Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah sepakat menggunakan peta laut tunggal yang diterbitkan oleh Pusat Hidrografi dan Oseanografi TNI Angkatan Laut atau Pushidrosal. Kesepakatan ini dicapai karena selama ini, masing-masing lembaga negara memiliki peta laut sendiri dan sering tumpang tindih.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
“Jadi seluruh penggunaan laut yang melewati Indonesia, hanya akan menggunakan peta keluaran Pushidrosal,” kata Kepala Pushidrosal Laksamana Muda Harjo Susmoro di Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Jakarta, Rabu, 12 Februari 2020.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Sebanyak tujuh lembaga menyepakati penggunaan peta laut Pushidrosal ini. Ketujuhnya yaitu Kemenko Kemaritiman dan Investasi, Kementerian Perhubungan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Pariwisata, TNI Angkatan Laut, dan Badan Informasi Geospasial (BIG).
Beberapa waktu lalu, terjadi beberapa kasus di bidang kemaritiman. Salah satunya Kapal MV Aqua Blu dan Kapal KLM Lamima Surabaya yang menabrak terumbu karang di Laut Raja Ampat, Papua Barat. Kasus ini terjadi Desember 2019 dan Januari 2020.
Harjo mengakui, dalam kasus tabrakan terumbu karang di Raja Ampat, peta laut saat itu masih belum diperbarui dan ada kekeliruan. Untuk itulah, mulai dari ini, pemerintah menggunakan peta laut Pushidrosal yang telah berstandar internasional dan memiliki kekuatan hukum.
Selain peta laut tunggal, pemerintah juga menambah jumlah alur pelayaran dari daerah wisata. Saat ini, Kementerian Perhubungan baru menetapkan alur pelayaran di 8 daerah pariwisata. “Ke depan, akan dikembangkan ke semua (destinasi wisata), jadi nanti jelas kapal-kapal itu akan lewat mana,” kata Direktur Jenderal Perhubungan Laut, Kemenhub, Agus Purnomo.