Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Selamat Datang Para penganggur

Sejak SKB empat dirjen berlaku, ribuan penebang kayu menganggur karena pemegang HPH secara bertahap memberhentikan buruh. Kini tak sulit mencari tenaga kerja di Palangkaraya. (kal-teng).

26 September 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEJAK SKB Empat Dirjen berlaku awal tahun ini, jumlah penduduk Palangkaraya melonjak dalam waktu singkat. Ibukota Provinsi Kal-Teng yang semula dihuni 40.000 jiwa manusia itu sekarang terpaksa menampung arus urbanisasi dari pedalaman sekitarnya. Diperkirakan 25.000 pendatang masuk kota, seluruhnya bekas buruh perusahaan kayu. Ini mengubah komposisi penduduk Palangkaraya. Jika dulu mayoritas di sana adalah pegawai negeri dan ABRI, sekarang timbul mayoritas baru yang seluruhnya terdiri dari buruh berikut keluarganya. SKB Tiga Menteri sebenarnya b.,maksud menata kembali dunia usaha kayu di Indonesia. Dengan adanya SKB ini titik-berat usaha dipindahkan dari penebangan hutan ke pengolahan kayu. Akibatnya ekspor kayu bulat berangsurngsur menurun. Serentak dengan itu ara pemegang HPH secara bertahap emberhentikan buruh mereka. Tatkala kegiatan ekspor kayu bulat diperketat lagi dengan SKB Empat Dirjen, maka lebih banyak lagi buruh yang terpaksa diberhentikan. Sekitar 30 pei megang HPH di seluruh Indonesia menghadapi masa suram. Meskipun pemerintah menganjurkan agar mereka melakukan merger untuk dapat membangun inustri pengolahan kayu seperti yang diwajibkan SKB Empat Dirjen, ternyata pelaksanaannya tidak mudah. Sebab inustri kayu menuntut modal besar, satu hal yang tidak bisa begitu saja diperoleh meskipun lewat mereka. Bank Tak dapat dihindarkan lagi, para pemegang HPH menghentikan usaha mereka. Di mana-mana buruh penebangan pun tercampak dari kerja. Dan di Kali Teng, sasaran mereka satu-satunya sebagai penganggur adalah dengan harapan ada yang mau menampung mereka. Memang ada pihak yang senang, karena Palangkaraya yang minus penduduk tiba-tiba ramai dan kawasan seluas 2400 kmÿFD jadi lebih terisi. Dalam pada itu perusahaan-perusahaan pemborong yang memerlukan banyak buruh kasar, juga merasa tertolong. "Sekarang tidak sulit lagi mencari tenaga kerja," ujar Sulaiman Silam, Ketua HPMI Kal-Teng. "Tinggal menyediakan fasilitas perumahan saja," kata Walikota Kadiyoto. Tapi Kadiyoto sebenarnya sudah merasa tidak tenang. Sebab bukan tidak mungkin Palangkaraya yang rapi itu, sekali waktu akan dirusak oleh gubuk-gubuk liar yang dibangun para pendatang. Gejala pengangguran juga bukan tidak ada dan ini bisa merupakan wadah subur bagi tindak kriminal. Tapi ribuan buruh eks kayu juga tidak berdiam diri. Sebagian buruh asal Jawa misalnya, membuka usaha pembuatan batu bata, sedangkan buruh asal Madura berganti profesi menjadi buruh kasar, pengemudi becak atau penjual air. Lapangan kerja yang lain masih tertutup bagi mereka. Paling tidak mereka harus sabar menunggu sampai dibukanya tiga pusat industri kayu lapis yang direncanakan berlokasi di Pulangpisau, Sampit, dan Pangkalanbun, tiga kota kecil sekitar Palangkaraya. Di tempat-tempat tersebut juga akan didirikan Lingkunjan Industri Kecil (LIK). Selain tentang serbuan penduduk baru, terbetik sebuah keluhan yang menyangkut jasa bank. Sebab meskipun dunia usaha di Palangkaraya belum berkembang sepenuhnya, 2 bank (BRI dan BPD) yang beroperasi di sana dikabarkan agak kewalahan melayani para nasabah mereka, terutama pedagang dan pengusaha. Padahal menurut Yansen Lambung, Ketua BPD Gapensi Kal-Teng, "pengusaha tak sedikit jumlahnya, ratusan." Tentu saja hal ini menghambat kelancaran dunia usaha di kota itu. "Hampir tak ada pengusaha HPH yang beroperasi di Kal-Teng mau berkantor di Palangkaraya," ujar Yansen pula. Tampaknya karena bank yang ada belum memenuhl hajad bisnis mereka. Mereka mengatur usaha dari Banjarmasin. Memang dulu ada survei yang menyimpulkan, bahwa jasa perbankan belum perlu ditambah karena uang yang beredar di kota itu juga tidak seberapa. Tapi Yansen mengingatkan, kini kesibukan di Palangkaraya begitu meningkat hingga "untuk menguangkan cek diperlukan waktu satu setengah jam." Lagipula, "BRI Palangkaraya tidak punya wewenang untuk mengeluarkan kredit di atas Rp 5 juta," ujar Yansen pula. Akibatnya, para nasabah terpaksa berurusan lagi ke Banjarmasin--dan itu makan waktu. Yang sedikit menggembirakan adalah kerjasama Bapindo dan BPD Kal-Teng yang diresmikan akhir bulan silam. Kerjasama ini antara lain menyebut: jika BPD kurang dana, Bapindo siap mengedrop ke sana Namun bantuan seperti itu juga belum akan menjamin kelancaran dunia usaha di sana. Agaknya Palangkaraya masih harus mehunggu lebih lama.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus