HANYA dalam tempo sebulan, Taufik Mappaenre Maroef harus menjilat ludahnya sendiri. Pertengahan November lalu, Deputi Aset Manajemen Investasi (AMI) Badan Penyehatan Perbankan Nasional itu dengan enteng mengumumkan hasil uji tuntas keuangan (financial due diligence) oleh Klynveld Peat Marwick Goerdeler (KPMG) atas aset Salim. Tak ditemukan misrepresentasi, katanya. Artinya, tidak ada perbedaan penghitungan atas aset yang diserahkan Salim. Padahal, awal Oktober lalu, ia dengan yakin mengatakan KPMG telah menemukan ketidakcocokan baru antara data di akta transfer dan di lapangan pada 76 aset Salim yang diperiksa konsultan keuangan itu.
Pengumuman pada hari Jumat itu mengagetkan banyak pihak. Sebagian tak mempercayai hasil kerja konsultan yang sudah cukup punya nama itu, yang kabarnya dibayar Rp 7,5 miliar oleh Salim. Termasuk yang tak percaya itu adalah orang-orang di BPPN yang pernah bertahun-tahun berkutat dengan aset milik Salim ini.
Apalagi hasil KPMG itu jauh berbeda dibandingkan dengan kajian Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)—auditor pemerintah yang menurut wakil ketuanya, Bambang Wahyudi, dibayar sekitar Rp 200 juta untuk menelisik aset Salim itu. Hasil audit BPK pada 31 Mei lalu menemukan adanya misrep senilai Rp 2,2 triliun dari aset yang diserahkan Salim ke BPPN senilai Rp 52,7 triliun. Padahal metode dan asumsi yang digunakan dua lembaga ini dalam menelisik aset Salim hampir sama. BPK berpatron pada metode dan asumsi yang digunakan konsultan keuangan sebelumnya, Lehman Brothers. KPMG pun kurang-lebih sama seperti yang dikatakan Direktur Senior Sidharta Consulting/KPMG, Shamir Soota, bahwa mereka hanya menguji ketepatan penghitungan dengan asumsi dan metode yang sudah digunakan sebelumnya.
Kritik keras, seperti biasa, keluar dari mulut Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Ketua Bappenas Kwik Kian Gie. "Hasil itu harus diragukan," katanya. Selain ragu, analis Lin Che Wei tak habis pikir. Katanya, ada sengketa antara keluarga Djuhar dan Salim menyangkut 10 persen saham milik Djuhar di PT Metropolitan Kencana yang sudah tersiar di mana-mana. "Itu di depan mata dan bisa menjadi misrep baru. Apa KPMG tak melihatnya?" katanya heran. Che Wei juga heran melihat hasil BPK dan KPMG yang bertolak belakang itu. Dengan asumsi dan metode yang hampir sama, harusnya bedanya tak sedahsyat ini. Keduanya hanya menguji hitungan yang pernah dilakukan Lehman Brothers, JP Morgan, Bahana, dan Danareksa sebelumnya.
Awal pekan lalu, Syafruddin mengakui bahwa soal konflik Djuhar dan Salim berpotensi menjadi misrep. Lalu kenapa KPMG tak memasukkannya sebagai ketidakcocokan aset? Meskipun, masih menurut Syaf, Anthoni Salim menjamin akan menyelesaikannya, persoalan yang sudah masuk ke meja hakim ini tetap harus dinyatakan sebagai misrep baru.
Bagaimanapun, Che Wei curiga ada skenario besar untuk membebaskan debitor bandel, termasuk Salim, dari jerat hukum. Bukan tak mungkin keinginan besar Ketua BPPN merekomendasikan pembebasan pidana terhadap debitor—dia sendiri tak berani menandatanganinya—bagian dari skenario membebaskan Salim dari pidana.
Sayangnya, segala kecurigaan terhadap hasil audit KPMG itu sulit ditelusuri. Menurut akuntan Sudirman Said, Majelis Kehormatan Ikatan Akuntan Indonesia hanya akan mengadakan penyelidikan kalau ada pengaduan dari masyarakat. "Kalau di luar negeri, saham kan dimiliki oleh masyarakat. Kalau ini yang punya kan Salim," ujarnya.
Sebenarnya, reputasi KPMG tidak semuanya baik. Sudah dua kali lembaga kelas dunia ini diketahui melakukan manipulasi pajak di Indonesia. September 2001, mereka diperkarakan di Amerika karena menyogok aparat pajak US$ 75 ribu untuk kliennya, PT Eastman Christensen. Penggelapan pajak yang kedua berhubungan dengan putra Kwik Kian Gie, Inghie Kwik, yang juga berakhir di pengadilan.
Yang senang dengan hasil KPMG ini pastilah Salim. Mereka tak harus mengeluarkan duit lagi setelah misrep sebelumnya sebesar Rp 729 miliar dibereskan. Taufik Maroef sendiri pernah mengatakan, dengan selesainya uji tuntas itu, berarti Salim sudah memenuhi rekomendasi komite pemantau BPPN dan tim penasihat bantuan hukum. Ini bisa diartikan, begitu dikatakan kooperatif, Salim berhak mendapat surat bebas.
Mudah-mudahan ini kejutan terakhir dari lembaga penyehatan itu soal Salim. Karena isu, aset Salim tak hanya tentang misrep, tapi juga soal nilai asetnya. Lehman Brothers, yang menurut seorang mantan pejabat AMI dibayar US$ 80 juta untuk sebuah valuasi terbatas, mencatat nilai Rp 52,6 triliun. PricewaterhouseCooper muncul dengan angka Rp 20 triliun. BPK, yang kemudian ditugasi melakukan audit, menghasilkan angka Rp 51,06 triliun. Berapa yang dihasilkan KPMG sebagai penilai keempat? Tak ada hasil soal ini karena lembaga itu tak ditugasi melakukan valuasi aset.
Tak ada jawaban dari KPMG dan Taufik Maroef soal hasil yang menimbulkan kebingungan ini. Shamir Soota mengatakan semuanya rahasia. Taufik Maroef, yang sudah berjanji akan memberikan penjelasan, sampai tulisan ini diturunkan tak juga memberikan jawaban.
Leanika Tanjung, Levi Silalahi
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini