Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KEPUTUSAN Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Mohamad Nasir memberi izin penyelenggaran pendidikan kedokteran bagi delapan universitas memunculkan kecurigaan.
Ikatan Dokter Indonesia dan Konsil Kedokteran Indonesia marah karena Nasir tak mengikuti rekomendasi Tim Evaluasi Program Studi Pendidikan Dokter, yang anggotanya antara lain wakil dari kedua lembaga tersebut.
Tim hanya meloloskan proposal tiga kampus, Nasir menambahkannya menjadi delapan. Ada apa? Tempo meminta waktu untuk wawancara melalui surat dan pesan pendek, tapi Nasir tak merespons. Ditemui di Kementerian Perindustrian dan Dewan Perwakilan Rakyat pada Selasa dua pekan lalu, dia hanya memberi penjelasan singkat, "Sudah ada izinnya semua." Bekas Rektor Universitas Diponegoro, Semarang, itu membantah ada lobi pembesar dalam pemberian lisensi tersebut. "Tidak ada itu," ujarnya.
Tempo akhirnya mewawancarai Direktur Jenderal Kelembagaan Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Patdono Suwignjo. Dia mengklaim delapan izin yang mereka keluarkan sah. "Semua diterbitkan sesuai dengan aturan," katanya seusai rapat di Komisi Pendidikan DPR, Selasa dua pekan lalu.
Kenapa Kementerian Pendidikan Tinggi tetap menerbitkan izin penyelenggaraan pendidikan kedokteran untuk lima kampus meskipun Tim Evaluasi tak merekomendasikan?
Tim itu kan melakukan evaluasi. Menurut Tim, hasil evaluasinya memenuhi syarat. Tapi Konsil Kedokteran Indonesia menganggap tak memenuhi syarat. Semua izin yang diterbitkan telah sesuai dengan aturan.
Tapi dokumen penilaian yang kami dapatkan, serta pengakuan sebagian anggota Tim, tidak seperti itu. Bahkan, menurut mereka, tidak pernah ada evaluasi dan visitasi terhadap Universitas Bosowa.
Masak, sih? Kalau Bosowa perasaan saya sudah mengajukan pada tahun sebelumnya, sewaktu masih bernama Universitas 45 Makassar. Semua divisitasi. Mungkin bukan anggota tim yang bilang begitu. Ya, ini kan satu tim tapi anggotanya bisa ganti-ganti.
Dalam dokumen yang kami baca, hanya tiga universitas yang memenuhi syarat. Satu di antaranya bahkan berstatus afirmasi, perlu didampingi dulu selama dua tahun.
Semua itu diputuskan melalui rapat di Kementerian oleh Menteri dan pejabat-pejabat eselon I. Ya sudah, keputusannya begitu. Konsil Kedokteran merekomendasikan tiga, tapi Kementerian punya pertimbangan-pertimbangan.
Menurut anggota Tim, Anda dalam pertemuan di Hotel Century pada Desember 2015 menegaskan tak bisa menunda penerbitan lisensi karena itu kewenangan Menteri. Apa maksudnya?
Di Peraturan Menteri ada klausul bahwa Menteri punya diskresi. Kalau Menteri punya diskresi, ya, tak harus sesuai dengan rekomendasi Tim.
Kalau demikian, apa alasan sebenarnya Menteri menerbitkan izin pendidikan kedokteran baru?
Kita ini sekarang butuh dokter yang kurangnya masih banyak.
Bukankah Menteri Nasir juga mengatakan rasio jumlah dokter sudah cukup?
Itu kan angka nasional. Tapi kebanyakan dokter ngumpulnya di Jawa.
Lalu kenapa kebanyakan izinnya untuk kampus di Jawa?
Karena mahasiswanya tidak semuanya dari Jawa. Kebanyakan justru berasal dari luar Jawa.
Banyak juga yang mengusulkan dari luar Jawa. Kenapa tidak itu saja yang disetujui?
Ya, itu diskresi Menteri. Namanya diskresi itu kan untuk melakukan kebijakan khusus. Menteri punya pertimbangan. Misalnya pemberian izin di daerah tiga T (tertinggal, terdepan, dan terluar). Itu nantinya dievaluasi.
Kami dengar ada banyak pihak melobi ke Kementerian supaya izin bisa keluar.
Banyak orang meminta izin prodi. Itu banyak. Tapi tidak harus dituruti, tokh.
Anda yakin itu bukan karena lobi orang besar?
Tanya ke Menteri.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo