JUMLAH perusahaan Liem Sioe Liong alias Sudono Salim, dewasa ini, sulit diketahui berapa semuanya. Om Liem sendiri tak tahu. Semua perusahaan itu bagaikan pulau- pulau yang bertebaran, terhampar di wilayah Nusantara sampai mancanegara. Beberapa tahun silam, kerajaan Liem konon terbagi dua: perusahaan-perusahaan di Indonesia dan perusahaan di luar negari. Masing-masing bagaikan dua roda yang berjalan sendiri-sendiri. Perusahaan yang di luar negeri tampaknya berjalan lebih terkoordinasi, di bawah bendera First Pacific International yang bermarkas di Hong Kong. Sedangkan perusahaan yang di dalam negeri tumbuh dan berkembang bagaikan rumpun yang terpisah-pisah. Sekarang, kedua kerajaan itu sudah menyatu dan bernaung di bawah satu bendera: Salim Group. Dalam 4 tahun terakhir, Liem sudah mulai mengarahkan kapal induknya dalam manajemen yang cukup rumit. Pada jajaran teratas, terdapat barisan komisaris, para pemegang saham. Posisi paling atas, alias The Chairman atau Pak Ketua, hanya diisi satu orang yakni Liem Sioe Liong. Tapi sejauh ini Salim Group masih merupakan suatu lembaga manajemen -- jadi belum merupakan suatu induk perusahaan (holding company) seperti Astra International Incorporated. Dalam Salim Group terdapat 4 CEO (chief executive officer) alias direktur eksekutif, yakni Anthony Salim, Andree Halim, Judiono Tosin, dan Johannes Kotjo. Ketua barisan yang mengkoordinasi para direktur pelaksana ini berpangkat presiden direktur. Jabatan itu dipercayakan pada Anthony Salim. Di situ tersirat bahwa pengelolaan bisnis Liem tak lagi menurut model perusahaan keluarga. Liem Sioe Liong sebenarnya berputra 4, yakni Albert, Andree, Anthony, dan Mira. Tapi hanya dua yang dipilih sebagai CEO, yakni Andree dan Anthony. Keduanya didampingi dua CEO dari luar: Judiono Tosin dan Johannes Kotjo. Judiono Tosin, 37 tahun, adalah seorang putra Cirebon lulusan FE-UI. Sedangkan Johannes Kotjo, 39 tahun, adalah seorang eksekutif yang "dibajak" Salim Group dari Henkel, sebuah perusahaan kimia di Jerman Barat. Barisan inilah yang kini mengemudikan kapal raksasa Liem. Menurut Liem, dalam barisan direksi sebenarnya ada sekitar 100 orang. Namun, ketika ditanya siapa orang-orang terpenting yang masuk tim inti manajemen Salim Group, Liem menyebut keempat orang tadi. "Mereka merupakan tim inti yang membantu manajemen," katanya. Tapi tak berarti Om Liem tak berperan lagi dalam manajemen. Keputusan untuk membuat utang, misalnya, masih berada di tangan Liem Sioe Liong. Liem mengakui bahwa mereka adalah orang-orang yang pintar. Terkadang ia harus berdebat dengan mereka. "Kalau saya salah, saya diam saja," kata sang taipan. Contohnya, kasus Unggul Indah Corporation go public. Beberapa rekan Om Liem meminta jatah saham dari 10% yang mestinya untuk karyawan. Tapi para CEO menolak, karena nama-nama yang diusulkan Liem tidak termasuk dalam barisan karyawan. Menurut Kotjo, sejak 4 tahun terakhir Salim Group telah membenahi garis-garis manajemen. Di bawah Salim Group kini terdapat 11 divisi. Anthony, selain menjabat Presiden Salim Group, juga membawahkan divisi-divisi internasional, natural resources, dan trading. Andree membawahkan divisi-divisi financial & banking services, automotif, dan aneka industri. Kotjo membawahkan divisi-divisi chemical, food & consumers product, dan agribisnis. Sedangkan Judiono Tosin membawahkan divisi building materials, properties, selain menjadi Direktur Keuangan Indocement. Divisi-divisi tadi mengendalikan perusahaan yang jumlahnya sangat banyak. Tiga divisi yang dikendalikan Kotjo, misalnya, sudah di atas 100 unit. Antara lain: perusahaan perkebunan sawit di Kalimantan, pabrik pengolahan hasil minyak sawit di Merak, pabrik pengolahan minyak sawit di Moskow. Dalam divisi internasional yang bernaung di bawah First Pacific, jumlah perusahaannya sudah puluhan. Belum lagi grup industri kendaraan bermotor seperti Indomobil, Indohero, dan National Motor. Andree Halim, yang juga menjabat Vice Chairman Salim Group, mengendalikan antara lain lembaga-lembaga keuangan Multicor dan BCA. Tosin mengawasi antara lain pabrik-pabrik semen (Indocement) dan properties (PT Metropolitan Kencana, Metropolitan Development). "Divisi-divisi ini nantinya akan dikembangkan menjadi holding company," tutur Kotjo. Para CEO ini, kata Kotjo, bisa dibandingkan dengan menko (menteri koordinator) dalam kabinet. Masing-masing juga membawahkan sejumlah menteri alias direktur eksekutif dari divisi-divisi. Setiap CEO diharuskan mengikuti perkembangan dari semua divisi, sehingga masing-masing bisa saling mengisi. "Jadi, manajemen kami ini adalah manajemen komite. Bukan one man fighter. Organisasi ini memakai matriks. Artinya, kami saring dari atas ataupun ke samping. Dengan demikian, manajemen ini sangat kukuh," tutur Kotjo, bangga. Contohnya, di Filipina ada satu perusahaan kimia milik Salim Group. Perusahaan itu dikontrol oleh divisi chemical dari Jakarta, tapi juga dikendalikan oleh manajer wilayah atau manajer lokal. Dewasa ini Salim Group juga mempunyai kantor-kantor perwakilan manajemen di 26 negara. Misalnya Salim Rusia di Moskow, Salim Eropa di London. Lembaga-lembaga manajemen itu juga menangani berbagai macam keperluan Salim Group. Mereka antara lain berfungsi sebagai juru bicara (public relations) Salim Group, serta menangani finance & banking di negara itu. Lembaga itu tak ubahnya duta-duta dari "Kerajaan" Salim Group. "Istilah kami, divisi-divisi dalam Salim Group adalah strategic business unit, kedutaan-kedutaan Salim Group adalah supporting unit," kata Kotjo. Para duta atau manajer wilayah biasanya diambil dari tenaga lokal, karena mereka paling menguasai lapangan. Sedangkan orang kedua adalah orang Indonesia, yang bertugas mengontrol sekaligus belajar. Mereka banyak menyedot dana (cost center), anggarannya dipikul oleh departemen teknis alias divisinya. "Jika bisnis Salim Group tak berkembang atau rugi, maka manajer wilayah bersangkutan harus memberikan pertanggungjawaban ke Jakarta. Jadi, mereka harus aktif," Kotjo menegaskan. Sedangkan tugas utama dari kedutaan-kedutaan Salim Group adalah menangani masalah pajak dan hukum, tenaga kerja, pengembangan, administrasi keuangan, pelayanan manajemen, dan terutama mengaudit perusahaan-perusahaan yang bernaung di wilayah bersangkutan. Sedangkan divisi-divisi bertugas mengendalikan operating units alias perusahaan. Setiap CEO harus bisa mengikuti perkembangan semua perusahaan. Dan biasanya mereka terdiri dari manusia-manusia gila kerja (workaholic). Jangan dikira bahwa manusia-manusia berpenghasilan sangat tinggi ini -- sekadar untuk diketahui, mereka termasuk dalam barisan 25 pembayar pajak penghasilan tertinggi -- pukul 5 petang sudah bisa pulang ke rumah untuk berleha-leha. Liem Sioe Liong sendiri, yang biasa masuk kantor pukul 7 pagi, pukul 7 petang biasanya memanggil para CEO untuk memberikan laporan. Tak heran bila mereka hampir tiap hari bekerja sampai larut malam. Anthony Salim, misalnya, pukul 10 malam konon masih bisa ditemui di kantornya di Wisma Indocement. Maklum, untuk mendapatkan laporan perkembangan perusahaan di AS, misalnya, harus malam hari. Judiono Tosin, dalam suatu wawancara TEMPO, mengaku setiap makan malam menghadapi sepiring mi rebus yang dihidangkan penjaga malam, bukan dari istrinya. "Tapi setiap pukul 19.00 saya selalu memenuhi kewajiban saya menelepon istri untuk melaporkan bahwa saya masih pacaran dengan kertas-kertas," kata Tosin. Sedangkan Johannes Kotjo, yang berkantor di Wisma BCA, biasanya menerima tamu-tamu bisnis sekitar pukul 20.00 malam. Mereka menyaring perusahaan mana yang perlu disisihkan, mana yang layak dibeli. Keputusan penjualan Hibernia Bank di Amerika pada 1988, yang kemudian diganti dengan pembelian United Saving Bank itu, diputuskan dari Jakarta. Begitu pula langkah-langkah pengambilalihan perusahaan-perusahaan di dalam dan luar negeri. Menurut Kotjo, jika Salim Group melakukan ekspansi, falsafahnya adalah untuk memperkuat bisnis yang sudah ada. Ekspansi ke Moskow, misalnya, adalah untuk memperkuat pemasaran kelapa sawit. Demikian pula ekspansi di dalam negeri. Sekalipun begitu, pembelian perusahaan di dalam negeri kadang dilakukan sekadar untuk menolong rekan Om Liem. Hal ini diakui sendiri oleh Liem Sioe Liong. "Indomilk dulu kami beli karena anaknya Pak Nahar kebetulan minta tolong pada Anthony," katanya terus terang. Jika Salim Group bermaksud memegang kendali, maka minimal ia akan memborong 20% saham perusahaan yang diincar. Dan dalam tiap perburuan, Salim Group akan selalu berhasil merebut "mangsa". Memang, begitulah biasanya. Max Wangkar
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini