Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TAK seperti tahun-tahun sebelumnya, 12 hari menjelang Lebaran stasiun kereta api pusat Gambir, Jakarta, masih lengang. Tak ada kerumunan calon penumpang. Loket pun sepi dari antrean para pemburu karcis.
Tapi, jangan salah sangka. Sedikit orang antre bukan berarti calon penumpang kelas bisnis dan eksekutif yang siap mudik tak membludak. Buktinya, sudah 90 persen tiket kereta nonekonomi ludes terjual. Angka ini bahkan lebih tinggi ketimbang tahun-tahun sebelumnya, yang biasanya paling banter baru terjual 80 persen. ”Ini mengejutkan, sekaligus menggembirakan kami,” kata Akhmad Sujadi, Kepala Humas PT Kereta Api Daerah Operasi I Jabotabek, pekan lalu.
Melihat gejala menggembirakan ini, ia pun berani pasang target tinggi: jumlah pemudik yang menggunakan kereta api tahun ini, baik kelas eksekutif, bisnis, maupun ekonomi, bakal naik sekitar 5 persen menjadi 2,76 juta orang. ”Kami sudah antisipasi dengan penambahan gerbong kereta,” katanya.
Panen penumpang juga dialami Garuda Indonesia. Hingga dua pekan sebelum Idul Fitri 1427 Hijriyah ini, pemesanan tiket sudah mencapai 80-90 persen dari total kapasitas penumpang. Padahal, jumlah tempat duduk sudah ditambah 20 persen atau 20 ribu kursi. Pemesanan pun masih jalan terus. ”Kami siap menambah tempat duduk lagi,” ujar Kepala Komunikasi Garuda, Pujobroto, pekan ini.
Lonjakan penumpang sesungguhnya sudah menjadi pemandangan biasa pada setiap Lebaran. Namun, situasi Idul Fitri tahun ini boleh dibilang berbeda dengan tahun lalu. Tak ada lagi gejolak ekonomi akibat kenaikan drastis harga BBM yang mencekik leher. Karena itu, tak mengherankan jika hasrat mudik untuk bersilaturahmi ke kampung halaman pun kembali membuncah.
Masih lekat dalam ingatan, bagaimana payahnya kondisi ekonomi masyarakat menjelang Lebaran tahun lalu akibat dua kali kenaikan harga BBM, pada Maret dan Oktober. Harga barang-barang langsung melejit, membuat inflasi membubung hingga 17 persen. Tarif angkutan umum pun semakin mahal.
Hal itu membuat jutaan warga kota, terutama Jakarta, langsung mengurungkan niat mudik. Data Posko Mudik Lebaran menyebutkan, jumlah pemudik tahun lalu turun 14,6 persen dari 15,22 juta orang pada 2004 menjadi sekitar 12,98 juta orang. Artinya, lebih dari 2 juta orang memutuskan tak mudik tahun lalu. ”Beban hidup saat itu sedang berat-beratnya,” ujar Margono, warga Bekasi yang semula berniat pulang bersama istri dan dua anaknya ke Sragen, Jawa Tengah, tapi kemudian membatalkannya.
Meski begitu, ada saja yang nekat tetap mudik, meski terpaksa berjejal di kereta ekonomi. Atau memilih naik sepeda motor, yang biayanya jauh lebih murah. Itu sebabnya, jumlah penumpang kereta ekonomi dan pemudik sepeda motor melonjak tajam tahun lalu.
Kini, kondisi ekonomi rupanya telah berangsur-angsur pulih. Harga-harga barang relatif stabil, sehingga inflasi di akhir tahun ini diperkirakan cuma di kisaran 7 persen. Pertumbuhan ekonomi tahun ini, yang diperkirakan 5,8 persen—lebih besar dari tahun lalu yang cuma 5,6 persen—secara tak langsung juga akan berdampak pada peningkatan pendapatan penduduk dan membuka lapangan kerja baru. ”Kami sekeluarga tahun ini ingin mudik karena keuangan kami sudah lebih baik,” kata Margono.
Menurut berbagai survei lembaga riset, optimisme konsumen pada kuartal ketiga tahun ini memang sudah kembali membaik. Karyawan kembali mendapatkan tunjangan hari raya yang memadai seperti tahun-tahun sebelumnya. ”Daya beli masyarakat sekarang sudah lebih baik,” ujar Dirjen Perhubungan Darat Departemen Perhubungan, Iskandar Abubakar.
Pemerintah memperkirakan sekitar 14,4 juta orang akan mudik tahun ini—meningkat 6 persen. Pemudik yang menggunakan jasa angkutan udara diperkirakan naik 12,8 persen menjadi 1,5 juta penumpang. Sedangkan pemudik yang mengendarai sepeda motor naik 38 persen menjadi sekitar 3 juta orang.
Perkiraan lonjakan pemudik Lebaran tahun ini membuat para pengelola jasa angkutan umum menyiapkan tambahan armada. PT Kereta Api menyiapkan 14 kereta tambahan, baik untuk kelas eksekutif, bisnis, maupun ekonomi. Maskapai penerbangan juga ramai-ramai mengajukan izin tambahan kapasitas penumpang. Setidaknya, enam maskapai telah mengajukan izin tambahan kapasitas 328 ribu penumpang, yakni Garuda Indonesia, Mandala, Lion Air, Adam Air, Sriwijaya, dan Merpati.
Untuk mendukung rencana itu, mereka pun mempersiapkan tambahan 10 armada pesawat. Dengan penambahan itu, diperkirakan total armada yang disiapkan untuk menampung pemudik tahun ini menjadi 221 pesawat. ”Izin untuk terbang malam pun akan dipermudah,” kata Menteri Perhubungan, Hatta Radjasa.
Yang jelas, pemerintah dan jajaran pengusaha angkutan umum sudah mempersiapkan sarana angkutan lebih banyak, baik melalui jalan darat, laut, maupun udara. Secara keseluruhan, sarana yang dipersiapkan mampu mengangkut penumpang hingga 32,6 juta orang, atau dua kali lipat lebih banyak dibanding jumlah penumpang yang diprediksi.
Namun, bagi maskapai penerbangan khususnya, target penumpang yang diincar bukan cuma mereka yang mudik. Mereka yang tidak mudik pun diperhitungkan, yakni warga nonmuslim, atau warga yang aslinya menetap di Jakarta, namun ditinggal mudik oleh pembantunya. Apalagi, masa liburan Lebaran kali ini cukup panjang, 21-29 Oktober.
Mengacu pada tren tahun-tahun sebelumnya, setiap Lebaran jumlah penumpang menuju tempat-tempat wisata juga melonjak, seperti Bali, Singapura, Malaysia, dan Hong Kong. ”Kami juga sudah menambah kapasitas untuk mengantisipasi lonjakan penumpang ke daerah-daerah tujuan wisata,” ujar Pujobroto. ”Rute-rute itu selalu padat saat Lebaran.”
Bali, sebagai salah satu tujuan wisata terkenal, memang selalu ramai dikunjungi turis domestik pada musim Lebaran. Menurut Ketua Bali Tourism Board, Bagus Sudibya, turis berdatangan ke Bali biasanya pada H-3 dan H+3. Kedatangan mereka menyebabkan tingkat hunian hotel-hotel di Bali melonjak dari 50 persen menjadi 65-70 persen. ”Ya, kalau dihitung, sedikitnya seribu orang berwisata ke Bali saat Lebaran,” kata Bagus.
Haryadi B. Sukamdani, yang memiliki jaringan 20 Hotel Sahid Jaya di berbagai daerah, membenarkan lonjakan penghuni hotel di daerah wisata pada saat Lebaran. Contohnya Hotel Sahid Raya di Kuta Bali. ”Meski tarifnya rata-rata naik 20 persen pada peak season, hotel ini selalu ramai kedatangan tamu nonmuslim saat Lebaran,” kata Haryadi.
Tingkat hunian jaringan Hotel Sahid di kota lainnya juga meningkat rata-rata 25 persen pada saat Lebaran. Sebut saja Hotel Sahid di Pekanbaru, Manado, Makassar, dan Yogyakarta. Tamunya adalah orang-orang yang mudik Lebaran bersama keluarga. Mungkin karena rumah orang tua atau kerabat tidak cukup, mereka memilih menginap di Hotel. ”Yang sepi cuma Hotel Sahid Jaya di Jakarta,” ujarnya. Ya, seperti lengangnya Jakarta saat ditinggal jutaan kaum urbannya.
Heri Susanto, Eko Napiansyah, RR Ariyani
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo