Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Sengkarut Lelang Gula Rafinasi

Penerbitan aturan lelang gula rafinasi memicu kontroversi. Sorotan semakin tajam karena pelaksana lelang dikhawatirkan menguntungkan salah satu kelompok usaha Artha Graha.

9 Oktober 2017 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TANPA banyak bicara, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita terburu-buru meninggalkan kantor Kementerian Koordinator Perekonomian di Lapangan Banteng, Jakarta, setelah mengikuti rapat dengan Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution dan Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Wimboh Santoso, Jumat dua pekan lalu. Enggar bungkam kendati para wartawan mempertanyakan topik yang dibahas dalam rapat tersebut. "Nanti saja," kata Enggar sambil berlalu.

Rapat tersebut, menurut salah seorang pejabat di Kementerian Koordinator Perekonomian, membahas masalah moneter. Tapi Enggar turut diundang untuk membahas lelang gula rafinasi. "Menteri Darmin memutuskan lelang gula dikaji ulang," ucap pejabat tersebut kepada Tempo.

Ditemui pada malam harinya, Darmin membenarkan telah meminta Kementerian Perdagangan menunda proses lelang yang seharusnya dimulai Oktober ini. "Betul, harus dikaji ulang," ujarnya. Alasan Darmin meminta lelang ditunda karena pelaksanaan lelang belum memenuhi ketentuan, yakni perlunya persetujuan presiden melalui keputusan presiden atau peraturan presiden. "Menurut undang-undang seharusnya begitu," kata Darmin. Aturan yang dimaksud tak lain Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan.

Dihubungi terpisah pada Kamis pekan lalu, Staf Ahli Menteri Koordinator Perekonomian Bidang Hubungan Ekonomi, Politik, Hukum, dan Keamanan Elen Setiadi menjelaskan, saat ini tim teknis eselon I Kementerian Koordinator Perekonomian tengah membahas substansi rancangan peraturan presiden untuk mengatur pasar lelang komoditas. "Mudah-mudahan pekan ini bisa selesai sehingga bisa segera diproses untuk ditetapkan presiden," ujarnya.

Peraturan presiden ini nantinya akan menjadi dasar hukum bagi pelaksanaan lelang gula rafinasi, yang kebutuhannya pada tahun ini diperkirakan mencapai 3,4 juta ton. Namun peraturan tersebut tak khusus mengatur lelang komoditas gula rafinasi. "Nanti pedoman pelaksanaannya tetap berdasarkan peraturan Menteri Perdagangan," kata Elen.

Keputusan itu membuat proses lelang tertunda tiga kali. Pada Maret lalu, Kementerian Perdagangan sebetulnya telah menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 16 Tahun 2017 tentang Perdagangan Gula Kristal Rafinasi Melalui Pasar Lelang Komoditas. Aturan itu seharusnya mulai berlaku pada 15 Juni lalu. Namun para pengusaha dan industri pengguna gula rafinasi meminta pelaksanaan lelang diundurkan karena keterbatasan waktu sosialisasi. Pada 21 Juni, kementerian kembali merevisi aturan itu dengan menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 40, yang mengubah waktu pelaksanaan lelang menjadi 1 Oktober.

Toh, protes tetap berdatangan. Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia melayangkan surat ke Kementerian Perdagangan. Asosiasi Industri Minuman Ringan dan Asosiasi Industri Pengolahan Susu mengikuti langkah serupa. Kamar Dagang dan Industri Indonesia mengirim surat tanggapan kepada Menteri Perdagangan. Sorotan juga datang dari Dewan Perwakilan Rakyat, yang menilai banyak kejanggalan dalam proses penetapan pelaksana lelang.

Dalam surat yang ditujukan kepada Menteri Perdagangan, Ketua Umum Asosiasi Industri Minuman Ringan (Asrim) Triyono Prijosoesilo menyatakan penerbitan aturan lelang gula rafinasi berpotensi melemahkan daya saing industri minuman ringan, menurunkan kualitas produk, dan menurunkan kemampuan investasi industri. Sistem lelang dianggap menimbulkan ekonomi biaya tinggi. Penyebabnya: pengusaha harus mengeluarkan tambahan biaya modal dan biaya operasional.

Tambahan modal ini terkait dengan adanya mekanisme pembayaran uang jaminan lelang dan pembayaran uang muka. "Uang jaminan tersebut bisa hilang jika perusahaan pembeli gagal memenuhi kewajiban pengambilan gula," ujar Triyono. Biaya operasional tambahan muncul karena pembeli lelang harus membayar biaya pengiriman gula. Sebelumnya, ongkos tersebut ditanggung pabrik gula rafinasi.

Berdasarkan simulasi yang dilakukan Asrim dan sejumlah asosiasi lain, penjualan gula rafinasi melalui lelang akan menambah beban biaya bagi industri pengguna sebesar 5,36 persen per tahun dari total biaya operasional atau senilai Rp 1,78 triliun. "Perhitungan itu belum termasuk biaya transportasi, pendaftaran peserta dan anggota, serta biaya lainnya." Triyono khawatir hal ini akan berdampak pada kenaikan harga jual di tingkat konsumen.

Protes keras juga datang dari Wakil Ketua Komisi Perdagangan DPR Inas Nasrullah Zubir. Mekanisme lelang, kata dia, tak berpihak pada pengusaha kecil dan menengah yang konsumsi gula rafinasinya tak lebih dari 500 kilogram per bulan. Sebab, dalam ketentuannya, peserta lelang harus membeli gula minimal 1 ton. "Ini bakal memunculkan makelar yang hanya berorientasi pada keuntungan," tutur Inas. Keberadaan makelar ini dikhawatirkan menambah beban biaya dan memperbesar potensi merembesnya gula rafinasi ke pasar.

Persoalan lain yang dipertanyakan adalah penetapan PT Pasar Komoditas Jakarta (PKJ) sebagai penyelenggara pasar lelang gula rafinasi. Inas sangsi akan kemampuan PKJ melaksanakan lelang gula rafinasi. "Masak, perusahaan yang baru berdiri November tahun lalu dianggap layak melakukan pekerjaan sebesar ini?" ujar politikus Partai Hati Nurani Rakyat ini, Rabu pekan lalu. Menurut Inas, pengalaman dan rekam jejak PKJ diragukan.

Inas menyebutkan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bapebbti) Kementerian Perdagangan-sebagai panitia lelang-tak mengindahkan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah. "Di situ sudah jelas diatur, peserta lelang harus berpengalaman minimal tiga tahun."

Selain belum berpengalaman, Inas menyoroti pemegang saham dan direksi PKJ yang diduga berafiliasi dengan grup usaha Artha Graha milik taipan Tomy Winata. Dalam akta perusahaan PKJ, tercatat nama PT Global Nusa Lestari sebagai pemegang saham mayoritas sebesar 90 persen dengan modal disetor Rp 9 miliar. Adapun 10 persen saham sisanya dimiliki PT Bursa Berjangka Jakarta dengan modal disetor Rp 1 miliar.

Pada susunan direksi dan komisaris terdapat nama Randy Suparman, Direktur Komersial PT Sumber Agro Semesta, bagian dari Artha Graha Network di bidang agroindustri. Sedangkan pada susunan komisaris, tercatat nama Daniel Rusli, yang merupakan pemegang saham terbesar PT Bumindo Kharisma Sentosa. Perusahaan ini menjadi pemegang saham mayoritas Global Nusa Lestari. Daniel juga Direktur Utama PT Indonesia Mitra Jaya, bagian dari Artha Graha Network di bidang konstruksi dan pertambangan.

Afiliasi itu, kata Inas, berpotensi menimbulkan konflik kepentingan. Sebab, menurut dia, Pasifik Agro Sentosa-masih bagian dari Artha Graha Network-punya pabrikgularafinasi, yakni PT Angels Products. Angels Products satu dari sebelas produsengularafinasi yang terdaftar sebagai peserta jual di PKJ.

Menanggapi aneka protes ini, Kepala Bapebbti Kementerian Perdagangan Bachrul Chairi menyebutkan lelang gula rafinasi adalah upaya untuk menjaga dan menjamin ketersediaan distribusi gula. Pengawasannya akan lebih baik karena menerapkan teknologi informasi untuk melacak penyebaran dan penggunaan gula. "Sehingga bisa mencegah rembesan gula rafinasi ke pasar," ujarnya Kamis pekan lalu.

Ihwal akses pengusaha kecil dan menengah, Bachrul menjamin sistem lelang tetap akan mengakomodasi kebutuhan pelaku usaha yang konsumsinya tak sampai 1 ton. Para pengusaha ini, kata dia, nantinya bisa berkelompok membentuk badan hukum untuk mengikuti lelang. Sebaliknya, tanpa sistem lelang, pelaku usaha kecil dan menengah sulit mengakses gula rafinasi karena kebutuhannya sedikit.

Aturan lelang, kata Bachrul, memastikan para produsen yang menjual produk melalui lelang wajib menyisihkan 20 persen produksinya bagi pengusaha kecil dan menengah. "Dari 3,8 juta gula mentah yang diimpor, 30 persennya seharusnya diproses menjadi gula rafinasi untuk keperluan industri kecil," ucap Bachrul. Pengusaha kecil dan menengah akan memperoleh harga yang relatif sama dengan pembeli pengusaha besar.

Ihwal rekam jejak PKJ yang diragukan, Bachrul menyatakan perusahaan telah memenuhi syarat karena memiliki kerja sama dengan bursa komoditas dan lembaga kliring. Bappebti, kata dia, telah memberikan masa sanggah tender seusai PKJ terpilih. "Tapi tak ada yang memberi memo hitam," ujarnya. Ia menyebutkan proses lelang telah sesuai dengan prosedur, termasuk meminta masukan dari Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). "KPPU hanya memberikan satu catatan soal tidak adanya batas waktu PKJ sebagai pelaksana lelang."

Batas waktu bagi PKJ sebagai pelaksana lelang itulah yang kemudian dimasukkan ke revisi kedua Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 16. Termasuk soal skema evaluasi pelaksana lelang setiap lima tahun sekali. Setelah lima tahun, posisi pelaksana lelang akan dilelang kembali.

Juru bicara PT PKJ, Michael Manuhutu, dalam wawancara melalui sambungan telepon dengan Ghoida Rahmah dari Tempo, mengatakan afiliasi perusahaannya dengan Grup Artha Graha sebatas kerja sama sistem pembayaran. "Kebetulan Bank Artha Graha memiliki program kredit usaha rakyat," ucapnya. Tak hanya dengan Bank Artha Graha, PKJ juga memberikan pilihan sistem pembayaran dari bank lain untuk mengakomodasi preferensi penjual dan pembeli lelang gula. "Kerja sama dengan bank lain masih proses penandatanganan kerja sama," tuturnya. Perusahaannya saat ini tengah melakukan sosialisasi dan membuka pendaftaran bagi calon peserta lelang. Sejak Juni lalu, PKJ telah menerima 300 industri yang ingin mengikuti lelang.

Pemilik Artha Graha, Tomy Winata, menyatakan PKJ bukan bagian dari grup usahanya. "Yang saya dengar hanya ada kerja sama dengan Bank Artha Graha untuk pemberian kredit ke usaha kecil-menengah," ujarnya melalui pesan pendek, Jumat pekan lalu.

Praga Utama, Putri Adityowati, Andi Ibnu, Ghoida Rahmah


Makin Panjang Melalui Lelang

INDUSTRI makanan, minuman, dan farmasi memprotes kebijakan Kementerian Perdagangan yang mengharuskan pembelian gula rafinasi melalui lelang. Selama ini mereka bebas membeli gula rafinasi dari produsen gula kristal yang bahan bakunya didapat melalui impor. Sebelas pabrik gula rafinasi menguasai impor tersebut. Pemerintah melihat lelang manjur buat menyetop merembesnya gula rafinasi ke pasar gula konsumsi yang sebagian besar kebutuhannya berasal dari tebu lokal. Bagi industri, lelang hanya membuat alur memperoleh pasokan bahan baku semakin panjang.

Estimasi Kebutuhan Gula Rafinasi (juta ton)
2015 : 2,89
2016 : 3,2
2017 : 3,4

Kuota Impor (juta ton)
2014 : 2,8
2015 : 3,1
2016 : 3,2
2017 : 3,4

Daftar Importir Gula Rafinasi
-PT Sugar Labinta
-PT Dharmapala Usaha Sukses
-PT Duta Sugar Internasional
-PT Sentra Usahatama Jaya
-PT Makassar Tene
-PT Jawamanis Rafinasi
-PT Permata Dunia Sukses Utama
-PT Angel Products
-PT Berkah Manis Makmur
-PT Andalan Furnindo
-PT Medan Sugar Industri

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus