API dan FITI masih baku hantam. Dua organisasi yang sama-sama mengayomi usaha pertekstilan di Indonesia itu, Senin pekan ini, tak bisa dipertemukan di kantor Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Pusat, di Jakarta. Persoalannya sepele. R. Soekardi, yang akan menjadi penengah antara API (Asosiasi Pertekstilan Indonesia) dan FITI (Federasi Industri Tekstil Indonesia), mengundurkan pertemuan satu jam. "Pak Soekardi menghadiri acara penyerahan bintang penghargaan di Bina Graha," kata Sekjen Kadin Indonesia Sukamto Sayidiman. Rupanya, delegasi API yang dipimpin ketua umumnya, Ian Daskian, tak sabar menunggu Soekardi. Dewi Motik, anggota FITI, sudah mencoba membujuk agar bapak-bapak dari API mau sabar sedikit. Tapi gagal. "Sudah, deh, mesti ramai lagi nanti," kata Dewi, yang punya bisnis pakaian jadi itu. Ketika Soekardi akhirnya muncul, pertemuan jadi timpang. Delegasi lengkap FITI, yang dipimpin ketua presidiumnya Husein Aminuddin, hanya berhadapan dengan Atam Surakusumah dari API, sementara sang ketua, Ian Daskian, sudah pulang lebih dulu. Apa lagi yang mau dibicarakan? Menurut Presiden Direktur PT Unico, T. Akip, yang penting sekarang ini adalah membenahi organisasi API. "Sedangkan dan hubungannya dengan Kadin, hal pertama yang harus dijelaskan adalah anggapan Kadin terhadap status dan keberadaan API," kata Akip. Kisruh mungkin tak akan meruncing bila awal bulan ini kepergian delegasi Indonesia ke pertemuan AFTEX -- Federasi Industri Tekstil ASEAN -- di Manila dipersiapkan lebih baik. Adalah FITI yang ditunjuk Kadin hadir ke Manila, bukan API. Hal itu, seperti dilaporkan Aminuddin, sesuai dengan teleks AFTEX, yang memang ditujukan kepada FITI -- sebagai anggota Kadin. Rupanya, T. Akip juga merasa berhak menghadiri pertemuan itu. "Karena API merupakan wadah yang diakui AFTEX. Dan status saya sebagai ketua Komite Nasional untuk AFTEX -- sejak Kadin dipimpin mendiang Suwoto Sukendar -- sudah diakui Kadin. Dan saya adalah salah seorang pendiri AFTEX itu sendiri," kata Akip menggebu. Tapi ia tak diikutsertakan. Delegasi FITI berangkat ke Manila dengan 10 anggota, dipimpin Aminuddin. Dan oleh-oleh yang dibawa pulang FITI rupanya "menyengat" API dan T. Akip. Misalnya, tidak ada kabar mengenai kesanggupan API menyelenggarakan pendidikan cotton dusser. API tidak mengirimkan iuran 5 ribu dolar AS untuk buku pedoman AFTEX. Di samping itu, T. Akip tidak pernah memberi respons terhadap sejumlah surat dan teleks yang dikirimkan Federasi Industri Tekstil Muangthai. Tentu saja delegasi Indonesia dari FITI, yang baru pertama kali itu tampil di forum AFTEX, jadi penasaran mendengarnya. Akip sendiri dengan tangkas membantah berita buruk itu. "Bohon, kalau kita dikatakan tidak membayar iuran dan biaya pembuatan buku itu. Lha, iuran disebutkan harus dibayar di pertemuan AFTEX. Kalau kita tak jadi ke sana dan tidak dianggap sebagai utusan resmi, mengapa kita harus membayar iuran?" demikian Akip membantah. Dikatakannya juga bahwa ia sudah menjawab surat AFTEX, bahkan sudah menyatakan kesediaan untuk hadir di Manila. "Kami juga sudah dua kali mengadakan cotton clusser yang diikuti empat negara ASEAN," tutur Akip. Entah mana yang benar. Mengapa Kadin Indonesia gagal menyatukan API dan FITI ? "Bukannya gagal. Usaha mempersatukan kedua organisasi itu memang membutuhkan waktu panjang. Dan kejadian-kejadian selama ini kita lihat sebagai dinamika," tutur Sukamdani, Ketua Kadin Indonesia. Suhardjo Hs, Rustam F. Mandayun
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini