Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Sambal Nusantara Gugah Selera Lidah Warga Rusia

Sambal buatan Lina kerap jadi andalan di tiap bazar yang diikutinya salah satunya ketika di Rusia. Warga Rusia ketagihan sambal tersebut.

29 Mei 2023 | 18.49 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Lina Santika Rahmania, pemilik Sanrah Food yang menjual aneka sambal kemasan dan makanan beku saat dijumpai di rumahnya di Jl. Raya Serpong No. 4 Tangerang Selatan pada 22 Mei 2023 Tempo/Aisha Shaidra

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Selembar kertas bergambar botol sambal dengan stiker logo siluet perempuan bertuliskan Hj. Lina menjadi perhatian banyak orang di Festival Indonesia di Moskow, Rusia pada 2019 lalu. Pasalnya, yang membawa kertas itu adalah orang Rusia yang mencari keberadaan stan atau area produk sambal dan makanan beku milik Lina Santika Rahmania berada.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Ternyata ada yang sampai niat cari sambal saya saat bazar di Moskow,” kenang Lina saat menceritakan kembali momen keikutsertaannya di Festival Indonesia pada 2-4 Agustus 2019 di Taman Krasnaya Presnya di pusat kota Moskow, Rusia.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Setiap orang yang mengenali logo dan merek sambal itu segera mengarahkan ke stan Sambal Hj. Lina. Sayangnya, begitu sampai di stan ternyata stok sambal sudah ludes. “Saat itu sudah hari kedua, dia tidak percaya kalau sudah tidak ada stok lagi dia sampai bilang ‘pasti ada yang masih disimpan,” tutur Lina. “Kamu bohong sambal kamu habis, yang lain saja dagangannya masih banyak,” ujar Lina mengulang perkataan warga Rusia yang kecewa tak kebagian sambalnya itu.

Rupanya, setahun sebelumnya, warga Rusia tersebut sudah pernah menjajal sambal buatan Lina di pameran yang sama pada 2018. Dia ketagihan dan mencari sambal kecombrang itu kembali. “Makanya pas tahu ada festival lagi dia cari stan saya,” ujarnya.

Sambal kecombrang Lina memang kerap jadi andalan di tiap bazar yang diikuti Sanrah Food–usaha yang didirikan Lina sejak 2015 itu. Walau belum pernah mencicipi masakan Indonesia, menurut Lina, pelanggannya itu menyukai sambal kecombrang karena mirip dengan masakan Thailand yang pernah dicicipinya.

Pengalaman di Moskow bukan pengalaman pertama. Sejak 2016 Lina dan sambalnya sudah berkeliling dunia mengikuti berbagai festival UMKM dan kuliner. Lina pernah tercengang kala puluhan botol sambal rumahan buatannya diborong beberapa pembeli saat mengikuti China-ASEAN Expo ke-13 di Cina, pada September 2016. Sebentar kemudian, beberapa pembeli lain turut membeli hingga akhirnya 200 botol sambal yang dia bawa ludes.Sambal kecombrang Sanrah Food. Tempo/Aisha Shaidra

Dia sungguh tak menduga, sambal yang mulai diproduksi sejak 2015 itu akan laris secepat kilat. Apalagi harga yang ia tetapkan cukup mahal dibanding harga sambal produksi lokal. Sempat ada pembeli yang mengernyitkan dahi kala mendengar harga yang disebutkan.

Lina bercerita, calon pembelinya sempat berbisik-bisik kepada kawannya dan membandingkan harga sambal produksi lokal dengan buatan Lina. Nyaris empat kali lipat selisihnya. "Saya bilang tak apa kalau tak mau beli, tapi cicip dulu. Mereka akhirnya mencoba, baru mau beli sambal saya. Enak katanya," ujarnya.

Ketat menjaga kualitas dan rasa jadi kuncian Lina membuat sambal. Harga sambalnya berkisar Rp 25-45 ribu. Sedangkan untuk makanan beku, Lina mematok harga mulai dari Rp 25-125 ribu bergantung jenisnya.

Bisnis sambal Lina bermula dari memanfaatkan uang pensiun suaminya. Awalnya, Lina hanya coba-coba berjualan sambal yang merupakan bagian dari menu bebek goreng yang dijual adiknya di warung tenda di kawasan Pasar Santa, Jakarta Selatan.

Karena rasanya enak, banyak pembeli ingin membeli sambalnya secara terpisah. Hal itu menginspirasi Lina menjual sambal terpisah dan mengubah arah bisnis kuliner yang ia rintis menjadi sambal kemasan dan bebek goreng beku.

“Jadi tidak usah mengeluarkan modal sewa tanah dan buka lapak jualan lagi,” kata Lina yang kini mendirikan rumah produksi di area halaman rumahnya di Jalan Raya Serpong Nomor 4, Setu, Tangerang Selatan.

Untuk mengembangkan bisnisnya ini Lina mengaku banyak dibantu sejumlah lembaga seperti pemerintah daerah, beberapa korporasi, hingga perbankan yang melakukan pembinaan UMKM dan memberikan bantuan pembiayaan.

Tahun depan, Lina berencana untuk mengembangkan bisnisnya. Ia mendapatkan bantuan modal Rp 75 juta dari BRI untuk modal bahan produksi. Hal itu jadi salah satu manfaat yang ia dapat dari KUR yang diperoleh dari BRI.

Selain dapat pinjaman, Lina juga mendapat pembinaan melalui berbagai macam expo dan business matching yang menghubungkan pelaku bisnis dengan calon mitra distributor atau supplier hingga dapat pendanaan. Selain itu, Lina mengaku juga mendapat pelatihan digital marketing dan ekspor.

Bantuan terhadap pelaku UMKM seperti itu, menurut Relationship Account Manager BRI Tangerang Selatan, Muhammad Nugroho, tak lepas dari bagaimana pelaku bisnis memetakan peluang usahanya. “Bu Lina kan sudah sering ikut expo ke beberapa negara, kami lihat memang punya visi yang bagus jadi kami dukung,” tutur Muhammad.

Bantuan-bantuan ini kata Muhammad juga diberikan kepada pelaku UMKM lainnya untuk mendorong mereka bisa terus mengembangkan bisnisnya ke depan.

Aisha Shaidra

Aisha Shaidra

Bergabung di Tempo sejak April 2013. Menulis gaya hidup dan tokoh untuk Koran Tempo dan Tempo.co. Kini, meliput isu ekonomi dan bisnis di majalah Tempo. Bagian dari tim penulis liputan “Jalan Pedang Dai Kampung” yang meraih penghargaan Anugerah Jurnalistik Adinegoro 2020. Lulusan Sastra Indonesia Universitas Padjadjaran.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus