Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Liem bicara lagi:

Wawancara Tempo dengan Liem Sioe Liong tentang perusahaan Ssalim Group yang dipimpinnya, perluasan usaha, manajemen, jumlah anak perusahaan, Indocement, pengoperan PT Gelael, dan seterusnya.

10 Maret 1990 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MENGENAKAN setelan jas warna abu-abu muda, dengan dasi biru bergaris-garis putih, Liem Sioe Liong nampak lebih gemuk dari enam tahun silam. Sudah lama berhenti merokok, dan tak lagi menyentuh minuman keras seperti dulu, taipan yang bercucu 11 orang lebih suka memilih air putih ketika menerima Fikri Jufri dan Max Wangkar dari TEMPO di kantor pusatnya, di Wisma Indocement lantai 20, Jakarta, Senin sore pekan ini. "Saya sudah tiga minggu ini kena flu," katanya pelan sembari batuk-batuk. Setiap kali dia mengambil kertas tisu untuk menyeka mulutnya. "Sebetulnya, saya harus istirahat satu bulan, tapi baru tiga-empat hari sudah kembali masuk kantor." Namun, tiba-tiba, sembari membetulkan duduknya di sofa empuk berwarna cokelat muda, suaranya mengeras, "mana bisa saya diminta untuk pensiun. Itu tidak mungkin, karena masih banyak urusan yang harus saya pegang." Suara bahwa Om Liem -- begitu ia akrab dipanggil -- sudah tak aktif lagi seperti dulu dalam Salim Group memang ada dikatakan oleh salah seorang direkturnya. Bagaimana sebenarnya posisi Liem sekarang, dan seberapa jauh orang gaek itu sudah menyerahkan tongkat komando kepada Anthony Salim, putranya, itulah yang menjadi inti pembicaraan dalam wawancara khusus yang berlangsung sejam. "Orang perlu tahu bahwa saya ini chairman dari Salim Group. Kalau di sini disebut presiden komisaris. Jadi, seluruh policy making masih saya yang menentukan," kata Liem Sioe Liong. Misalnya? Contohnya kalau perusahaan ingin melakukan perluasan usaha, atau untuk mendirikan perusahaan baru, atau untuk mencari pinjaman baru, itu saya yang terakhir memutuskan. Termasuk di First Pacific Holdings di Hong Kong, yang kini dipimpin oleh Anthony Salim? Betul. Jadi, seberapa jauh Om Liem sudah menyerahkan kekuasaan kepada Anthony, dan para eksekutif top yang lain? Orang seperti Andree Halim, anak saya, Judiono Tosin, dan Johannes Kotjo, sudah lama mengurusi pekerjaan sehari-hari, pekerjaan operasional. Mereka dibawahi oleh Anthony, yang sekarang presiden direktur. Mereka yang memikirkan, yang omong mengenai bagiannya masing-masing. Lantas kalau sudah matang, Anthony sendirian, atau bersama yang lain, akan datang ke saya untuk minta persetujuan. Kenapa tidak diserahkan saja kepada yang lebih muda, dan profesional? Wah, belum bisa. Orang-orang itu memang pinter-pinter, tapi saya anggap belum waktunya. Habis, bagaimana, wong belum matang betul. Enam tahun silam ketika saya mewawancarai Om Liem, Anda juga bilang begitu. Apa selama ini tidak ada kemajuan dalam pendelegasian pengambilan keputusan, dalam policy making? Ya, itu lihat-lihat bidangnya. Kalau dalam perusahaan-perusahaan yang sudah jalan, memang tidak banyak soal. Semua sudah ditentukan tugas dan wewenangnya. Tapi kalau yang masih dalam rencana, saya harus tahu. Jadi, yang sudah berjalan rutin saja yang bisa diserahkan kepada lain orang. Jadi, komando tertinggi dari Salim Group tegasnya masih sepenuhnya di tangan Anda? Orang perlu tahu bahwa saya masih kuasa penuh. Kalau saya sudah bilang ini boleh dan itu tidak boleh, orang lain tidak bisa bilang apa-apa. Juga tidak Anthony. Dia kan anak saya sendiri. Omong-omong, berapa seluruh perusahaan yang dibawahi Salim Group? Wah, nanti kalau saya kasih tahu, orang akan ramai lagi. Jadinya serba salah. Kabarnya ada 200-an. Ya, tapi ada yang sudah tidak aktif lagi. Mengapa Anda mundur dari pabrik yang di Cilegon? Tadinya kita pegang saham 60% di CRMI (lembaran baja tipis -- Red.). Tadinya kita perkirakan akan berjalan bagus. Tapi baru saja kita bikin utang di Hong Kong untuk membiayai CRMI, datang devaluasi rupiah bulan September 1986. Kita sangat terpukul, karena utang itu kan dalam US dolar. Kemudian ternyata PT Krakatau Steel juga tidak bisa memenuhi permintaan untuk hot mill (bahan untuk membuat lembaran baja tipis -- Red.). Ini juga bikin sulit. Lalu? Ya, akhirnya kita putuskan untuk mengembalikan kepada Pemerintah. Dan Pemerintah setuju untuk ambil oper semua saham swasta dari CRMI. Sekarang tentang Indocement, orang di luaran banyak yang bertanya, kenapa perusahaan yang masih rugi sudah bisa go public. Jadi, sepertinya Pemerintah kasih keistimewaan untuk Indocement. Begini. Pangkal kerugian disebabkan oleh manajemen Indocement yang tidak baik, atau karena apa? Orang jangan lupa, selama berdirinya Indocement sudah kena hantam devaluasi sampai tiga kali. Tapi coba lihat sekarang. Hari ini sahamnya sudah naik sampai Rp 16.500, jadi sudah Rp 6.500 di atas harga perdana. Dan Anda optimistis akan bagus terus? Untuk tahun ini kita perkirakan bisa untung Rp 300 milyar. Jadi, untuk tahun ini sudah bisa bayar dividen. Sebagian keuntungan kita simpan untuk mengisi cadangan perusahaan. Ini penting untuk bisa bayar utang-utang dulu. Sebagian lagi untuk bayar dividen (Indocement menjanjikan pembayaran dividen minimal Rp 100 milyar dalam tahun 1990 -- Red.) Om Liem diberitakan sudah akan ambil oper PT Gelael dan ayam goreng Kentucky. Apa betul? Itu baru dalam taraf penjajakan. Kenapa nanti jadi ambil Gelael dan ayam goreng, apa Om Liem tidak takut dianggap serakah? Itu yang juga sedang kita pertimbangkan. Tapi bagaimana kalau mereka datang menawarkan, karena merasa sudah tidak kuat lagi? Apa mesti ditolak? Kalau merasa sama-sama untung, sebetulnya itu kan baik. Itu juga dulu terjadi dengan perusahaan susu Indomilk yang joint venture dengan Australia. Partner dalam negeri, keluarga Tandjung, sudah tidak mau lagi meneruskan karena takut bangkrut. Lalu Anthony yang kenal baik dengan Pak Akbar Tandjung, ngusulkan supaya kita ambil saja. Itu riwayatnya. Tapi susahnya pertimbangan bisnis sering tidak sama dengan pertimbangan politik. Saya dengar Om Liem ada konflik dengan Mochtar Riady dalam hal Lippo Bank. Saya ingin dengar sendiri dari Anda, apa betul itu? Mochtar sudah 14 tahun di BCA, dan memang berjasa membikin BCA jadi sebuah bank yang sehat dan besar. Tapi setelah ada Lippo, anaknya yang mesti pegang, bukan Mochtar. Dia boleh membantu anaknya, membimbing anaknya. Wong namanya anak sendiri. Jadi, menurut saya, Pak Mochtar tidak baik kalau pegang dua bendera. Itu sudah menjadi policy kita. Jadi, Mochtar Riady masih aktif di BCA selain punya saham? Masih. Salim Group juga punya saham di Lippo. Berapa besar? Fifty-fifty dengan Mochtar, di luar yang punya Hasjim Ning. Jadi, tidak benar Anda konflik dengan Mochtar Riady? Sebetulnya hubungan kami masih baik. Bank semua masih berjalan lancar. Menurut laporan Bank Indonesia, sudah ada 840 kantor cabang bank baru yang dibuka. Jadi, yang kongsi berjalan bersama. Yang berdiri sendiri, seperti BCA, Lippo, BII, Bank Danamon, dan Bank Buana, juga berjalan sendiri-sendiri tanpa ada konflik. Bagaimana hubungan Om Liem dengan Sudwikatmono dan Djuhar Sutanto? Apa masih seperti dulu, atau masing-masing boleh dibilang sudah berdiri sendiri? Holding kita ini sudah terlalu besar. Jadi, kita putuskan Pak Dwi (Sudwikatmono -- Red.), Djuhar dan juga terakhir Ibrahim Risjad untuk lebih berkembang sendiri. Yang penting, kantor pusat mereka tetap di Indocement, di tingkat 20 ini. Jadi, bisa sering bertemu, omong-omong. Mereka itu orang-orang yang berjasa. Tidak boleh dilupakan. Jadi, Om beranggapan akan lebih baik kalau dipecah-pecah di beberapa tangan? Tanggung jawab masing-masing akan lebih ringan. Kalau semua kapital besar berkumpul menjadi satu, akan lebih besar lagi tanggung jawabnya. Buat saya akan lebih baik kalau saya misalnya membantu Pak Ibrahim dan Pak Dwi. Seperti di banknya Ibrahim, saya tidak punya saham, tapi hanya sebagai komisaris. Jadi, hubungan antara kita lebih baik. Kalau you susah saya bisa tolong apa, kalau saya lagi susah, you bisa kasih pertolongan apa. Itu falsafah bisnis saya. Berapa orang yang termasuk kelompok inti dalam Salim Group? Ada sekitar 100 orang direktur yang termasuk inti. Lalu di tingkat atas, di bawah pimpinan Anthony, ada beberapa direktur, seperti Andree Halim, anak saya, Judiono Tosin, dan Johannes Kotjo. Dari 100 orang kelompok inti, berapa yang termasuk pribumi? Kalau dihitung-hitung, ada sekitar 30 persen yang pribumi. Mereka orang-orang pinter. Jadi, kenapa tidak kasih kesempatan untuk menjadi direktur? Juga di antara 9 dewan direktur PT Indocement, banyak yang pribumi, seperti Pak Dwi, Ibrahim Risjad, Judiono Tosin, Soepardjo, Iwa Kartiwa, dan Daddy Hariadi. Dalam temu wicara dengan Presiden Soeharto hari Minggu lalu, di Tapos, Anda berpendapat sudah cukup menyisihkan satu persen saham Indocement untuk dijual ke koperasi. Kapan kira-kira bisa naik jadi dua persen? Tunggu dulu. Satu persen saja dari seluruh saham Indocement yang Rp 6 trilyun sudah mencapai Rp 60 milyar. Itu berarti 1/10 dari Rp 600 milyar harga saham yang go public. Kita harus hati-hati untuk bikin perhitungan, jangan sampai pemilik saham merasa dirugikan. Kita mesti sesuai dengan apa adanya dulu. Nanti, pelan-pelan, kalau koperasinya berjalan lancar, bisa dinaikkan menjadi 2 atau 3 persen. Apa angka satu persen itu pula yang akan disisihkan oleh 30 bos perusahaan yang datang ke Tapos? Saya tidak tahu. Tapi kalau misalnya masing-masing mau membantu satu persen saja, kapital yang bakal terkumpul bukan main besarnya. Dari saya Rp 60 milyar, dari William (Soeryadjaya) Rp 44,5 milyar, belum lagi dari Eka Tjipta, Ciputra, dan lain-lain. Wah, coba hitung sendiri berapa banyak. Tapi menurut Pak Harto, yang Rp 60 milyar itu akan didepositokan di BNI atau BRI. Itu berarti kita cuma akan terima bunga 5%. Kalau kita pinjam dari luar berarti kita bayar bunga 17%. Jadi, kita sebenarnya rugi 12%. Kalau Rp 60 milyar, berarti rugi Rp 7,2 milyar. Kalau menjadi bunga yang berbunga, ruginya bisa menjadi hampir Rp 10 milyar. Tapi jumlah itu masih bisa dipikul. Kita anggap itu sebagai social cost. Selain sebagai biaya sosial, kebaikan apa lagi yang Om lihat dari ajakan Presiden? Seperti diucapkan Presiden berulang-ulang, untuk pemerataan, agar tidak terjadi kesenjangan yang terlalu besar di dalam masyarakat. Juga saya kira itu baik untuk mempercepat proses integrasi keturunan nonpri. Karena melalui koperasi yang ada di desa-desa, kalau nanti berhasil menjadi maju, para anggotanya yang banyak akan ikut merasakan memiliki perusahaan besar. Olahraganya apa sekarang? Apa masih suka jogging? Sekarang lebih suka jalan cepat, aerobics. Usia Om Liem sekarang sudah 73 tahun. Jadi, kapan mau pensiun? Kalau sudah mencapai usia 75? Terus terang, soal itu belum saya pikirkan. Wong badan masih kuat, pikiran juga belum pikun. Apa kesenangan Om Liem sekarang? Main dengan cucu-cucu. Fikri Jufri

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus