KEDENGARANNYA kabar baik bagi daerah. Bayangkan, kalau selama ini daerah hanya mendapat pemberitahuan jalan anu atau jembatan itu mau diperbaiki pihak PU, sekarang mereka bisa mengusulkan mana yang harus didahulukan. Sekarang Gubernur memang bisa mengusulkan pembangunan jalan provinsi atau proyek irigasi kecil untuk dibiayai pinjaman luar negeri. Usul itu akan diterima dengan syarat, pihak pemerintah daerah tingkat I bisa menyediakan sebagian pembiayaan rupiah proyek bersangkutan. "Pemda yang mampu menyediakan dana rupiah akan diperjuangkan," kata Menteri Pekerjaan Umum Suyono Sosrodarsono menjanjikan hal itu ketika berbuka puasa, pekan lalu. Kata Dirjen Bina Marga Suryatin Sastromijoyo, gagasan itu muncul bukan untuk mengatasi kesulitan panjangnya birokrasi pengambilan keputusan di pusat. Melainkan, "Untuk menanggulangi menciutnya APBN," tambahnya. Untuk tahun anggaran berjalan ini, Bina Marga kanya kebagian dana Rp 130 milyar - padahal tahun anggaran sebelumnya memperoleh alokasi dari APBN Rp 300 milyar. Jadi, jika dulu pembangunan jalan sebagian pembiayaannya (sekitar 40%) berasal dari APBN dan selebihnya disangga pinjaman luar negeri, kini beban rupiah itu sebagian dilimpahkan ke pundak daerah. Komposisinya kelak jadi: 15% APBD, 15% APBN, dan 70% kredit Bank Dunia. "Berdasarkan penelitian kami, semua daerah menyatakan bersedia dan mampu," ujar Suryatin. Gayung pun bersambut. Gubernur Jawa Tengah Ismail kemudian membicarakan soal itu dengan DPR, konsultasi dengan pejabat pusat, mempertanyakan teknis pelaksanaannya kelak. Reaksi cepat diberikan karena laci pemda itu kini memiliki tabungan cukup banyak: Rp 29,9 milyar. "Bila pinjaman luar negeri ltu bisa turun, kami mengutamakan memakainya untuk proyek irigasi, jembatan, jalan raya, dan pengelolaan limbah," kata Gubernur Ismail. Cukup banyak, tentu, proyek yang bisa dibiayal dengan uang itu, juga kalau nanti APBD 1986-87 yang Rp 396,3 milyar memberi ruang gerak cukup, niscaya akan muncul proyek-proyek baru yang belum terlihat. "Rencana terincinya saya lupa," kata Gubernur Ismail. "Tapi yang penting kami 'kan sudah punya dana rupiah untuk bisa memperoleh pinjaman luar negeri." Pemda Sumatera Utara juga menyambut gembira gagasan Menteri PU. "Karena subsidi APBN untuk pembangunan daerah lagi menurun," seperti kata Ketua Bappeda Abdul Hakim Nasution. Untuk proyek jalan, misalnya, dari APBN 1985/1986 masih meliputi 14,43%. Tahun ini hanya dianggarkan 10,61%. Menurut Abdul Hakim, dana pendamping dari APBD sangat terbatas. Padahal, rupiah pemancing itu penting. Karena hanya dengan dana lokal itulah, pinjaman valuta asing dari Bank Dunia baru bisa ditarik. Dalam hubungan ini, penjamin pinjaman tetap pemerintah pusat. Menurut Dirjen Suryatin, pinjaman Bank Dunia untuk periode 1986-1990 yang bisa ditarik US$ 300 juta. Bagian terbesar dari dana valuta asing itu (US$ 133,7 juta) dicadangkan untuk proyek peningkatan kualitas jalan nasional dan provinsi sepanjang 1.900 km. Lalu perawatan periodik jalan nasional dan provinsi sepanjang 6.600 km dianggarkan US$ 56,5 juta. Sisanya untuk proyek penggantian jembatan (US$ 14,6 juta), perlengkapan dan material (US$ 32,2 juta), jasa konsultansi (US$ 32,5 juta), pendidikan ke luar negeri (US$ 0,5 juta), dan yang belum dicadangkan berjumlah US$ 30 juta. Uang pinjaman itu biasanya digunakan untuk membeli bahan atau material dari luar negeri. Tidak sembarang proyek jalan atau irigasi bisa dibiayai dengan pinjaman asing itu. Faktor ekonomi akibat keberadaan jalan atau proyek irigasi di suatu daerah juga harus diperhitungkan. Pendeknya, bisa merangsang kegiatan ekonomi di tempat itu. EH, Laporan Gatot Triyanto (Jakarta) & Yusro M.S. (Semarang)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini