yang disurvei pada Juli lalu menilai perekonomian Indonesia akan cenderung melambat dalam waktu dekat. Hanya 16,4 persen dari semua chief executive officer mengatakan bahwa prospek ekonomi akan membaik, sedangkan 39,9 persen berpendapat sebaliknya. Sikap pesimistis ini disebabkan oleh perkiraan biaya yang kian meningkat. Sebagian besar (sekitar 45,6 persen) memprediksi bahwa tekanan biaya operasional akan melonjak akibat kenaikan inflasi dan suku bunga. Sekitar 51 persen responden memperkirakan suku bunga naik, dan 71 persen responden menyatakan inflasi akan meningkat.
Meski Indeks Situasi Sekarang menurun, tingkat kepercayaan para bos perusahaan terhadap pemerintah justru membaik. Indeks Sentimen Bisnis terhadap Pemerintah naik 18,3 persen. Semua komponen yang membentuk Indeks Sentimen Bisnis terhadap Pemerintah membaik. Kenaikan ini didorong oleh naiknya kepercayaan terhadap kemampuan pemerintah dalam menciptakan lingkungan yang aman.
Indeks Sentimen Bisnis:
Indeks disusun berdasarkan survei terhadap 700 chief executive officer atau direktur perusahaan besar dari berbagai sektor: konstruksi, pertanian, keuangan, transportasi & komunikasi, manufaktur, perdagangan, hotel & restoran, jasa, pertambangan, dan lain-lain. Cara pengambilan sampel menggunakan metodologi statistik untuk merepresentasikan penilaian direktur perusahaan dari berbagai sektor yang ada di Indonesia secara akurat.
Interpretasi indeks cukup sederhana: jika angka indeks di bawah 100, dapat dikatakan respons negatif (pesimistis) melebihi jumlah respons positif (optimistis). Sebaliknya. Indeks yang turun menggambarkan keadaan bisnis yang memburuk, dan sebaliknya.
Indeks dirancang untuk mengukur penilaian pelaku bisnis terhadap keadaan perusahaan mereka masing-masing, keadaan sektor industri yang digeluti, serta keadaan ekonomi dan bisnis mereka secara umum, baik sekarang maupun ekspektasi mereka enam bulan mendatang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo