Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Seabad resep pemberton

Coca-cola co merayakan hut ke-100 di atlanta as. di hadiri puluhan ribu pengusaha seluruh dunia. ekspansinya menyebar di tiap negara dengan sistem manajemen otonomi. tapi di as sendiri semakin menciut. (eb)

10 Mei 1986 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

AJANG kericuhan antarras yang berlangsung ratusan tahun di AS, tercatat di Atlanta, Negara Bagian Georgia. Pekan ini, ke sanalah sekitar 24.000 pengusaha dari bermacam ras dari luar AS - di antaranya 27 pengusaha dari Indonesia - membanjir. Tapi mereka tidak akan berziarah ke makam pendeta Negro, yang dikuburkan di sana tepat 20 tahun silam, Martin Luther King. Melainkan untuk berhura-hura, merayakan HUT ke-100 mengalirnya minuman yang kini dikenal bermacam ras di dunia, Coca-Cola. Formula minuman Coca-Cola ditemukan ahli farmasi Atlanta, John Styth Pemberton, 1886. Minuman itu dimasaknya dalam ketel kuningan ukuran 30 galon (136,4 liter) dan dijual di toko dengan harga beberapa sen per gelas. Seorang ahli farmasi lain, Asa Griggs Candler, kemudian membeli formula Pemberton dan mencampurkan gas karbon: lahirlah Coca-Cola. Candlerlah yang mendirikan perusahaan The Coca-Cola Co. Dia juga yang berhasil mempopulerkan minuman itu dalam tempo tiga tahun ke seluruh AS. Coca-Cola tiba di Asia, 1901, dan masuk wilayah Indonesia 51 tahun silam. Omset minuman ala Pemberton ini semula hanya US$ 50 per tahun. Tapi kini berkisar US$ 7,9 milyar. Pemilik perusahaan pun sudah berganti-ganti. Candler sendiri, setelah meraih untung banyak dan mampu mendirikan sebuah pabrik farmasi, menjual perusahaannya, 1919, dengan harga US$ 25 juta. Kini perusahaan dimiliki banyak orang, dengan saham-sahamnya yang sebagian diperdagangkan di Pasar Modal New York, berharga US$ 117,125 per lembar pada Rabu pekan lalu. Sudah sejak 1923, The Coca Cola Co. melancarkan kebijaksanaan otonomi: perakitan, pembotolan, sampai pemasaran diserahkan kepada pengusaha lokal di tiap negara. Di Indonesia kini ada 10 pabrik pembuat minuman Amerika itu, misalnya PT Multi Bintang Indonesia dengan pabriknya di Medan, atau PT Tirtaliana yang memproduksinya di Bandung, Surabaya, dan Bali. Kendati begitu, formula minuman itu tetap dirahasiakan. Hanya unsur-unsur terbesar formula yang boleh diketahui dan dibeli di luar The Coca Cola Co. Misalnya air, kafein, asam fosfor, panili. Tapi, rasa dan ektrak daun koka serta kacang kola (hanya 6% unsur dari keseluruhan bahan baku) hanya bisa didapat dari Atlanta, yang mempunyai cabang di Indonesia: PT Coca-Cola Indonesia. Ketatnya persyaratan ini menyebabkan, antara lain, Coca-Cola lari dari konsumen terbesar di Asia, India, 1977. Baru, sejak dipimpin Roberto C. Goizueta, putra pengusaha perkebunan tebu di Kuba yang lari ke AS tak lama setelah Fidel Castro berkuasa, perusahaan ini berkembang lebih meraksasa. Goizueta menjadi Presiden The Coca-Cola Co., 1980, ketika harga saham perusahaan masih USS 35 per lembar. Ia memperluas usaha ke bidang hiburan dengan membeli perusahaan film Columbia Pictures Industries (1982). Gebrakannya ternyata meningkatkan laba sekitar 20%. Namun, sesungguhnya, wilayah kekuasaan Coca-Cola di AS sendiri semakin ciut. Pada 1980, Coca-Cola masih memegang 24,5% pasar minuman ringan di AS, tapi tahun 1984 tinggal 21,7%. Agaknya karena terjangan Pepsi Cola, penemuan ahli farmasi Caleb Bradham, 1898. Sejak Pepsi melancarkan iklan sebagai minuman pergaulan muda, dengan rasa gula yang kuat dan energi tinggi, perusahaan minuman saingan utama Coca Cola itu merebut pasar 18,8%. Untuk melawan Pepsi, tahun silam, Gouizuetta mencoba memperkenalkan Coca Cola manis, setelah sukses memperkenalkan Coca-diet dan tanpa kafeine, 1982. Langkah ini ternyata dianggap kanibal: mengurangi pasar Coca-Cola yang ada. Orang Amerika, ternyata, lebih suka Coca-Cola klasik: toko-toko tak ingin memperpanjang raknya untuk Coca-Cola baru yang manis tersebut. Penghasilan The Coca-Cola Co., tahun silam, berjumlah US$ 7,9 milyar. Lebih dari separuh dan penjualan minuman ringan, selebihnya dari usaha makanan dan hiburan. Penghasilannya US$ 4,9 milyar dari AS, US$ 1,3 milyar dari wilayah Kanada dan Asia Pasifik, US$ I,2 milyar dari Eropa dan Afrika, dan US$ 0,5 milyar dari Amerika Selatan. Max Wangkar Laporan Budi Kusumah

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus