Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Matahari baru sepenggalah tingginya, puluhan buruh bongkar-muat berpeluh memanggul tumpukan sak semen dari lambung kapal sedalam 13 meter, Rabu pagi pekan lalu. Buruh PelabuhÂan Tenau itu bergantian memindahkan semen ke bak truk yang siap mengangkut ke gudang penimbunan berjarak 15 kilometer di Kupang, Nusa Tenggara Timur.
Bongkar-muat hampir 17 ribu ton semen milik PT Semen Bosowa Maros itu tak berjalan mulus. Petugas pengawasan dan pelayanan Bea dan Cukai Kupang menemukan semen tersebut tak mengantongi sertifikat Standar Nasional Indonesia (SNI) yang sah. Lampiran SNI dalam dokumen impor ternyata untuk semen Bosowa produksi dalam negeri. Adapun semen impor wajib mengantongi SNI tersendiri.
Sepuluh hari meneliti dokumen, petugas memutuskan menahan semen curah kering yang diangkut kapal Bulk Arrow dari Vietnam menuju Makassar tersebut. "Semen disegel dan belum boleh beredar ke wilayah Indonesia," kata Kepala Bidang Penindakan dan Penyidikan Bea dan Cukai Wilayah Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur Hendri Darnadi kepada Tempo pekan lalu.
Bongkar-muat diperbolehkan untuk memindahkan semen ke gudang penyimpanan sementara, hingga Bosowa melengkapi dokumen SNI dan pemberitahuan impor barang. Meski disimpan ke luar wilayah kepabeanan, semen dalam pengawasan petugas. "Status semen dalam gudang tanggung jawab agen pelayaran, bukan importir," Hendri menambahkan.
Kepala Bagian Produksi Bosowa Nasruddin Made mengakui semennya tidak berdokumen SNI. Impor semen mendesak untuk mengisi pasar Bosowa yang kekurangan stok semen, salah satunya di Nusa Tenggara Timur. Apalagi dua bulan belakangan produksi Bosowa tidak maksimal akibat seretnya pasokan bahan baku. Kondisi ini membuat Bosowa mengimpor semen meski dokumen SNI belum terkantongi. "Jangan sampai pasar kita lari, karena akan sulit merebutnya kembali," ujarnya.
Pengambilan semen dari Vietnam, kata Nasruddin lagi, bertepatan dengan saat ketika kapal Bosowa buatan Jepang tahun 1969 itu sedang berlayar balik dari Cina menuju Makassar, pertengahan Mei lalu. Setibanya di Vietnam, urusan SNI ternyata belum kelar tapi kapal tetap mengangkut dan berlayar balik ke Nusantara.
Sepuluh hari berlayar, kapal berlabuh di Tenau. Namun penyelesaian dokumen SNI masih terkatung-katung di Vietnam. Nasruddin pasrah dan menerima tindakan petugas pabean. "Tindakan mereka sudah benar," katanya.
Kepala Badan Pengkajian Iklim dan Mutu Industri Kementerian Perindustrian Aryanto Sagala memuji langkah petugas pabean yang menahan semen milik pengusaha Erwin Aksa itu. "Sudah tepat," katanya. Menurut dia, SNI dikeluarkan hanya untuk satu produk. Meski Bosowa mengantongi SNI untuk semen yang diproduksinya sendiri, Aryanto menambahkan, SNI tidak boleh digunakan untuk semen yang diimpor. "Dapat disebut SNI palsu," katanya.
Sertifikasi semen, Aryanto mengimbuhkan, membutuhkan waktu 42 hari untuk pengambilan sampel hingga pengujian pabrik semen. Dalam kasus semen impor Bosowa, pengujian produk perlu mendatangi pabrik semen di Vietnam.
Direktur Jenderal Basis Industri Manufaktur Kementerian Perindustrian Panggah Susanto mengatakan impor semen naik pesat akibat konsumsi dalam negeri meningkat melebihi produksi semen nasional. Kebutuhan semen diprediksi mencapai 55 juta ton, lebih tinggi daripada produksi semen yang mencapai 50 juta ton tahun ini. "Kekurangannya ditutup melalui impor," katanya.
Mantan Ketua Asosiasi Semen Indonesia Urip Timuryono mengatakan permintaan tinggi mendorong kenaikan harga. Situasi ini menggairahkan pengusaha semen untuk mengisi pasar yang sepi pemasok. Akibatnya, impor semen marak dan berlomba merebut pasar dalam negeri.
Panggah menilai tindakan Bosowa ceroboh karena impor semen tak berdokumen SNI tidak membuat harga semen lebih murah ketimbang semen lokal. "Mereka lalai," ujarnya. Urip sependapat dengan Panggah, tindakan Bosowa rawan dipersoalkan oleh aparat hukum. "Bisa ditangkap polisi."
Nasruddin sadar impor semen Vietnam rawan dipersoalkan. Ia berjanji dokumen SNI bakal kelar dalam satu bulan. "Pak Erwin Aksa meminta kami segera berangkat mengambil dokumen ke Vietnam," katanya.
Akbar Tri Kurniawan, Yohanes Seo (Kupang), Sahrul (Makassar)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo