Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA — Harga beras diprediksi masih merangkak naik dan bertahan di tingkat yang cukup tinggi hingga datangnya musim panen pada awal tahun depan. Serikat Petani Indonesia (SPI) menyatakan kenaikan harga beras itu disebabkan adanya kesulitan pasca-panen lantaran fenomena kemarau basah alias La Nina. Di sisi lain, permintaan cukup tinggi lantaran pemerintah belakangan mulai mencairkan bantuan sosial.
"Harga beras naik 10-15 persen atau rata-rata Rp 1.000 per kilogram untuk semua kelas beras dibanding bulan lalu," ujar Kepala Pusat Pengkajian dan Penerapan Agroekologi SPI, Muhammad Qomarunnajmi, kepada Tempo, kemarin. Adapun harga gabah di tingkat petani kini di kisaran Rp 5.500 per kilogram, dari sebelumnya Rp 3.800-4.600 per kilogram.
Qomarunnajmi memperkirakan harga yang tinggi itu masih berlanjut hingga awal tahun. Kendati demikian, ia yakin kenaikan harga pada sisa tahun ini tidak akan terlalu tinggi. "Biasanya sudah stabil. Kalaupun naik, tidak akan terlalu tinggi karena terkait dengan daya beli konsumen," ujarnya. Kenaikan harga itu diperkirakan mulai mereda pada awal tahun depan, terlebih setelah panen raya pada Februari mendatang.
Kendati harga beras tinggi, kata dia, petani juga sebenarnya mengalami kenaikan biaya produksi dan ongkos angkut lantaran naiknya harga bahan bakar minyak sejak awal bulan ini. Ia mengatakan kenaikan biaya akibat naiknya harga BBM itu bisa berkisar 10 persen. Selain ongkos angkut dan produksi, kenaikan terasa pada biaya tenaga kerja.
Ketua Umum Asosiasi Bank Benih dan Teknologi Tani, Dwi Andreas Santosa, mengatakan kenaikan harga gabah dan beras terjadi sebelum adanya kenaikan harga BBM. Hal ini disebabkan pasokan yang tidak sebanyak permintaan. Berdasarkan survei asosiasinya, harga gabah kering panen (GKP) pada Juni berada di angka Rp 3.944 per kilogram alias masih di bawah harga pokok produksi sebesar Rp 4.200 per kilogram. Harga mulai naik pada Juli ke Rp 4.783 per kilogram dan Rp 5.057 pada Agustus.
Kini, harga GKP sudah berada di angka Rp 5.500 per kilogram. Menurut dia, harga itu cukup baik bagi petani lantaran dalam lima bulan berturut-turut hingga Juli 2022 harga gabah petani selalu di bawah harga pokok produksi (HPP). "Jadi, yang terjadi di jaringan tani, petani sedang menikmati harga gabah yang bagus. Walau hal ini menjadi penanda yang kurang baik juga untuk pemerintah karena ternyata kondisi sedang tidak baik-baik saja," tutur Dwi Andreas.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Aktivitas bongkar muat beras di Pasar Induk Beras, Cipinang, Jakarta, 29 Agustus 2022. TEMPO/Tony Hartawan
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pemerintah Jangan Mengintervensi Berlebihan
Setelah adanya kenaikan harga BBM, Dwi Andreas memperkirakan harga gabah dan beras naik lagi. Kenaikan harga ini diperkirakan terus berlangsung hingga Februari 2023. Dari efek naiknya harga bahan bakar saja, ia memperkirakan harga beras di tingkat konsumen naik 3-5 persen dengan asumsi kenaikan harga BBM 30 persen dan margin pengangkutan 10 persen.
Kendati demikian, ia berharap pemerintah tidak melakukan intervensi berlebihan ketika petani sedang menikmati harga yang baik. Musababnya, selama ini harga di tingkat petani cenderung jeblok. "Petani mengalami harga yang jatuh itu sudah sekitar lima bulan terakhir. Harga gabah hancur-hancuran, bahkan di bawah HPP. Harapan kami, pemerintah tidak mengintervensi berlebihan," ujar dia.
Harapan itu juga diutarakan oleh Wakil Sekretaris Jenderal Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA), Zulharman Djusman. Menurut dia, tingginya harga beras tidak berpengaruh signifikan terhadap rupiah yang masuk ke kantong petani. Sebab, biaya produksi yang dikeluarkan oleh petani, seperti biaya buruh serta operasional alat dan mesin, naik selaras dengan harga BBM. Di sisi lain, subsidi pupuk dibatasi.
"Keuntungan yang diperoleh petani sebenarnya tidak bertambah meski harga beras naik. Sebab, pengeluaran operasional petani naik," ujarnya.
Harapan para petani agar harga beras terus naik justru menjadi ancaman bagi target pemerintah. Musababnya, saat ini pemerintah sedang berupaya menekan inflasi pangan bergejolak ke bawah 5 persen, setelah sempat mencapai 11,47 persen pada Juli 2022. Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan mengatakan kenaikan harga beras itu perlu segera diwaspadai. "Harga beras walaupun naik seratus perak, berbahaya. Karena ia memberikan dampak terhadap inflasi 3,3 persen lebih," ujar pria yang akrab disapa Zulhas itu.
Penjualan beras eceran di Pasar Manggarai, Jakarta. TEMPO/Tony Hartawan
Harga Beras Naik Sejak Juli
Berdasarkan data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional, harga beras di pasar tradisional mulai naik pada pekan terakhir Juli 2022. Setelah beberapa saat bertengger pada harga rata-rata Rp 11.750 per kilogram, harga itu naik pada akhir Juli ke Rp 11.800 per kilogram. Berikutnya, harga itu terus merangkak naik perlahan hingga rata-rata Rp 11.900 per kilogram pada akhir Agustus. Pada pekan kedua September, harga rata-rata beras dari semua kelas berada di angka Rp 12 ribu per kilogram.
Berdasarkan ketahanan stok pada pekan pertama September 2022, Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan ada lima provinsi berstatus rawan pasokan beras dan 29 provinsi aman. Provinsi yang rawan pasokan antara lain Riau, Bangka Belitung, Kepulauan Riau, Maluku Utara, dan Papua Barat. Pemerintah juga memantau stabilitas pasokan dan harga beras lantaran dinilai menjadi komoditas yang paling mempengaruhi angka kemiskinan. "Beras berpengaruh 23 persen di desa dan 19 persen di kota," ujarnya.
Untuk memastikan kestabilan harga dan pasokan beras, Kepala Badan Pangan, Arief Prasetyo Adi, mengatakan Perum Badan Urusan Logistik (Bulog) terus menjalankan program Ketersediaan Pasokan dan Stabilisasi Harga (KPSH). Ia mengatakan perusahaan pelat merah tersebut telah menggelontorkan 205 ribu ton beras medium untuk menstabilkan harga. "Itu akan dilakukan terus. Harga beras masih dapat dikendalikan sampai hari ini," ujar dia.
Berdasarkan catatan Badan Pangan, harga beras medium nasional rata-rata berada di angka Rp 11.003 pada 13 September 2022. Harga tersebut jauh di atas harga eceran tertinggi sebesar Rp 9.450 per kilogram untuk wilayah Jawa, Lampung, Sumatera Selatan, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Sulawesi; Rp 9.950 per kilogram untuk Sumatera—tidak termasuk Lampung dan Sumatera Selatan, Nusa Tenggara Timur, dan Kalimantan; serta Rp 10.250 per kilogram untuk Maluku, Maluku Utara, dan Papua.
Arief mengatakan tingginya harga beras disebabkan adanya tren kenaikan harga GKP dan harga gabah kering giling (GKG) menuju kesetimbangan harga baru lantaran adanya kenaikan biaya pupuk hingga sewa lahan. Khusus untuk biaya transportasi, ia mengatakan, pemerintah daerah bisa membantu menutupnya dengan menggunakan alokasi 2 persen dari Dana Transfer Umum.
"Harga GKP dan GKG akan terus kami perhatikan karena baru stabil agak tinggi saat panen gadu," ujar Arief. Harga rata-rata GKP dan GKG pada tingkat nasional masing-masing adalah Rp 4.800 per kilogram dan Rp 5.590 per kilogram. Adapun harga pembelian pemerintah GKP adalah Rp 4.200 per kilogram dan GKG Rp 5.000 per kilogram. Ia mengatakan kunci pengendalian harga gabah adalah meningkatkan produksinya. "Kami akan bekerja sama dengan Kementerian Pertanian."
Ihwal upaya menggenjot produksi pangan, Sekretaris Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian, Bambang Pamuji, mengatakan pemerintah terus melaksanakan berbagai langkah kebijakan, misalnya insentif fasilitas bantuan benih dan sarana produksi, alat, serta mesin pertanian. Selain itu, pemerintah memberikan subsidi pupuk dan kredit usaha rakyat hingga rehabilitasi dan pembangunan sarana-prasarana, serta bimbingan teknis dan pendampingan di lapangan.
Bambang tak memungkiri bahwa kenaikan harga BBM pasti akan meningkatkan biaya alat dan mesin pertanian pada sebelum dan setelah panen serta ongkos angkut distribusi pangan. Karena itu, ia mengatakan Ditjen Tanaman Pangan bakal terus memantau dampak dari kondisi tersebut di lapangan. "Kami akan mengambil langkah mitigasi dan berkoordinasi dengan instansi terkait yang kompeten," ujarnya.
CAESAR AKBAR | RIANI SANUSI | NOVA YUSTIKA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo