Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Saham BSI terus melemah setelah Pimpinan Pusat Muhammadiyah mengumumkan penarikan dana dari bank pelat merah tersebut.
Pelemahan lanjutan saham BSI dipengaruhi oleh faktor suku bunga, tekanan yang juga dialami emiten perbankan lain.
Kinerja saham perbankan, termasuk BRIS, masih berpotensi membaik. Pelaku pasar menanti laporan keuangan pada kuartal kedua ini.
PERDAGANGAN saham PT Bank Syariah Indonesia Tbk atau BSI berakhir di zona merah pada pekan lalu. Nilainya terus melemah setelah Pimpinan Pusat Muhammadiyah mengumumkan penarikan dana dari bank pelat merah tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kabar penarikan dana PP Muhammadiyah mulai merebak pada Rabu, 5 Juni lalu. Hari itu perdagangan saham emiten berkode BRIS ini langsung turun 20 basis point ke level Rp 2.260 per lembar. Pelemahan terus berlanjut hingga pada akhir pekan lalu, Jumat, 7 Juni, sahamnya ditutup di Rp 2.180 per lembar. Padahal, pada awal pekan, BRIS mampu bertahan di zona hijau.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut analis Samuel Sekuritas, Suria Dharma, pelaku pasar sempat terkejut oleh kabar penarikan dana tersebut. Di pasar beredar kabar bahwa BSI bakal kehilangan dana Rp 13-15 triliun akibat keputusan PP Muhammadiyah itu. "Jumlahnya lumayan dibanding jumlah dana pihak ketiga (DPK) yang dikelola," ujarnya kepada Tempo. BSI tercatat mengelola Rp 297 triliun DPK per akhir Maret 2024.
Baca Juga Infografik:
PP Muhammadiyah tak menyebutkan terang-terangan jumlah dana yang bakal mereka tarik. Ketua PP Muhammadiyah Anwar Abbas hanya menjelaskan bahwa mereka butuh menyebar simpanan Amal Usaha Muhammadiyah yang lebih banyak di BSI ke bank syariah lain, seperti Bank Syariah Bukopin, Bank Mega Syariah, Bank Mualamat, serta bank syariah lain di daerah. "Fakta yang ada menunjukkan bahwa penempatan dana Muhammadiyah terlalu banyak berada di BSI sehingga secara bisnis dapat menimbulkan risiko konsentrasi," katanya kepada Tempo.
Anwar menambahkan, PP Muhammadiyah ingin berkontribusi meningkatkan persaingan di antara perbankan syariah. Lantaran BSI mendominasi dana kelolaan, dia menilai bank syariah lain tidak bisa berkompetisi dengan margin yang ditawarkan BSI, baik dalam hal penempatan dana maupun pembiayaan.
Salah satu entitas yang mulai bersiap menarik dananya dari BSI adalah Universitas Muhammadiyah Aceh. Wakil Rektor II Universitas Muhammadiyah Aceh M. Yamin mengatakan pihaknya sedang membangun komunikasi dengan Majelis Pendidikan Tinggi Penelitian dan Pengembangan PP Muhammadiyah untuk merealisasi arahan pusat. Secara paralel, pihaknya mulai menyiapkan beberapa pilihan perbankan syariah untuk menampung dana dari BSI. "Kami bisa saja bermitra dengan semua bank syariah yang tersedia di Aceh, yang produknya kompatibel dengan keadaan kita," ucapnya seperti dilansir Antara.
Namun reaksi para investor terhadap sikap PP Muhammadiyah tak berlarut. Suria mengatakan pasar mendengar kabar penarikan dana PP Muhammadiyah didasarkan pada alasan politik. Pelemahan lanjutan, menurut dia, dipengaruhi oleh faktor suku bunga. Tekanan yang juga dialami emiten perbankan lain.
Suria menyebutkan ketidakpastian penurunan suku bunga acuan bank sentral Amerika Serikat, The Federal Reserve, membuat para investor asing menarik dana. Selain itu, beberapa bank sentral besar sudah mulai memangkas suku bunga, seperti di Kanada dan Swiss. Teranyar, Eropa lewat European Central Bank menurunkan suku bunga 25 basis point ke level 3,75 persen. Bursa Efek Indonesia mencatat investor asing menjual saham senilai Rp 23,3 triliun sepanjang pekan tersebut.
Tekanan terhadap bank secara umum juga tampak dari penurunan kinerja laba bank umum pada kuartal pertama 2024. Otoritas Jasa Keuangan mencatat penurunan margin bunga bersih (NIM) bank umum dari 4,77 persen pada kuartal I 2023 menjadi 4,59 persen pada periode yang sama tahun ini. "Penurunan NIM terutama disebabkan oleh meningkatnya biaya dana yang tidak diimbangi dengan peningkatan suku bunga kredit," ujar Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae, 18 Mei lalu. Peningkatan imbal hasil surat berharga juga berkontribusi pada penurunan keuntungan bank.
Pengguna melihat ponsel saat peluncuran Layanan Investasi #SerbaSyariah PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS) atau BSI berkolaborasi dengan PT Mandiri Sekuritas di Bursa Efek Indonesia, Jakarta. TEMPO/Tony Hartawan
Menurut Suria, kinerja saham perbankan, termasuk BRIS, masih berpotensi membaik. Pelaku pasar menanti laporan keuangan pada kuartal kedua ini. "Kalau pada kuartal kedua ada perbaikan, seharusnya harga saham turun tidak terlalu banyak," katanya.
Analis Mirae Asset Sekuritas, Nafan Aji Gusta Utama, pun menyebutkan efek penarikan dana PP Muhammadiyah tak signifikan terhadap pergerakan saham BSI. Sama seperti Suria, dia menyatakan nilai dana yang ditarik organisasi keagamaan tersebut terhitung rendah dibanding DPK BSI. Artinya, likuiditas perusahaan masih aman untuk mendukung kegiatan operasional hingga ekspansi.
Koreksi harga saham BRIS justru sudah terprediksi lantaran banyak pemegang saham yang mulai mengambil untung setelah penguatan nilai saham bank tersebut. "Investor sudah merealisasi profit pada fase akumulasi," ucap Nafan.
Ke depan, kinerja BRIS akan terpengaruh oleh keputusan The Federal Reserve terhadap suku bunga acuan mereka. Nafan menilai masih ada potensi penurunan suku bunga acuan bank sentral Amerika tersebut tahun ini yang nantinya mempengaruhi penurunan suku bunga di dalam negeri. Jika suku bunga turun, dia yakin PP Muhammadiyah bisa kembali menyimpan dana di BSI lantaran penurunan suku bunga akan membuat bunga simpanan lebih menarik.
Suasana pelayanan perbankan Bank Syariah Indonesia di Jakarta. TEMPO/Tony Hartawan
Associate Director Pilarmas Investindo Sekuritas Maximillianus Nicodemus mengatakan penarikan dana PP Muhammadiyah tidak mempengaruhi fundamental BRIS. Pasalnya, tujuan penarikan tersebut adalah menghindari risiko konsentrasi dana, bukan akibat risiko dari sisi bank. "Sehingga secara potensi valuasi masih dapat dikatakan baik," ujarnya.
Di tengah kondisi tersebut, koreksi nilai saham BRIS justru bisa menjadi peluang. "Apabila secara fundamental tidak berpengaruh, hal tersebut justru menjadi kesempatan yang bagus untuk bisa melakukan akumulasi saat harga mengalami koreksi," ucap Maximillianus.
Adapun BSI irit bicara mengenai keputusan PP Muhammadiyah menarik dana dan menginstruksikan agar dana Amal Usaha Muhammadiyah ikut dialihkan. Corporate Secretary BSI Wisnu Sunandar mengatakan pihaknya berkomitmen terus menjadi mitra strategis. "BSI siap berkolaborasi dengan semua stakeholder dalam upaya mengembangkan berbagai sektor ekonomi umat, terlebih bagi usaha mikro, kecil, dan menengah yang merupakan tulang punggung ekonomi bangsa," ujarnya. BSI juga menyatakan komitmennya menjadi lembaga perbankan yang melayani segala lini masyarakat, baik institusi maupun perorangan, untuk meningkatkan inklusi dan penetrasi keuangan syariah.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo