KRAKATAU Steel, proyek raksasa besi baja yang nyaris berantakan
akibat krisis Pertamina lebih 31 tahun lalu, akhirnya rampung
juga. Presiden Soeharto dan nyonya, disertai rombongan para
Menteri menyempatkan diri untuk berkeliling pabrik baja itu 27
Juli lalu. Dan Menteri PAN Sumarlin, yang mengetuai tim
penyehatan kembali PT Krakatau Steel tampak merasa puas. Apa
sebabnya, bcrikut ini adalah laporan DS Karma dari TEMPO.
Tak ada yang lebih gembira dari Menten Sumarlin, agaknya, ketika
Presiden meninjau pabrik baja itu. "Saya puas," kata Sumarlin
ketika ditanya TEMPO. "Saya puas karena usaha saya dapat
dikatakan optimal atau maksimal."
Sumarlinlah yang tanpa lelah beserta stafnya melakukan
perundingan kembali yang tak sebentar dengan para kontraktor
asing - terutama dari Jemlan Barat - untuk menekan biaya dan
menciutkan rencana besar proyek itu. Dari rencana semula yang $
3,5 milyar itu, dia berhasil menekannya "sampai jadi sekitar $ 2
milyar."
Menurut Dirut PT Krakatau Steel ir. Tunky Ariwibowo -- yang
menggantikan ir. Marjuni Warganegara yang boros itu -- kapasitas
produksi pabrik itu tak kurang dari 2,2 juta ton setiap tahun.
Ini, menurut Ariwibowo, akan berlangsung selama 10 tahun. Dalam
rencana besar selama dasawarsa itu akan dibuat besi beton,
berkapasitas 150 ribu ton setahun dan besi siku yang
berkapasitas 85 ribu ton setahun.
Pabrik yang dilengkapi dengan mesin-mesin modern alias padat
modal itu juga akan membuat besi billet dengan kapasitas
produksi 500 rihu ton setahun. Untuk itu pabrik billet kini
tengah sibuk digarap. Juga pabrik untuk besi spons berkapasitas
200 ribu ton setahun dan pabrik hesi wire rod berkapasitas 220
ribu ton setahun tengah dalam tahap penyelesaian. Total jenderal
pabrik raksasa yang akan membuat aneka jenis besi itu termasuk
dalam program tahap pertama (1975-1979).
PLTU 400 MW
Untuk menunjang pabrik baja komplit -- atau dalam istilah
asingnya: ingrated - kompleks 'kota baja' yang seluruhnya
menelan 2.300 Ha itu ditunjang, dengan macam-macam sarana besar
lain. Untuk mendatangkan barang dari luar negeri sudah pula
tegak berdiri pelabuhan Cigading, 200 Ha. Pelabuhan yang hampir
sebesar Tanjung Priok (230 Ha) itu mampu melayani kapal seberat
50 ribu DWT, buatan kontraktor Jerman Barat Kloekner. Sebuah ban
berjalan sepanjang 7 Km dari pelabuhan ke pabrik sudah pula
dipasang. Masih akan menyusul pusat listrik tenaga uap (PLTU)
berkapasitas 400 MW dan pusat listrik tenaga disel berkapasitas
30 Megawatt.
PLTU yang dalam buku Krakatau Steel sekaligus dikemukakan
sebanyak 400 Megawatt itu agaknya perlu lebih diperinci. Di
tahun 1973 kontrak dengan Siemens sebenarnya hanya mencakup 3 x
80 Megawatt dengan harga masing-masing $ 150 juta. Tapi setahun
kemudian pimpinan Krakatau Steel meneken kontrak dengan maskapai
Jerman itu untuk membuat tambahan PLTU 2 x 80 Megawatt dengan
harga yang sama untuk satu unit.
Dalam perundingan kembali rupanya kelima PLTU itu tak ada yang
dikurangi, sekalipun yang tambahan dua unit itu dimaksudkan
untuk tahap yang kedua, setelah 1979. Menurut seorang pejabat
yang mengetahui, dalam tahap pertama sekarang pabrik sudah cukup
dengan menggunakan 2 PLTU x 80 Megawatt. Kalau benar begitu,
tidakkah unit ketiga hanya akan menganggur sebagai cadangan?
Apalagi tambahan unit yang lain, kalau saja Siemens akan selesai
membuatnya sebelum 1979?
Pemborosan adalah soal yang peka dalam perkara pembangunan
Krakatau Steel. Adanya perumahan pegawai yang mewah, bioskop
Krakatau Ria yang megah, Country Club yang eksklusif dan
lapangan golf 18 holes yang didirikan Marjuni dulu, sudah
terlanjur dibuat. Biaya $ 2 milyar sudah dan akan dibenamkan
dalam kompleks pabrik itu. Maka, kalau tak berhati-hati, itu
proyek bisa jadi super gajah nganggur Terutama jika diingat pula
faktor pemasaran hasil produksi. Sekalipun pemerin tah sudah
memberikan proteksi kepada sekian banyak pabrik besi PMDN dan
PMA, beberapa waktu berselang pihak APBESI (Asosiasi Pabrik Besi
se-Indonesia) masih juga berteriak. Banyak alasan mereka
kcmukakan. Tapi yang paling menarik adalah yan pernah
dikemukakan ketua APBESI Dr ir. Johannes Mulyono kepada TEMPO:
"Dengan 6 sampai 7 pabrik saja sebenamya kebutuhan besi beton
untuk Indonesia sudah bisa terpenuhi." Menurut catatan di BKPM,
ada 30 pabrik besi di Indonesia di luar raksasa Krakatau Steel:
8 punya PMA dan selebihnya PMDN. Empat di antara yang- PMDN itu,
lahir setelah pecahnya krisis Krakatau Steel.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini