SEJAK SKB Empat Dirjen berlaku awal tahun ini, jumlah penduduk
Palangkaraya melonjak dalam waktu singkat. Ibukota Provinsi
Kal-Teng yang semula dihuni 40.000 jiwa manusia itu sekarang
terpaksa menampung arus urbanisasi dari pedalaman sekitarnya.
Diperkirakan 25.000 pendatang masuk kota, seluruhnya bekas buruh
perusahaan kayu.
Ini mengubah komposisi penduduk Palangkaraya. Jika dulu
mayoritas di sana adalah pegawai negeri dan ABRI, sekarang
timbul mayoritas baru yang seluruhnya terdiri dari buruh berikut
keluarganya.
SKB Tiga Menteri sebenarnya b.,maksud menata kembali dunia usaha
kayu di Indonesia. Dengan adanya SKB ini titik-berat usaha
dipindahkan dari penebangan hutan ke pengolahan kayu. Akibatnya
ekspor kayu bulat berangsurngsur menurun. Serentak dengan itu
ara pemegang HPH secara bertahap emberhentikan buruh mereka.
Tatkala kegiatan ekspor kayu bulat diperketat lagi dengan SKB
Empat Dirjen, maka lebih banyak lagi buruh yang terpaksa
diberhentikan. Sekitar 30 pei megang HPH di seluruh Indonesia
menghadapi masa suram. Meskipun pemerintah menganjurkan agar
mereka melakukan merger untuk dapat membangun inustri pengolahan
kayu seperti yang diwajibkan SKB Empat Dirjen, ternyata
pelaksanaannya tidak mudah. Sebab inustri kayu menuntut modal
besar, satu hal yang tidak bisa begitu saja diperoleh meskipun
lewat mereka.
Bank
Tak dapat dihindarkan lagi, para pemegang HPH menghentikan usaha
mereka. Di mana-mana buruh penebangan pun tercampak dari kerja.
Dan di Kali Teng, sasaran mereka satu-satunya sebagai
penganggur adalah dengan harapan ada yang mau menampung mereka.
Memang ada pihak yang senang, karena Palangkaraya yang minus
penduduk tiba-tiba ramai dan kawasan seluas 2400 kmÿFD jadi lebih
terisi.
Dalam pada itu perusahaan-perusahaan pemborong yang memerlukan
banyak buruh kasar, juga merasa tertolong. "Sekarang tidak sulit
lagi mencari tenaga kerja," ujar Sulaiman Silam, Ketua HPMI
Kal-Teng. "Tinggal menyediakan fasilitas perumahan saja," kata
Walikota Kadiyoto. Tapi Kadiyoto sebenarnya sudah merasa tidak
tenang. Sebab bukan tidak mungkin Palangkaraya yang rapi itu,
sekali waktu akan dirusak oleh gubuk-gubuk liar yang dibangun
para pendatang. Gejala pengangguran juga bukan tidak ada dan ini
bisa merupakan wadah subur bagi tindak kriminal.
Tapi ribuan buruh eks kayu juga tidak berdiam diri. Sebagian
buruh asal Jawa misalnya, membuka usaha pembuatan batu bata,
sedangkan buruh asal Madura berganti profesi menjadi buruh
kasar, pengemudi becak atau penjual air. Lapangan kerja yang
lain masih tertutup bagi mereka. Paling tidak mereka harus sabar
menunggu sampai dibukanya tiga pusat industri kayu lapis yang
direncanakan berlokasi di Pulangpisau, Sampit, dan Pangkalanbun,
tiga kota kecil sekitar Palangkaraya. Di tempat-tempat tersebut
juga akan didirikan Lingkunjan Industri Kecil (LIK).
Selain tentang serbuan penduduk baru, terbetik sebuah keluhan
yang menyangkut jasa bank. Sebab meskipun dunia usaha di
Palangkaraya belum berkembang sepenuhnya, 2 bank (BRI dan BPD)
yang beroperasi di sana dikabarkan agak kewalahan melayani para
nasabah mereka, terutama pedagang dan pengusaha. Padahal menurut
Yansen Lambung, Ketua BPD Gapensi Kal-Teng, "pengusaha tak
sedikit jumlahnya, ratusan."
Tentu saja hal ini menghambat kelancaran dunia usaha di kota
itu. "Hampir tak ada pengusaha HPH yang beroperasi di Kal-Teng
mau berkantor di Palangkaraya," ujar Yansen pula. Tampaknya
karena bank yang ada belum memenuhl hajad bisnis mereka. Mereka
mengatur usaha dari Banjarmasin.
Memang dulu ada survei yang menyimpulkan, bahwa jasa perbankan
belum perlu ditambah karena uang yang beredar di kota itu juga
tidak seberapa. Tapi Yansen mengingatkan, kini kesibukan di
Palangkaraya begitu meningkat hingga "untuk menguangkan cek
diperlukan waktu satu setengah jam." Lagipula, "BRI Palangkaraya
tidak punya wewenang untuk mengeluarkan kredit di atas Rp 5
juta," ujar Yansen pula.
Akibatnya, para nasabah terpaksa berurusan lagi ke
Banjarmasin--dan itu makan waktu. Yang sedikit menggembirakan
adalah kerjasama Bapindo dan BPD Kal-Teng yang diresmikan akhir
bulan silam. Kerjasama ini antara lain menyebut: jika BPD kurang
dana, Bapindo siap mengedrop ke sana Namun bantuan seperti itu
juga belum akan menjamin kelancaran dunia usaha di sana. Agaknya
Palangkaraya masih harus mehunggu lebih lama.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini