Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Membidik Pasar Pembangkit Mandiri

Pemerintah dan PLN dinilai perlu merevisi target program 35 GW.

7 Oktober 2020 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Pembangunan proyek pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) di Ujungnegoro, Kabupaten Batang, Jawa Tengah, 2018. ANTARA/Aditya Pradana Putra

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Sejumlah promosi disediakan untuk memberikan tarif yang lebih terjangkau.

  • PLN memastikan dapat menyediakan listrik sesuai dengan standar industri.

  • Penjualan listrik perusahaan selama masa pandemi merosot tajam.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JAKARTA – PT PLN (Persero) menjamin bisa memenuhi kebutuhan daya beragam pelanggan, termasuk perusahaan yang selama ini menyediakan listrik dari pembangkit sendiri atau captive power. Sejumlah promosi disediakan untuk memberikan tarif yang lebih terjangkau.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Executive Vice President Corporate Communication and CSR PLN, Agung Murdifi, mengatakan perusahaan memiliki cadangan daya di seluruh sistem besar. Pembangkit-pembangkit baru yang beroperasi membuat sebagian besar cadangan daya PLN mencapai 30 persen dari beban puncak. “Dengan kata lain, pasokan daya yang dimiliki PLN berkapasitas 130 persen dari kebutuhan,” katanya kepada Tempo, kemarin.

Dalam lima tahun terakhir, pemerintah menggenjot pembangunan pembangkit dengan target 35 ribu megawatt. Program ini dipicu defisit di 11 dari 22 sistem kelistrikan besar pada 2015, yang berdampak pada pemadaman bergilir. Melalui program inilah pembangkit baru bermunculan.

Jika perusahaan yang selama ini mengoperasikan pembangkit listrik mandiri bersedia memanfaatkan daya yang dimiliki PLN, Agung menyebutkan keseimbangan antara pasokan dan permintaan listrik yang dikelola PLN dapat terpenuhi.

PLN memastikan dapat menyediakan listrik sesuai dengan standar industri, termasuk menyanggupi penyaluran listrik bagi pelaku usaha yang berencana mengembangkan bisnisnya. Perusahaan juga memberikan stimulus tarif listrik melalui pembebasan biaya beban dan rekening minimum.

Direktur Niaga dan Manajemen Pelanggan PLN Bob Saril mencatat kapasitas captive power saat ini lebih dari 2.000 MW. Perusahaan berpotensi meningkatkan penjualan listrik sebesar 6,57 tWh jika 75 persen di antara kebutuhan perusahaan yang menyediakan listrik mandiri dipenuhi oleh PLN. Capaian tersebut dapat meningkatkan penjualan listrik rata-rata tahunan PLN sebesar 2,7-3 persen.

Bob mencatat penjualan listrik perusahaan selama masa pandemi merosot tajam. Pada kuartal II, penjualan tercatat minus 10-11 persen dibanding pada periode yang sama tahun lalu. Pada awal kuartal III, setelah kebijakan pembatasan sosia berskala besar dilonggarkan, penjualan membaik menjadi minus 2 persen. Pada Agustus, angkanya menurun tipis menjadi minus 1,9 persen.

Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir menyurati Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif pada 18 September lalu agar membantu PLN menyerap pasar captive power. “Kami harapkan dukungan Saudara untuk mendorong pelaku usaha menggunakan listrik yang disediakan PT PLN, antara lain dengan membatasi pemberian izin usaha penyediaan listrik dan captive power,” demikian bunyi surat Erick.

Direktur Pembinaan Pengusahaan Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Hendra Iswahyudi menyatakan surat itu direspons pemimpinnya dengan mendorong PLN lebih agresif memasarkan produk. “Sehingga, saat ada pengusaha yang ingin membangun pembangkit sendiri, lebih memilih menggunakan layanan PLN,” katanya.

Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform Fabby Tumiwa menyatakan pengalihan pasar captive power kepada PLN tak akan banyak membantu perusahaan. Akar masalahnya, menurut dia, terdapat pada perencanaan pembangunan pembangkit. “Pemerintah seharusnya merevisi program 35 GW,” katanya.

Faby mencatat program tersebut dirancang lima tahun lalu menggunakan proyeksi pertumbuhan ekonomi sebesar 7 persen sehingga perkiraan kebutuhan listrik tinggi. Kenyataannya, rata-rata pertumbuhan ekonomi Indonesia selama periode tersebut hanya 5 persen dengan pertumbuhan konsumsi listrik rata-rata 4,8 persen. Kondisi itu diperparah oleh pandemi yang mengakibatkan resesi dan konsumsi listrik menurun drastis.

Menurut Faby, pemerintah perlu menunda program tersebut hingga pertumbuhan ekonomi kembali stabil. “PLN dan pemerintah harus berani renegosiasi dengan IPP,” katanya.

Negosiasi ulang juga perlu dilakukan dengan pemilik pembangkit batu bara yang berusia di atas 15 tahun untuk mengurangi capacity factor PLN. Pemerintah juga perlu memprioritaskan pembangunan pembangkit energi terbarukan.

FAJAR PEBRIANTO | VINDRY FLORENTIN


 

Membidik Pasar Pembangkit Mandiri

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus