Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA - Berawal dari keresahan terhadap maraknya penggunaan plastik, Ridha Zaki bersama dua temannya, Adi Asmawan dan Desiree Irawati, terdorong untuk mendirikan Saruga Package Free Shopping Store atau Saruga Indonesia pada November 2018. “Saruga berasal dari bahasa Kalimantan yang artinya surga dan sering dijadikan simbol kembali ke alam,” kata Zaki kepada Tempo, Kamis lalu.
Saruga Indonesia merupakan toko semi-warung yang mengusung sistem curah. Dengan sistem curah tersebut, pembeli diharuskan membawa wadah sendiri untuk membeli produk yang diinginkan. Lalu, petugas toko Saruga akan menimbang berat wadah tersebut dan mencatatnya pada stiker. Setelah itu, pembeli dapat memilih dan mewadahi produk yang hendak dibeli menggunakan wadah tersebut.
Tak kurang dari 200 jenis produk dijual di Saruga, yang sebagian besarnya adalah produk kebutuhan rumah tangga, seperti bahan pokok, bumbu dapur, sabun, dan sampo. Ada pula aksesori bebas sampah berupa pembalut kain, sikat gigi bambu, sedotan stainless steel, dan tas belanja. “Produk makanan kurang-lebih 50 persen, homecare atau kebersihan 30 persen, sisanya aksesori zero waste,” tutur pria lulusan Universitas Trisakti itu.
Berbagai produk yang dijual di Saruga dipasok oleh puluhan mitra produsen dan vendor yang mayoritas adalah usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Sistem penjualannya menggunakan konsinyasi antara Saruga dan para mitra produsen. “Kami bilang ke mereka bahwa kami belum bisa membeli putus. Kami menyediakan tempat dan media. Kalau produknya laku, bagi untung,” ucap Zaki.
Co-Founder dan Co-Owner Saruga, Ridha Zaki, di Jakarta, 11 Agustus 2022. TEMPO/ Hilman Fathurrahman W
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Karena itu, dalam menjangkau mitra produsen, Zaki selalu menjelaskan Saruga menargetkan penjualan produk yang harganya lebih murah dari produk serupa di minimarket. Menurut dia, komponen kemasan pada barang-barang yang dijual di pasaran biasanya sekitar 5-10 persen dari total ongkos produksi.
Pada masa awal Zaki merintis Saruga, tidak sedikit ucapan dan pandangan remeh yang ia dapatkan dari orang-orang di sekitarnya. Namun Zaki bertahan dengan visi Saruga untuk menciptakan kebiasaan baru masyarakat dalam berbelanja yang sesuai dengan kebutuhan dan minim penggunaan plastik.
Ternyata respons pasar cukup baik. Zaki mengatakan, minat dan daya beli masyarakat terhadap produk dan sistem belanja yang ditawarkan Saruga lumayan tinggi. Toko Saruga pertama berdiri di daerah Bintaro, Jakarta Selatan. Salah satu pertimbangan Zaki dan para pendiri memilih lokasi toko di daerah tersebut ialah masyarakatnya sudah sadar lingkungan. Alasan lain, banyak komunitas pencinta lingkungan yang berdomisili di Bintaro.
Sebelum pandemi Covid-19, Saruga kerap didatangi dan dijadikan sebagai contoh oleh sejumlah sekolah, khususnya perihal sistem belanja Saruga yang unik dan berdampak lingkungan. “Kalau kami mengutamakan jual-beli, kami kalah sama minimarket. Kami lebih ke arah menciptakan kebiasaan dan edukasi.”
Zaki menyoroti posisi Indonesia sebagai negara terbesar kedua penyumbang sampah plastik di dunia. Dia ingin, ke depannya, generasi muda bisa mengenal konsep berbelanja curah yang bermanfaat untuk mengurangi sampah plastik.
Mesin isi ulang sabun pembersih di Saruga Package Free, Bintaro, Jakarta, 11 Agustus 2022. TEMPO/ Hilman Fathurrahman W
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Target 1.000 Toko
Selama tahun pertama berdirinya, Saruga berhasil menarik sekitar 50-70 orang pelanggan per bulan dengan jumlah pembelanjaan Rp 100-200 ribu per kedatangan. Pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) di masa puncak pandemi Covid-19 yang menurunkan jumlah pelanggan hingga 60 persen memaksa Saruga menutup dua cabangnya.
“Secara perlahan, pada tahun ini Saruga mulai bangkit. Jumlah pengunjung juga meningkat 20 persen (dibanding masa puncak pandemi),” Zaki mengungkapkan.
Dalam mengedukasi dan menjangkau pelanggan, Saruga memanfaatkan media sosial. Konten-konten produk dan lingkungan diunggah setiap pekan. Saruga juga berencana kembali menjalankan program penyuluhan dan seminar bersama sejumlah lembaga dan organisasi nirlaba, salah satunya adalah Kota Tanpa Sampah.
Zaki menargetkan dalam 5 tahun Saruga akan memiliki 1.000 toko di seluruh Indonesia. Pada tahun ini Zaki tengah berfokus pada rencana pembukaan 10 toko mitra Saruga di wilayah Jabodetabek. Ia juga berencana mengembangkan digitalisasi dispenser produk Saruga untuk memudahkan pelanggan. “Jadi, tidak perlu menimbang lagi. Seperti membeli bensin di pompa bensin saja,” tuturnya.
JELITA MURNI
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo