Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Mata uang rupiah menguat 28 poin di Rp 16.795 pada perdagangan sore ini, Jumat, 11 April 2025. Pada penutupan kemarin, nilai tukar rupiah juga menguat 35 poin di level Rp 16.823.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
“Sedangkan untuk perdagangan Senin depan, mata uang rupiah fluktuatif namun ditutup menguat direntang Rp. 16.740 - Rp 16.800,” kata pengamat mata uang Ibrahim Assuaibi dalam keterangan tertulis, Jumat, 11 April 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Ibrahim mengatakan menguatkan rupiah ini terjadi karena faktor penundaan tarif resiprokal pemerintahan Amerika Serikat. Penundaan ini menjadi momentum tepat bagi Indonesia dan negara lain untuk melanjutkan negosiasi atas kenaikan tarif impor tersebut.
Selain itu, kebijakan ini juga menjadi tantangan nyata yang harus dihadapi Indonesia. Pasalnya, kebijakan baru ini akan mengancam stabilitas dagang Indonesia dan ASEAN yang telah lama menjunjung tinggi prinsip perdagangan bebas dan terbuka.
Adapun ASEAN merupakan pasar eksportir besar kelima bagi produk pertanian Amerika Serikat. Dengan total nilai perdagangan barang mencapai US$ 306 miliar pada 2024. “Indonesia sendiri menyumbang US$ 14,34 miliar terhadap defisit perdagangan Amerika Serikat,” kata Ibrahim.
Kendati demikian, Indonesia memiliki mitra dagang yang strategis dengan beberapa negara. Ibrahim menyebut terdapat enam perjanjian perdagangan yang sedang diupayakan untuk selesai, di antaranya Indonesia-Canada CEPA, Indonesia-Peru CEPA, Indonesia-EU CEPA, Iran PTA, dan protokol amandemen Indonesia-Jepang (IJEPA) dan Trade & Investment Framework Agreement (TIFA) antara Indonesia dengan Amerika Serikat (AS).
Ibrahim berharap mitra ini akan meningkatkan pasar ekspor Indonesia melalui penyelesaian beberapa perjanjian perdagangan bebas (FTA). “Dan Ini merupakan bagian dari strategi jangkapanjang Indonesia untuk memperluas akses pasar, meningkatkan ketahanan dagang, dan membuka lapangan kerja baru,” kata dia.
Dolar AS terpukul oleh meningkatnya kekhawatiran atas resesi AS, terutama karena Washington dan Beijing saling mengenakan tarif yang sangat besar. Presiden Donald Trump pada hari Kamis menaikkan tarif terhadap Tiongkok hingga 145 persen yang belum pernah terjadi sebelumnya, sementara tarif Tiongkok sebesar 84 persen terhadap AS juga mulai berlaku.
Para pedagang, kata Ibrahim, khawatir atas dampak dari serentetan tarif, mengingat AS masih mengimpor beberapa bahan yang sulit digantikan dari Tiongkok. Meskipun Trump menunda rencana tarif perdagangan timbal balik terhadap negara lain selama 90 hari. “Perang dagang dengan Tiongkok masih berpotensi menimbulkan implikasi yang mengerikan bagi importir dan eksportir Amerika,” kata dia.
Selain itu, dolar juga terpukul oleh data inflasi konsumen yang lebih rendah dari perkiraan untuk Maret. Kondisi ini yang mendorong beberapa taruhan bahwa Federal Reserve akan memangkas suku bunga lebih cepat, terutama di tengah meningkatnya tekanan ekonomi dari perang dagang.
“Namun, bank sentral telah mengambil sikap yang sangat hati-hati atas kebijakan Trump. Penurunan harga Treasury AS yang berkelanjutan, di tengah keraguan atas ekonomi AS di bawah Trump, juga menambah tekanan pada dolar,” kata Ibrahim.
Tiongkok secara luas diperkirakan akan membiarkan mata uangnya melemah lebih jauh dalam beberapa minggu mendatang, mengingat yuan yang lebih murah membuat ekspor Tiongkok lebih menarik. Langkah ini diharapkan dapat membantu mengimbangi beberapa hambatan dari perang dagang yang sengit dengan Amerika Serikat.
Pilihan Editor: Kementerian ESDM Masih Data Calon Penerima BLT Subsidi BBM