INTIPintipan. Mungkin itulah istilah paling cocok untuk jurus yang sedang dilancarkan para bankir saat ini. Bagaimana tidak? Sementara para bankir kakap sudah gembargembor tentang penurunan suku bunga deposito dan tabungan (yang akan disusul dengan penurunan bunga kredit), toh mereka tetap merasa waswas. Mereka khawatir, kalaukalau pesaing mereka melakukan "langkah gelap". Maksudnya, di mulut menyatakan menurunkan suku bunga deposito, tapi prakteknya diamdiam memberikan bonus bunga kepada nasabahnasabah tertentu. "Sudah bukan rahasia lagi, banyak bank menyediakan bonus bunga lumayan bagi deposan kakap," kata seorang direktur bank pemerintah. Jika di berbagai media bank-bank memasang bunga deposito antara 17%w19%, seperti yang ditawarkan bank-bank pemerintah, pada pelaksanaanya bunga yang diberikan tetap saja jatuh pada tarif 19w21%. Apalagi saat ini tidak semua bank memiliki tingkat likuiditas yang tangguh. Bagi bank seperti ini, pengumpulan dana pihak ketiga masih merupakan prioritas. Maka, banyak bankir mengatakan bahwa sekarang bukan waktu yang tepat untuk membicarakan kemungkinan diturunkannya bunga pinjaman. Alasannya? "Seluruh bank kini masih menyimpan dana mahal akibat melangitnya bunga deposito tahun lalu," ujarnya. Itu perlu dicarikan dana penutupnya. Kendati masih terperangkap oleh dana mahal, para bankir telah memperlihatkan itikad baik mereka. Suku bunga deposito, tabungan, dan pinjaman harus turun sekalipun menanggung beban tambahan. Dengan niat itulah tujuh bankir pemerintah dan sepuluh bankir swasta kelas kakap berembuk di Gedung Exim Club, Jakarta, akhir bulan lalu. Hasilnya? Sebanyak 17 bank besar (termasuk bank pemerintah yang selama ini menjadi price leader) sepakat menurunkan bunga deposito dari 19%w22% menjadi 17%w19%. Untuk tabungan, mereka juga setuju diturunkan ke 17,5% (tabungan berhadiah) dan 18% (tabungan tanpa hadiah). Cuma, ini bukan sebuah kesepakatan yang akan jadi pegangan para bankir. BCA, misalnya, tetap akan melakukan monitoring hingga akhir 1992. "Jika kelak terbukti banyak deposan yang lari karena suku bunga diturunkan, kami tidak akan menutup mata. Suku bunga pasti segera kami naikkan lagi," kata Presdir BCA, Abdullah Ali. Wajar saja kalau BCA bersikap demikian. Soalnya, di BCA, peran dana pihak ketiga cukup besar. Menurut data terakhir, jumlah tabungan, giro, dan deposito BCA mencapai Rp 9,71 trilyun. Sikap ekstrahatihati seperti itu bukan tidak mungkin pula diterapkan bank-bank pemerintah. Ambil contoh Bank Bumi Daya. Menurut neraca BBD, yang terbit 31 Maret lalu, tercatat ada deposito senilai Rp 7,5 trilyun -- 34% dari total aset mereka. "Itu sebabnya kami harus berpikir dua kali untuk menurunkan bunga deposito atau menghapuskan hadiah tabungan," kata seorang direktur BBD. Lantas apa kata pemerintah? Kendati otoritas moneter menginginkan bunga deposito turun, yang kemudian disusul dengan penurunan bunga kredit, toh semua itu harus dilakukan dengan alot. "Kita harus hatihati. Jangan sampai penurunan bunga ini menyebabkan munculnya capital flight," kata Menteri Keuangan J.B. Sumarlin. Peringatan Menteri Sumarlin patut dicamkan para bankir. Soalnya, dengan bunga deposito terendah saat ini (17%), godaan dari luar negeri semakin menantang. Tak percaya? Coba saja hitung: bunga yang 17% itu karena dipotong pajak penghasilan jatuhnya tinggal 14,4%. Jika dikurangi inflasi 8% (ini perkiraan yang akan terjadi hingga akhir tahun), maka nilai riel yang diterima nasabah tinggal 6,4% -- jumlah yang tak banyak berselisih jika dibandingkan deposito di luar negeri. Bedanya, bila disimpan di luar negeri, nasabah merasa lebih aman. Budi Kusumah, Bambang Aji, dan Iwan Qodar
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini